Bukan Singa, Predator Ini Justru Paling Berbahaya dan Ditakuti
Dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, kebanyakan spesies bereaksi jauh lebih takut dengan suara ini.
Hewan dengan cakar tajam, otot yang terlihat, mata yang tajam, gerak-gerik lincah, memiliki taring, serta rahang yang kokoh, jelas bukanlah predator yang ingin diganggu oleh kawanan lainnya.
Michael Clinchy, ahli biologi konservasi dari Universitas Western mengatakan, “Singa adalah predator darat pemburu kelompok terbesar di planet ini, dan karenanya seharusnya menjadi yang paling menakutkan,”
-
Bagaimana sigung melindungi diri dari predator? Sigung umumnya menyemprotkan cairan berbau tidak sedap dari kelenjar di dekat pangkal ekornya untuk melindungi diri dari predator.
-
Kapan ikan predator dengan taring itu hidup? Hewan purba ini hidup 380 juta tahun yang lalu pada zaman Devonian pertengahan, ketika terjadi penurunan oksigen di atmosfer, yang mungkin juga menjelaskan mengapa ikan ini dapat menghirup udara serta menggunakan pernapasan insang.
-
Bagaimana ikan predator dengan taring itu bernapas? “Struktur spiral ini diperkirakan memfasilitasi pernapasan udara di permukaan, dan ikan bichir Afrika modern memiliki struktur serupa untuk menghirup udara di permukaan air.
-
Apa ciri khas ikan predator dengan taring? Ikan ini bersirip lobus yang bersenjatakan taring besar dan sisik bertulang.
-
Di mana ikan predator dengan taring itu ditemukan? Spesies baru ini ditemukan di Sungai Finke (Larapinta), yang dianggap sebagai salah satu sungai tertua di dunia.
-
Bagaimana singa berburu mangsa? Mereka cenderung berburu dengan cara mengejar mangsa dari jarak jauh dan melompat langsung ke arahnya.
Tetapi, siapa sangka? justru dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, kebanyakan spesies bereaksi jauh lebih takut dengan suara yang sama sekali berbeda, yakni manusia. Ibaratnya, kita adalah monster yang tersembunyi di bawah tempat tidur mamalia lain.
“Ada anggapan bahwa hewan akan terbiasa dengan manusia jika tidak diburu. Namun, kami telah menunjukkan bahwa itu tidak benar” kata Clinchy, dikutip dari ScienceAlert, Selasa (5/11).
Percobaan dilakukan oleh Liana Zanette ahli ekologi Universitas Western dan rekannya dengan memutar vokalisasi dan suara kepada hewan di luang air di Taman Nasional Kruger Raya Afrika Selatan.
Para peneliti ini menyiarkan suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, juga suara perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan suara tembakan. Mereka juga memutar suara singa yang berkomunikasi satu sama lain.
“Hal terpenting adalah bahwa vokalisasi singa itu berupa geraman, seolah-olah seperti ‘berbicara’, bukan saling mengaum,” kata Clichy.
- Detik-Detik Ikan Raksasa 'Ngamuk' saat Ditangkap, Petugas Kewalahan Sampai Terluka lalu Dilarikan ke RS
- Predator Penculik Siswi SD di Tangsel Ditahan dan Disangkakan Pasal Berlapis, Ditambah 1/3 Masa Kurungan
- 8 Hewan yang Punya Senjata Bau Busuk untuk Hindari Predator
- Predator Seks Perkosa 5 Anak Dalam 1 Tahun, Korban Diberi Rp60 Ribu
Ia juga menambahkan, “Dengan begitu, vokalisasi singa secara langsung dapat dibandingkan dengan manusia yang berbicara dalam sebuah percakapan.”
Namun, ternyata tidak semua subjek percobaan menghasilkan apa yang diharapkan.
“Suatu malam, rekaman singa (yang disiarkan) membuat gajah begitu marah hingga ia menyerang dan menghancurkan semuanya,” kata Zanette.
Hampir semua dari 19 spesies mamalia yang diamati menunjukkan kecenderungan dua kali lebih besar untuk menjauh dari lubang air ketika mendengar suara manusia dibandingkan dengan suara singa atau bahkan suara perburuan. Spesies tersebut termasuk badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan, beberapa di antaranya bisa menjadi ancaman bagi manusia.
Namun, rasa takut terhadap hewan-hewan ini jarang menghentikan kita untuk mengendalikan nasib mereka. Dari menaklukan mamut raksasa di masa lalu hingga menghadapi “dinosaurus modern” yang berbahaya, manusia akan terus menghadapi berbagai tantangan alam.
Sebagai hewan yang paling mematikan di planet ini sekaligus pendorong utama evolusi, manusia seperti telah memenangkan setiap ketakutan yang berhasil ditanamkan pada makhluk lain di sekitar kita. Dalam makalah, tim menjelaskan bahwa yang paling menakutkan adalah vokalisasi manusia.
“Yang menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya yang sebenarnya, sedangkan gangguan terkait seperti gonggongan anjing hanyalah bentuk pengganti yang lebih kecil," jelas dia.
Mengingat betapa banyaknya manusia sekarang, bagi para hewan melarikan diri dari manusia hanya akan menjadi situasi sementara. Hal ini juga tidak baik bagi populasi spesies sabana yang sudah berkurang seperti jerapah. Tim penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa rasa takut yang berkelanjutan bisa mengurangi populasi hewan buruan dari generasi ke generasi.
Namun, ahli biologi konservasi bisa memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk membantu spesies yang ada. Dengan memainkan percakapan manusia di daerah yang diketahui mengalami perburuan liar di Afrika Selatan, mereka berharap dapat menjauhkan badak putih selatan yang terancam punah dengan aman.
“Saya pikir meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana adalah bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia,” kata Zanette.
“Tidak hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal penting. Namun, kehadiran kita di lanskap itu saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespon dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya.”
Reporter magang: Nadya Nur Aulia