Menilik Keunikan Rumah Tuo Rantau Panjang di Jambi, Dioles Rempah agar Tetap Kokoh
Rumah Tuo Rantau Panjang jadi salah satu warisan nenek moyang Jambi 700 tahun silam yang masih bisa disaksikan hingga sekarang.
Pernah melihat bagaimana bentuk bangunan tempat tinggal kuno berusia 700 tahun? Jawabannya ada di Rumah Tuo Rantau Panjang. Ini merupakan rumah adat masyarakat di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Bangunannya berbentuk panggung dengan tinggi tanah dengan lantai sekitar 3 meter. Bagian bawah dibiarkan kosong, dan hanya hamparan tanah saja. Masyarakat sekitar percaya jika rumah ini tak sekedar sebagai tempat tinggal karena memiliki filosofi tersendiri.
-
Bagaimana bentuk rumah adat Julang Ngapak di Kampung Sempurmayung? Secara filosofis, Julang Ngapak menggambarkan bentuk atap yang menyerupai seekor burung yang tengah mengepakkan sayapnya. Bentuk atapnya tampak melebar, dengan bagian dengan dan belakangnya memiliki motif berbentu “X” sebagai gambaran dari kepala dan ekor burung.
-
Apa itu Rumah Panjai? Secara tradisional, mereka tinggal di sebuah rumah kayu yang bentuknya memanjang. Mereka menyebutnya rumah panjai atau betang.
-
Apa itu teras rumah klasik Jawa? Desain teras rumah klasik Jawa memiliki pesona unik yang menggabungkan keindahan estetika dengan kenyamanan fungsional. Menggunakan material alami yang ramah lingkungan, desain ini menonjolkan elemen seperti ukiran kayu yang rumit, tata letak simetris, dan pemanfaatan ruang terbuka yang efisien. Kombinasi ini menciptakan kesan harmonis dan alami yang sulit ditandingi oleh desain modern lainnya.
-
Di mana lokasi lahan dan ruko yang dieksekusi di Jambi? Kericuhan terjadi saat eksekusi lahan 1 hektare dan ruko enam pintu di Jalan Baru, Payo Selincah, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi, Senin (18/12).
-
Di mana rumah tradisional Uma berada? Salah satu rumah tradisional unik berada di Mentawai, Sumatra Barat.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari Museum Rumah Adat Baanjuang? Tempat ini sangatlah berbeda dari museum lainnya, karena di sini masih sangat kental dengan suasana tradisional. Bentuk bangunannya pun layaknya rumah adat khas Minangkabau.
Menurut kabar, salah satu Rumah Tuo Rantau Panjang di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Tabir usianya sudah mencapai 700 tahun. Diperkirakan, pemilik awal mendirikannya pada 1330 silam.
Dibocorkan warga setempat, salah satu cara merawat bangunan agar tahan lama seperti rumah adat tersebut adalah dengan dioleskan rempah. Ini yang kemudian membuat bangunan itu tak pernah diganti bahan bangunannya sejak awal, bahkan mampu tahan dari guncangan gempa.
Kehadiran Rumah Tuo Rantau Panjang jadi salah satu warisan nenek moyang Jambi yang masih bisa disaksikan hingga sekarang. Yuk intip eksotismenya.
Terbuat dari Kayu, Tanpa Dipaku
Mengutip meranginkab.go.id, pembangunan rumah di masa lampau masih dilakukan dengan basis kearifan lokal. Para nenek moyang benar-benar memperhitungkan bagaimana bangunan bisa berdiri dengan kokoh, dan tidak termakan zaman.
Bahkan yang menarik, struktur dari rumah ini tidak menggunakan unsur paku maupun baut sama sekali untuk perekatnya. Mereka hanya menyusun kayu yang diberi lubang untuk disusun atau yang biasa dikenal sebagai metode kayu sendi.
