Orang Tua Beda Pilihan Kades, Siswa SD di Taput Ini Dipaksa Turun Kelas hingga Trauma
Dua siswa Sekolah Dasar di SDN 173377, Tapanuli Utara, Sumatra Utara, dipaksa turun kelas diduga hanya karena orang tua punya pilihan berbeda dalam Pilkades.
Nasib pilu dialami oleh dua orang siswa Sekolah Dasar (SD) di Tapanuli Utara (Taput), Sumatra Utara (Sumut). Keduanya diduga menjadi korban politik dalam perhelatan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang dilaksanakan serentak di 200 desa se-Taput.
Dua siswa tersebut yakni R (12) dan W (10), yang merupakan siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Taput.
-
Pilkada itu apa sih? Pilkada artinya Pemilihan Kepala Daerah, Berikut Tahapannya Pilkada artinya proses pemilihan umum di Indonesia yang dilakukan untuk memilih kepala daerah.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada merupakan singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah. Pilkada dilakukan untuk memilih calon kepala daerah oleh penduduk di daerah administratif setempat yang memenuhi persyaratan.
R dan W dipaksa untuk turun kelas, diduga hanya karena orang tua mereka tidak memilih suami sang kepala sekolah di Pilkades mendatang. Akhirnya mereka dipaksa turun kelas menjadi kelas II.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk di bangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebut Direktur LBH Sekolah Jakarta, Roder Nababan pada Kamis (11/11).
Tak hanya turun kelas, R dan W juga sering mendapat ancaman dan intimidasi dari kepala sekolah untuk pindah sekolah.
"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orangtua muridnya," tambah Roder, dilansir dari Antara.
Kabarnya, peristiwa ini sampai membuat dua siswa tersebut mengalami trauma.
Tanggapan Kepala Dinas Pendidikan
Terkait hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit mengatakan, pihaknya sudah memanggil Kepala Sekolah SDN 173377 yang berinisial JS tersebut. Bontor menyebut, JS menurunkan dua siswa tersebut ke kelas II dengan alasan kedua siswa itu belum fasih membaca.
"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," ujar Bontor.
Ia juga mengatakan, seorang kepala sekolah juga tidak dimungkinkan melakukan tindakan tersebut, apalagi menurun kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II.
"Kalau dapodiknya itu tetap, kelas VI dan kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II," terangnya.
Dilaporkan ke Polda Sumut
Dan ternyata, selain kepala sekolah, JS saat ini juga menjabat sebagai Plt Kepala Desa tersebut. Namun hal ini tidak dipermasalahkan karena memang dibenarkan oleh aturan yang ada.
"Sesuai Peraturan Bupati, memang ketika ada jabatan, semisal jabatan kepala desa yang kosong diisi oleh penjabat yang bersumber dari PNS yang ada di wilayah itu demi pelayanan masyarakat," jelas Bontor.
Meski begitu, kasus ini saat ini telah dilaporkan ke Unit I Polda Sumut atas tindak pidana pengancaman terhadap anak sesuai Undang-undang nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Hal ini karena, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua siswa ini telah mengalami trauma mendalam lantaran harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir.