Mengenal Pustaha Laklak, Karya Tulis Warisan Leluhur Suku Batak
Pustaha Laklak adalah kitab-kitab kuno yang ditulis pada kulit kayu oleh nenek moyang suku Batak.
Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Nusantara yang kaya akan budaya, salah satunya adalah budaya karya tulis. Tradisi menulis ini telah diwariskan oleh nenek moyang mereka dengan nama Pustaha Laklak.
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Pustaha Laklak adalah kitab-kitab kuno yang ditulis pada kulit kayu. Kata 'pustaha' adaptasi dari kata 'pustaka' yang berasal dari Bahasa Sanskerta.
-
Apa itu Surat Batak? Aksara Batak ini biasa disebut dengan Surat Batak atau Surat na Sampulu Sia yang artinya kesembilan belas huruf atau bisa juga disebut Si Sia-sia.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diduga berselingkuh dalam berita tersebut? Tersandung Dugaan Selingkuh, Ini Potret Gunawan Dwi Cahyo Suami Okie Agustina Gunawan Dwi Cahyo suami Okie Agustina kini sedang menjadi sorotan usai foto diduga dirinya menyebar di sosial media.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Bagaimana pernyataan tersebut dibantah? Seorang dokter kulit di negara bagian Maryland, AS yang berspesialisasi dalam terapi cahaya untuk penyakit kulit membantah klaim kacamata hitam yang dikaitkan dengan kanker."Apakah kacamata hitam yang menghalangi sinar UV bersifat melindungi? Ya. Apakah ada bukti bahwa memakai kacamata hitam berbahaya bagi kesehatan mata atau kulit? Tidak," dikutip dari AFP.
Terdapat lima jenis karya tulis yang ditinggalkan oleh nenek moyang suku Batak, di antaranya Aksara Toba, Aksara Karo, Aksara Mandailing, Aksara Dairi, dan Aksara Simalungun. Peninggalan karya tulis tersebut menjadi acuan penulisan karya tulis Pustaka Laklak.
Media Penulisan Pustaha Laklak
Penulisan naskah Pustaha Laklak menggunakan tiga jenis bahan, kulit kayu (laklak), bambu, dan tanduk kerbau. Isi tulisan dari ketiga bahan tersebut hanya menuliskan hal-hal khusus dengan kalimat singkat.
Selain itu, sebagai sarana penyimpan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Para datu menggunakan media berupa kulit kayu yang dilipat untuk memuat tulisan sebanyak mungkin.
Dilansir dari indonesia.go.id, naskah Pustaha Laklak juga berisikan tulisan ilmu putih dan ilmu hitam. Ilmu hitam yang ada pada naskah seperti pangulubalang, tunggal panaluan, pamanu tanduk, gadam.
Sedangkan ilmu putih seperti penolak balak dan pagar juga ilmu nujum seperti meramal dengan menggunakan tanda-tanda binatang. Yang tidak kalah menariknya adalah rahasia pengobatan tradisional menggunakan ramuan tanaman rempah-rempah.
Keberadaan Pustaha Laklak Sekarang
Saat ini Pustaha Laklak masih tersimpan baik di beberapa keluarga Batak, dan sudah dianggap sebagai warisan turun temurun.
Di Kota Medan, karya tulis ini masih bisa dijumpai sebagai koleksi Museum Negeri Sumatera Utara. Selain itu, benda ini masih bagian koleksi di beberapa museum di Indonesia dan Eropa seperti Belanda dan Jerman.
Deskripsi Tentang Kemaritiman
Melansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, terdapat beberapa hal yang diketahui dari Pustaha Laklak berkaitan dengan kemaritiman, dan dunia perairan.
Parau
Parau atau perahu dalam Pustaha Laklak tidak hanya ditulis menggunakan tinta berwarna hitam, tetapi terdapat gambar empat orang penumpang yang ikut berlayar. Penggambaran perahu begitu jelas pada bagian buritan dan depan kapal.
Kata 'perahu' juga dijumpai pada Pustaha Laklak yang ada di perpustakaan Leiden University Belanda. Pustaha Laklak yang dimaksud tentang desa marga Lontung. Memiliki rumah beratapkan kecil terbuat dari anyaman pandan, memiliki perahu yang terbuat dari batang pohon, ada kumbang hitam pengerat kayu, dan ada burung nanggarjati.
Dalam Pustaha Laklak juga memperlihatkan rumah berbanjar di hulu, beratap kecil dan terbuat dari anyaman pandan, ada berperahu yang besar, menggunakan ikat kepala yang dililitkan di kepala.
Dengke atau ihan (ikan)
Dengke atau ihan ternyata sebagai salah satu syarat yang harus disiapkan untuk upacara. Ikan yang digunakan bukan ikan yang hidup, melainkan ikan yang mati di laut. Dalam adat Batak, ikan digunakan sebagai simbol yang biasa disebut dengke saur, ikan yang dibumbui dengan air limau, aek pangir, hunik (kunyit). Biasanya sebagai santapan dalam upacara adat. Hidangan ikan ini dimakan bersama-sama sebagai simbol agar keinginan dapat terwujud.
Boru Saniang Naga
Boru Saniang Naga dalam Pustaha Laklak sebagai seorang tokoh nenek moyang yang dianggap memiliki kemampuan untuk menenangkan air di danau atau menenangkan putaran air. Boru Saniang Naga juga dewa air, dan ia dipercaya oleh para nelayan sebagai penguasa yang berperan dalam mendapatkan ikan sebagai hasil tangkapan yang diharapkan.