- Sidak Rumah Mewah Rizki dan Ridho, Andre Taulany Bengong di Dalamnya Ada Mesin Jahit Jadul 'Aduh di Rumah Nenek Gue Masih Ada'
- Pesan Terakhir pada Kasus Penemuan Kerangka di Bandung: Aku Bawa Sampai Mati Semua Janji Manismu
- Menelusuri Rumah Dinas Danrem Pernah Ditempati Jenderal Besar Soeharto, Ada Terowongan Rahasia
- Bikin Merinding! Ribuan Ulat Bulu Serbu Rumah Warga
Itulah mengapa, rumah ini bisa fleksibel mengikuti getaran bumi saat terjadi gempa sehingga baik dinding sampai atapnya tidak akan runtuh.
Pintu Dibuat Sangat Kecil
Di masa silam, rumah ini menggunakan atap dari ijuk kering. Namun seiring berkembangnya zaman, ijuk sulit ditemukan sehingga untuk menyiasati atap, warga setempat akhirnya mengganti pelindung bagian atas dengan seng. Seng, juga memiliki fungsi yang sama dengan atap yakni untuk melindungi dari panas dan hujan.
Desain rumah sendiri dibuat senada yakni dengan warna cat cokelat terang, dan membaginya dengan beberapa ruangan. Yang unik adalah pintu masuknya yang dibuat kecil, sehingga siapapun yang masuk harus menunduk.
Menunduk sendiri menjad simbol kesopanan, rumah menjadi tempat paling pribadi dari seseorang. Sehingga jika ingin memasukinya, perlu etika dan sopan santun sebagai budaya menghargai izin dari sang pemilik.
Ruangan yang Ada Memiliki Fungsi Khusus
Meski terkesan lebar, namun rumah tersebut memiliki beberapa ruangan dengan klasifikasi khusus. Dalam satu unitnya terdapat tiga ruangan bagi pemilik yang menempatinya.
Ruang pertama, biasa digunakan sebagai ruang pertemuan. Kemudian ada tiga bagian lantai, seperti untuk ulama yang datang berkunjung, kemudian lantai tengah untuk keluarga dan lantai lorong untuk para pekerja.
Sedangkan untuk ruang kedua, biasanya dijadikan sebagai kamar tidur, dan ruang ketiga untuk dapur. Seluruh lantainya memakai kayu yang dilapisi tikar tradisional di beberapa ruangannya.
Gunakan Rempah agar Tahan Lama
Usia 700 tahun bukan waktu yang singkat bagi sebuah rumah. Cuaca dan udara menjadi tantangan, agar bangunan bisa tetap berdiri kokoh. Agar rumah tersebut bisa tahan lama, warga sekitar mewarisi cara merawat turun temurun yakni dengan menggunakan rempah.
Iskandar, salah satu warga Desa Rantau Panjang yang memiliki rumah tersebut mengatakan bahwa ia hanya merawat rumahnya dengan mengoleskan cairan rempah. Campurannya terdiri dari tembakau, cengkeh dan daun pisang tua.
Bahan-bahan tersebut kemudian dihancurkan dan diseduh dengan air panas. Hasilnya akan berwarna hitam pekat dan inilah yang dioles ke kayu-kayu di rumah tersebut.
“Kalau rempah ini dioleskannya hanya empat atau lima bulan sekali saja,” kata Iskandar, mengutip Youtube Kemenparekraf, Senin (16/9).
Jadi Museum
Saat ini, rumah milik Iskandar juga dijadikan sebagai museum dengan menyimpan berbagai benda peninggalan Suku Batin. Suku tersebut merupakan warga asli Merangin yang hidup dengan menjunjung tinggi adat istiadat.
Iskandar diketahui merupakan generasi ke-14 yang meneruskan pelestarian rumah adat tersebut. Bagi yang tertarik, rumah adat ini terbuka untuk umum dengan keramahan sang pemilik serta warga sekitar.