Burung Prasejarah yang Menghilang Berabad-abad Ditemukan Kembali Bikin Geger Ilmuwan
Pernah dinyatakan hilang atau punah, namun tiba-tiba burung ini muncul membuat geger ilmuwan.
Seekor makhluk prasejarah unik yang telah dianggap punah kini kembali muncul setelah satu abad. Makhluk yang dianggap burung ini disebut Takahe. Di Selandia Baru, Takahe berkembang biak tanpa ditemani mamalia darat. Jenis burung ini tidak bisa terbang dan memiliki tinggi sekitar 50 sentimeter.
Menurut catatan, Takahe sudah menjadi bagian dari Aotearoa sejak zaman kuno, dimulai sejak era prasejarah Pleistosen, seperti yang ditunjukkan oleh sisa-sisa fosil. Tumai Cassidy dari Ngai Tahu menggambarkan mereka, “Mereka tampak hampir seperti makhluk prasejarah.”
-
Kapan patung-patung perunggu itu ditemukan? Namun, baru bulan lalu, muncul pecahan kecil yang tidak teridentifikasi dari genangan lumpur dan air.
-
Kapan Gapura Sekar Putih dibangun? Namun, ide ini baru terealisasi setelah penetapan gemeente Mojokerto pada 1911.
-
Kapan Burung Enggang Gading dinyatakan punah? Burung Kuau Bergaris Ganda, bagian dari genus Argusianus, dikenal hanya melalui beberapa bulu yang ditemukan dan dikirim ke London untuk diteliti. Hingga kini, keberadaan burung ini tidak pernah terungkap di alam liar. Berdasarkan hasil penelitian, burung ini dinyatakan punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), menambah daftar panjang spesies Indonesia yang telah lenyap.
-
Di mana burung prasejarah ini ditemukan? Imparavis attenboroughi ditemukan di wilayah timur laut Tiongkok pada sekitar 120 juta tahun yang lalu atau pada masa Kapur Awal.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Di mana paus bungkuk dengan tulang punggung patah ditemukan? Gambar tragis seekor paus bungkuk terlihat di lepas pantai Baja California Sur, Meksiko, menggambarkan dampak serangan kapal dengan tulang punggung patah.
Bentuk tubuh mereka bulat sempurna dengan bulu berwarna biru kehijauan dan dua kaki panjang berwarna merah terang, menjadikan burung itu seperti Bumi versi mini. Di Selandia Baru, konservasi Takahe menunjukkan hasil luar biasa ketika burung yang sempat dinyatakan punah pada tahun 1898 ini kembali muncul.
Jumlah mereka berkurang akibat predator seperti kucing, musang, dan tikus. Namun, pada tahun 1948, mereka ditemukan kembali, dan sejak saat itu, populasinya terus bertambah.
Kini, jumlah Takahe telah mencapai 500 ekor dengan pertumbuhan sekitar 8 persen per tahun. Para pegiat konservasi mengambil langkah proaktif dengan mengumpulkan dan mengerami telur secara hati-hati, dengan tujuan melindungi telur dari pemangsa.
Saat telur menetas, pemberian makan dan perawatan juga dilakukan secara khusus. Para pekerja yang mengenakan boneka kaus kaki yang menyerupai paruh merah burung Takahe juga memiliki peran penting dalam proses ini.
Departemen Konservasi (DOC) secara bertahap memperkenalkan Takahe ke beberapa pulau suaka dan taman nasional terpilih. Untuk melindungi spesies ini, mereka juga memasang perangkap dan membasmi hama yang mengancam.
- Kabur dan Berisik saat Mau Dicuri, Hewan Ini Bikin Kawanan Pencuri Ternak Ditangkap Warga
- Sudah Berjam-Jam Kebakaran Gedung Bakamla RI Belum Padam, Ratusan Petugas Damkar Merapat
- Berseragam Lengkap, Jenderal Bintang Satu Panen Bawang Merah
- Awal Mula Kecurigaan Warga soal Pembunuh Bocah Tewas dalam Karung Mengarah ke Pria Tua Tetangga Korban
“Penangkapan cerpelai, musang, dan kucing liar telah menurunkan jumlah predator,” ujar Deidre Vercoe, yang mengawasi program pemulihan Takahe di DOC.
Menurutnya, mempertahankan jumlah predator yang sangat rendah adalah kunci. Dalam upaya memperluas populasi, dilansir dari GreekReporter, Kamis (14/11), sepasang burung Takahe dilepaskan ke lingkungan baru mereka. Bahkan, ada rencana untuk melepas sepuluh ekor burung Takahe muda pada awal tahun depan.
Dr. Vercoe, yang terlibat langsung dalam program ini, mengungkapkan optimisme dan kehati-hatiannya terhadap rencana tersebut. Namun, upaya ini juga dihadapkan pada tantangan. Menciptakan populasi baru bagi spesies asli di habitat alami mereka memerlukan waktu dan dedikasi.
Bagi masyarakat Maori, pelepasan burung Takahe ke lembah memiliki makna yang mendalam. Cassidy mengatakan, “Sangat penting bagi saya pribadi untuk melakukannya di tanah saya sendiri, mengingat tujuh generasi masyarakat kami yang berjuang untuk mendapatkan kembali hak-hak dan tanah kami.”
Menurut leluhur Ngai Tahu, Takahe sangat berharga karena bulunya dikumpulkan dan ditenun menjadi jubah indah. Penurunan populasi Takahe liar bahkan bertepatan dengan hilangnya sebagian besar tanah suku mereka akibat penyitaan, penjualan, dan pencurian.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia