Memahami Tujuan Perkawinan dalam Islam, Salah Satunya Guna Pemurnian Diri
Bagi seorang muslim, pernikahan harus dilakukan hanya setelah mendapatkan pemahaman tentang apa yang telah Allah tetapkan dalam hal hak dan kewajiban. Serta mendapatkan pemahaman tentang kebijaksanaan di balik institusi ini.
Bagi seorang muslim, pernikahan harus dilakukan hanya setelah mendapatkan pemahaman tentang apa yang telah Allah tetapkan dalam hal hak dan kewajiban. Serta mendapatkan pemahaman tentang kebijaksanaan di balik institusi ini.
Untuk Baca Alquran Klik di Sini:
-
Kapan Diah Permatasari dan suaminya menikah? Mereka mengucapkan janji suci pada tanggal 5 April 1997. Kini, mereka telah menikah selama 24 tahun dan diberkati dengan kedua anak mereka.
-
Apa yang dimaksud dengan sungkeman dalam pernikahan? Sungkeman merupakan salah satu adat istiadat dalam pernikahan yang masih sering dilakukan dalam budaya Indonesia. Kata sungkeman berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah menghormati atau memberi penghormatan kepada orang yang lebih tua atau yang lebih tinggi derajatnya.
-
Kenapa ucapan pernikahan penting? Tak sekedar mengikat janji suci, kedua pasangan juga akan berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan orang terdekat mereka.
-
Bagaimana cara melakukan sungkeman pernikahan? Sungkeman dilakukan oleh mempelai pria dan mempelai wanita kepada orang tua. Sungkeman ini merupakan simbol pertanda bahwa mereka sebagai mempelai ingin menghormati dan mengucapkan terima kasih atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang sudah diberikan selama ini.
-
Kenapa Pengadangan dilakukan dalam pernikahan Suku Ogan? Simbol Penghormatan Melansir dari situs indonesiakaya.com, tradisi Pengadangan ini disimbolkan sebagai sebuah bentuk penghormatan dalam cara pernikahan tersebut.
-
Bagaimana pernikahan tersebut dilakukan? Pernikahan tersebut selayaknya yang terungkap dalam video singkat unggahan akun Instagram @undercover.id beberapa waktu lalu. Video berdurasi pendek itu menampilkan momen sakral saat kedua mempelai tengah menjalani proses akad nikah. Diketahui, pernikahan tersebut berhasil digelar melalui jalur pendekatan taaruf dari kedua belah pihak.
Hampir semua orang dan masyarakat mempraktikkan pernikahan dalam beberapa bentuk, sama seperti mereka menjalankan bisnis. 'Umar ibn al-Khattab biasa mengusir orang-orang dari pasar Madinah jika mereka tidak tahu aturan Islam tentang jual beli.
Demikian juga, umat Islam tidak boleh terlibat dalam sesuatu yang sama pentingnya dengan pernikahan tanpa memahami tujuannya atau memiliki pemahaman yang komprehensif tentang hak dan kewajibannya.
Apa pun makna yang ditetapkan orang untuk menikah, Islam memandangnya sebagai ikatan yang kuat (mithaq ghaleez), komitmen yang menantang dalam arti kata sepenuhnya.
Ini adalah komitmen untuk hidup itu sendiri, untuk masyarakat, dan untuk kelangsungan hidup umat manusia yang bermartabat dan bermakna. Hal ini adalah komitmen yang dibuat oleh pasangan menikah satu sama lain dan juga kepada Tuhan.
Namun, nilai-nilai dan tujuan pernikahan ini akan memiliki makna khusus dan diperkuat jika mereka terkait dengan gagasan tentang Tuhan. Pernikahan juga dipahami sebagai komitmen keagamaan, dan diinternalisasi sebagai berkat ilahi. Dan ini tampaknya menjadi titik fokus pernikahan dalam Islam.
Mengutip beberapa ayat Alquran, seruan ini ditujukan kepada umat manusia :
Yā ayyuhan-nāsuttaqụ rabbakumullażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa min-hā zaujahā wa baṡṡa min-humā rijālang kaṡīraw wa nisā'ā, wattaqullāhallażī tasā'alụna bihī wal-ar-ḥām, innallāha kāna 'alaikum raqībā
Arti: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. ( An-Nisaa ' 4: 1)
Berikut tujuan perkawinan dalam Islam yang perlu dipahami sebelum melakukannya dilansir dari Salam Islam:
Tujuan Perkawinan dalam Islam
Menurut sebuah narasi dari Nabi Muhammad (SAW), perkawinan dalam Islam dianggap sebagai setengah dari agama seorang Muslim:
"Seseorang yang menikah telah memenuhi separuh agamanya, karena itu ia harus takut kepada Allah untuk setengah lainnya".
Aspek-aspek yang membuat perkawinan dalam Islam menjadi kebutuhan dalam kehidupan manusia adalah sebagai berikut:
Guna Memenuhi Kebutuhan Emosional:
Disebutkan dalam ayat Al-Quran, perkawinan dalam Islam, dengan cara yang paling cocok, adalah sumber kenyamanan emosional bagi kita. Quran juga mengatakan:
“Dialah (Allah) yang menciptakan kamu dari satu jiwa, dan menjadikannya sebagai pasangannya, sehingga dia dapat menemukan kenyamanan dengannya ” (7: 189).
Ketika Anda menikah, hal pertama yang Anda janjikan pada pasangan Anda adalah merawatnya, untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya. Itulah yang membuat Anda jatuh cinta dengan teman hidup Anda dan membiarkan Anda berdua mengalami cinta, kasih sayang, saling pengertian, ketenangan pikiran, dan kebahagiaan.
Mengenai hal ini, Imam Sadiq (AS) mengatakan:
"Setiap kali cinta seorang pria kepada istrinya meningkat, imannya meningkat dalam kualitas".
Mengontrol Hasrat Seksual
Tujuan perkawinan dalan Islam selanjutnya yaitu mengontrol hasrat seksual supaya tidak terjadi maksiat. Manusia secara alami memiliki naluri seksual yang merupakan keinginan yang signifikan dan kuat.
Setiap orang merasakan keinginan untuk memiliki pasangan untuk memenuhi kebutuhan seksual mereka dalam lingkungan yang aman dan tenteram. Keinginan tersebut yang akan membantu mereka tumbuh dan mencapai tingkat kesempurnaan dan kepuasan yang tinggi.
Menjauhkan diri dari perkawinan sering mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Dokter dari Georgia State University dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2001 menemukan bahwa mereka yang memilih untuk hidup selibat sering kali menderita perasaan marah, frustrasi, keraguan diri dan bahkan depresi.
Agama Islam tidak hanya mengakui kebutuhan seksual manusia tetapi juga sangat merekomendasikan pernikahan sebagai satu-satunya cara hukum untuk memenuhi keinginan ini.
Memenuhi Kebutuhan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, yang seperti semua makhluk lain. Mereka memiliki dorongan yang mengarah pada memulai keluarga mereka sendiri dan reproduksi. Dalam hal ini, Quran mengatakan:
Fāṭirus-samāwāti wal-arḍ, ja'ala lakum min anfusikum azwājaw wa minal-an'āmi azwājā, yażra`ukum fīh, laisa kamiṡlihī syaī`, wa huwas-samī'ul-baṣīr
Arti: (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (42:11).
Berdasarkan ayat ini, anak-anak adalah hasil pernikahan dalam Islam yang membuat prokreasi umat manusia berlanjut. Mereka juga memainkan peran penting dalam menstabilkan fondasi keluarga.
Islam memberi banyak penekanan pada pernikahan dan membesarkan anak-anak yang setia dan berbudi luhur. Mereka dianggap sebagai pembangun masyarakat yang sehat.
Terlepas dari itu, pernikahan melindungi seluruh masyarakat dan juga setiap individu dari banyak kejahatan. Telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad bahwa, ketika seseorang menikah di usia muda, setan akan menjadi marah karena dia telah menjaga dua pertiga agamanya melawannya. Orang yang sudah menikah kurang terlibat dalam tindakan merusak sosial seperti urusan di luar nikah.
Pemurnian Diri
Lingkungan yang damai dan aman tempat suami dan istri tinggal adalah tempat terbaik untuk mempraktikkan pengendalian diri, tidak mementingkan diri, serta pemurnian diri.
Pasangan yang saleh selalu mengundang satu sama lain untuk kebaikan. Mereka juga merupakan sumber dorongan dalam mencegah satu sama lain dari melakukan dosa dan melakukan tindakan ibadah wajib, yang pada akhirnya membuat mereka memiliki kehidupan yang terhormat dan jujur selamanya.
Diriwayatkan bahwa begitu Nabi (SAW) pergi ke rumah Imam Ali (AS) dan Fatimah (AS) setelah pernikahan mereka. Dia bertanya kepada Imam Ali (AS) bagaimana dia menemukan pasangannya.
Imam menjawab: "Saya menemukan Zahra (AS) sebagai bantuan terbaik dalam menyembah Allah SWT." Nabi (saw) kemudian bertanya kepada Fatimah al-Zahra (AS) pertanyaan yang sama, dan dia menjawab: "Dia adalah suami terbaik".
Kita belajar dari narasi ini bahwa salah satu tujuan utama pernikahan sebenarnya adalah apa yang Imam Ali (AS) telah katakan, yaitu, melayani Allah. Ketika seorang pria dan seorang wanita menikah, keduanya menjadi satu.
Ikatan di antara mereka mencerminkan cinta tanpa syarat antara Sang Pencipta dan kita. Hal tersebut adalah pengalaman pamungkas yang selalu ingin dimiliki oleh orang beriman sejati.