Deepfake Tak Bisa Dihentikan, Teknologi Paling Berbahaya Saat Ini?
Deepfake Tak Bisa Dihentikan, Teknologi Paling Berbahaya Saat Ini?
Konten berbasis deepfake, atau pengubah wajah berbasis kecerdasan buatan, kini makin banyak beredar.
Terbukti dari viralnya berbagai konten tersebut, mulai dari klip Barack Obama yang 'didubbing' oleh komedian Jordan Peele, Jon Snow dari Game of Thrones yang meminta maaf soal ending Season 8 acara televisi tersebut, hingga video Mark Zuckerberg yang mengajak penonton membayangkan bagaimana kalau ia menguasai dunia.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Mengapa video di Youtube yang menampilkan Erick Thohir dan DPR RI dikatakan Hoaks? Dari awal hingga akhir video tidak ada pembahasan soal Erick Thohir dan DPR sepakat untuk membongkar kasus-kasus dari Presiden jOkowi. Sehingga narasi tersebut adalah hoaks dan tidak dapat dibuktikan.
-
Mengapa video tentang Mahfud MD dan DPR disebut hoaks? Video yang mengeklaim Mahfud dan DPR bongkar kebusukan hakim di Pilpres adalah hoaks karena narasi yang disampaikan dalam video tidak relevan dengan judul video.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Gatotkaca dari Sukoharjo melawan hoaks? Danar mengatakan, tempat paling tepat untuk menanyakan kebenaran terkait berita yang mereka peroleh adalah tempat di mana mereka menuntut ilmu, seperti melakukan diskusi atau sharing dengan guru terkait berita yang mereka dapatkan.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
Memang, semua ini nampak sebagai konten hiburan semata dan tidak berbahaya. Namun, perhatian soal bagaimana mudahnya sebuah video dimanipulasi lewat kecerdasan buatan jadi masalah yang serius. Dalam kasus ekstrem, informasi yang salah bisa merusak reputasi seseorang.
Buruknya, teknologi ini tak bisa dibendung dan akan makin marak. Bahkan, kita tak bisa berbuat apa-apa akan hal ini.
"Dari sudut pandang teknologi, kita tak bisa berbuat apa-apa," ungkap Ali Farhadi, senior riset manager dari Allen Institute for Artificial Intellegence. "Teknologinya sudah ada, dan orang-orang bisa menggunakannya dengan berbagai cara yang ia bisa," lanjutnya.
Tak bisa dimungkiri, deepfake adalah teknologi paling berbahaya saat ini. Hal ini mengingat kekuatannya untuk memanipulasi informasi dari platform yang nampak masuk akal.
Sulit Dibendung
Disebut, hampir tidak mungkin untuk mencegah sebuah video deepfake dibuat. Lebih lanjut, tidak ada cara pula untuk mencegah sebuah video deepfake untuk menyebar di media sosial dan platform lainnya.
Bahkan, memblokir teknologi ini bukanlah solusi. Pasalnya, permasalahan deepfake bukanlah teknologinya, namun penggunaannya.
"Informasi yang salah masih bisa muncul meski videonya 100 persen benar, jadi, perhatiannya adalah soal informasi yang salah, bukan teknologi yang membuat video tersebut ada," ungkap Maneesh Agrawala, profesor ilmu komputer dan direktur dari Brown Institute for Media Innovation di Stanford University, melansir Tech Insider.
Mencegah Informasi Keliru
Pertanyaannya makin mengerucut menjadi apa yang bisa dilakukan untuk mencegah deepfake digunakan dengan cara yang berbahaya, seperti menyebarkan informasi salah bermodal video politisi ataupun orang penting yang seharusnya tak berdosa?
Profesor Agrawala menyebut ada dua pendekatan. Pertama adalah sebuah solusi teknologi yang dapat mendeteksi apakah sebuah video itu asli atau editan deepfake. Kedua, sebuah hukum pidana untuk mereka yang terbukti menyalahgunakan deepfake untuk menyebar informasi yang keliru.
Sang profesor sendiri bersama beberapa ilmuwan dari Stanford, Max Planck Institute, Princeton University, dan juga Adobe Research, telah mengembangkan algoritma yang dapat mendeteksi video deepfake dan dapat menyuntingnya melalui teks.
Hal ini juga diamini oleh Farhadi, di mana penggunaan algoritma pendeteksi deepfake adalah cara paling efisien untuk mengatasi penyalahgunaan deepfake.
Kendala sendiri datang dari dua solusi tersebut. Sean Gourley, founder dari firma pembelajaran mesin Primer AI, menyebut bahwa teknologi deepfake makin lama akan makin canggih, dan algoritma akan makin sulit mendeteksi mana video asli, mana video editan deepfake.
Masalah lain datang dari adanya hukum, di mana seringkali untuk menempuh jalur hukum adalah sesuatu yang menghabiskan banyak waktu. Sementara persebaran informasi palsu tidak terdeteksi dan jumlah orang yang terpapar informasi salah tersebut bisa jadi sudah sangat banyak.
(mdk/idc)