Mengenal Mendu, Teater Rakyat Melayu yang Identik dengan Acara Hajatan
Bentuk seni pertunjukan ini cukup populer di daerah Kabupaten Pontianak yang mengharuskan para pemainnya improvisasi dan spontanitas tinggi.
Mendu adalah sebuah teater rakyat dari etnis Melayu yang cukup berkembang di daerah Riau, Kepulauan Riau, hingga Kalimantan Barat. Pementasan Mendu sudah dilakukan sejak abad ke-19 tepatnya tahun 1876 sampai 1942 sebelum kemerdekaan.
Kesenian ini dulunya sempat populer sampai dihentikan pementasannya oleh tentara Jepang. Pada sekitar tahun 1980-an, Mendu kembali bangkit dan berkembang pada masa pemerintahan Indonesia sampai saat ini.
-
Bagaimana masyarakat Desa Kemuja merayakan tradisi Mauludan? Kegiatan dilakukan dengan berkumpulnya masyarakat di masjid pada malam hari sebelum 12 Rabi’ul Awwal dan membacakan kisah hidup tauladan Nabi Muhammad SAW, memanjatkan salam dan shalawat sepanjang malam.Selanjutnya, akan dilakukan ritual doa bersama yang diakhiri dengan menyantap makanan dengan seluruh masyarakat yang disebut dengan Tradisi Nganggung.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Apa jenis tarian yang menjadi bagian dari budaya tradisional di Lampung? Provinsi Lampung memiliki ragam seni dan budaya yang menarik untuk diulas lebih dalam. Salah satu seni dan budaya dalam bidang tari bernama Tari Selapanan.
-
Bagaimana cara nelayan merayakan tradisi Larung Kepala Kerbau? Pesta Bersenang-senang Saat Larung Kepala Kerbau atau Tradisi Lomban digelar, baik itu masyarakat biasa atau nelayan turut tumpah ruah dalam kegembiraan dan menghabiskan waktu bersenang-senang di laut. Selain itu, ada juga lomba menangkap bebek dan angsa yang dilepaskan ke tengah laut. Kemudian ada lomba mengambil barang yang dilempar dari perahu.
-
Bagaimana warga Klaten dalam merayakan tradisi Sadranan? Kirab budaya dimulai dari rumah salah seorang warga dengan mengarak dua buah gunungan setinggi 1 meter. Gunungan-gunungan itu berisi sayuran dan jajanan pasar. Selain itu, warga juga membawa 70 tenongan atau wadah bambu yang berisi buah-buahan. Mereka kemudian berjalan kaki menuju kompleks pemakaman setempat. Setelah berdoa bersama, ratusan warga saling berebut gunungan dan tenongan.
-
Bagaimana upaya Kutai Timur untuk melestarikan budayanya? Di beberapa desa dan kawasan, ada yang masih menerapkan norma-norma adat. Kami mengedepankan pendekatan itu untuk mengatasi berbagai persoalan, sekaligus ikut melestarikan budayanya," kata Kasmidi.
Sejak dulu, Mendu sudah populer dan sudah berkembang sampai luar daerah asalnya sebagai panggung hiburan yang identik dengan acara hajatan pernikahan ataupun sunatan. Pertunjukan tersebut menjadi salah satu hiburan yang digemari masyarakat sekitar, sehingga mereka rela berdiri lama-lama untuk menonton.
Asal Muasal Mendu
Mengutip situs warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Mendu berasal dari Dusun Malakian, sebuah dusun kecil di Desa Sengkubang, Kecamatan Pontianak Hilir, Kabupaten Pontianak. Kesenian ini pertama kali muncul pada tahun 1871 oleh tiga orang remaja dari Mempawah.
Sejak ketiga remaja tersebut mempertunjukkan Mendu, lama-lama kesenian ini berkembang dan mulai dilanjutkan dari anaknya. Benar saja, Mendu sudah berkembang sampai ke Kalimantan Timur bahkan ke Brunei Darussalam.
Kesenian ini cukup populer, karena anak-anak muda berlatih keras untuk menguasai peran sebagai raja, pahlawan atau pendekar. Masing-masing peran memiliki rasa bangga tersendiri bagi siapa yang memainkannya. Terlebih, jika pemain Mendu tampil dengan pantun dan memesona.
Mendu merupakan kesenian rakyat sejenis teater tradisional yang berisi lakon-lakon tertentu, seperti dongeng, legenda, hikayat 1.001 malam ataupun cerita lama yang tidak menyinggung kehidupan sehari-hari masyarakat secara langsung
- Intip Uniknya Randai, Pertunjukan Teater Tradisional Asal Minang Kaya Unsur Budaya
- Ternyata Begini Pertunjukan Komedi Ala Warga Baduy, Tubuh Komedian Bergerak Spontan Ikuti Suara Kendang
- Serunya Bermain Mancik-Mancik, Petak Umpet Ala Anak Minang yang Kini Mulai Dilupakan
- Tuntut Keadilan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan, Aksi Teatrikal Seniman Ini Curi Perhatian
Tidak Menggunakan Skenario Utuh
Sebagian besar seni pertunjukan pastinya memerlukan skenario bagi para penampil agar berjalan sesuai alur cerita. Namun, berbeda dengan Mendu yang tidak menggunakan skenario secara utuh dan pemain dituntut untuk bisa improvisasi dan spontan.
Pementasan Mendu tidak memerlukan panggung yang besar dan megah, cukup menggunakan dekorasi sederhana dan ditampilkan di balai desa, ruang kelas, ataupun kantor Kepala Desa. Pertunjukan Mendu yang lazimnya meramaikan hajatan perkawinan dan sunatan dilakukan malam hari, sehingga memerlukan penerangan yang baik.
Ditampilkan pada Acara Hajatan
Mendu sangat dekat dan identik dengan acara hajatan perkawinan atau sunatan. Hal ini dikarenakan banyak penonton yang hadir sekaligus tamu undangan pada acara tersebut. Untuk menyaksikan pementasan ini, para penonton bisa duduk maupun berdiri mengitari panggung.
Pada umumnya, Mendu menampilkan nyanyian yang diiringi dengan alat musik tabuhan sederhana, kemudian dipadu dengan gerakan tari dan silat. Salah satu bagian khas dari kesenian ini ada pada nyanyian yang disebut Berladon.
Berladon berisikan pantun-pantun yang dipadu dengan nyanyian lalu disampaikan dari satu pemain ke pemain lainnya lalu saling berbalasan. Pada bagian ini menjadi yang menarik karena kelucuan dan sindiran. Lalu, dari segi percakapannya juga tidak lepas dari nasihat, akhlak, hingga pendidikan.
Mendu bukan hanya berfungsi sebagai sarana edukasi dan hiburan, melainkan juga bagian dari budaya Indonesia yang harus dilestarikan dan diwariskan secara turun-temurun. Sejak tahun 2010, Mendu sudah terdaftar di Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.