Kisah Pilu Nenek Hidup Sebatang Kara di Perbatasan, Ingin Pulang ke Kampung Halaman
Seorang nenek hidup sebatang kara di perbatasan RI-Papua Nugini. Nenek yang bernama Sumiyati ini hidup seorang diri setelah sang suami meninggal dunia pada Februari 2020 lalu.
Seorang nenek hidup sebatang kara di perbatasan RI-Papua Nugini. Nenek yang bernama Sumiyati ini hidup seorang diri setelah sang suami meninggal dunia pada Februari 2020 lalu. Semakin hari, kondisi kesehatannya semakin memburuk sehingga menghambat aktivitasnya sehari-hari.
Nenek Sumiyati berasal dari Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ia merantau bersama suaminya pada tahun 2009 lalu ke Kabupaten Merauke, Papua.
-
Kenapa Tahu Siksa dinamai begitu? Iman mengatakan, nama tahu siksa sebenarnya berasal dari proses membuatnya sebelum disajikan.Tahu kuning awalnya dipanggang di atas wajan atau nampan besi yang diberi minyak goreng sedikit. Katanya, memanggang tahu dengan cara tersebut mirip seperti penyiksaan.
-
Kapan kareh-kareh biasanya diburu? Selain menjadi kudapan favorit masyarakat setempat, kareh-kareh ini biasa diburu ketika hari-hari besar, seperti saat Idulfitri.
-
Apa yang menjadi ciri khas Kasepuhan Cisungsang? Kasepuhan Cisungsang memiliki karakteristik khas yang merupakan kombinasi antara kampung dan sawah di daerah lembah yang subur.
-
Apa ciri khas Kucing Merah? Kucing Merah memiliki karakteristik bulu berwarna oranye kemerahan dengan corak huruf M di dahinya. Bentuk tubuhnya juga lebih berotot dibanding sesamanya.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Bagaimana ciri khas pantun lucu? Tentunya dengan menggunakan pola yang berirama dan penuh humor, patun dapat menghadirkan keceriaan di tengah-tengah kegiatan sehari-hari.
Dirawat Tetangga
Dilansir dari Liputan6.com, sejak suaminya meninggal, Nenek Sumiyati dirawat oleh para tetangganya. Namun, tiga bulan terakhir, nenek yang kerap disapa Mbah Ompong itu dirawat oleh anggota Satgas Yonif MR 411/Pdw Kostrad Pos Kout Sota.
Karena hidup sebatang kara di daerah perbatasan RI-PNG, tepatnya di Jalur 2 B Kampung Sota, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, kondisi Sumiyati cukup memprihatinkan.
Ingin Pulang ke Kampung Halaman
Hidup sendirian di perantauan membuatnya ingin kembali ke kampung halaman. Ia pun mengutarakan keinginan sederhana itu ke tetangga dan anggota TNI yang merawatnya.
"Di mana pada saat dirawat oleh tetangga sekitar rumahnya dan anggota Satgas dirinya ingin ikut pulang ke Jawa bersama bapak-bapak tentara agar bisa kembali ke kampung halamannya," tutur Dansatgas Yonif MR 411/Pdw Kostrad Mayor Inf Rizky Aditya.
Diboyong ke Kampung Halaman di Kediri
Setelah sempat mengutarakan keinginannya, Nenek Sumiyati yang berada di perbatasan RI-Papua Nugini diboyong pulang ke kampung halamannya di Kediri bersama dengan Satgas Yonif MR 411/Pdw yang akan kembali ke Salatiga, Jawa Tengah.
"Untuk mengabulkan keinginan nenek, Brigjen TNI Bangun Nawoko selaku Dankolakops Satgas Pamtas RI-PNG Sektor Selatan berkoordinasi dengan Komandan Lantamal XI Brigjen TNI (Mar) Lukman, agar dapat membantu Satgas membawa Nenek Sumiyati kembali ke kampung halamannya," kata Rizky, Kamis (25/6).
Pulang Kampung Menggunakan KRI Banda Aceh
Menurut Rizky, Nenek Sumiyati dibawa pulang dengan menggunakan KRI Banda Aceh-593.
Ia mengatakan, hal ini merupakan wujud kepedulian TNI AD terhadap berbagai kesulitan rakyat seperti Nenek Sumiyati yang hidup sebatang kara tanpa sanak saudara.
"Saat ini sang nenek telah bersama-sama dengan Satgas Yonif MR 411/PDW Kostrad yang sedang dalam perjalanan kembali ke satuan asal di Kota Salatiga, Jawa Tengah, dengan menggunakan KRI Banda Aceh-593," lanjutnya.