Lengan Robot Ini Mampu Dikontrol Otak, Begini Cara Kerjanya
Perkembangan teknologi brain-computer interface (BCI) yang memungkinkan manusia mengontrol mesin menggunakan otak. Kini ada inovasi baru terkait BCI atau antarmuka otak yaitu lengan robot yang mampu memahami sinyal otak tanpa perlu masukan dari pasien.
Perkembangan teknologi brain-computer interface (BCI) yang memungkinkan manusia mengontrol mesin menggunakan otak. Kini ada inovasi baru terkait BCI atau antarmuka otak yaitu lengan robot yang mampu memahami sinyal otak tanpa perlu masukan dari pasien.
Algoritma pembelajaran mesin dan antarmuka otak digabungkan untuk menciptakan sarana yang membantu pasien tetraplegia (mereka yang tidak bisa menggerakkan tubuh bagian atas atau bawah) agar bisa berinteraksi dengan dunia.
-
Apa yang dilakukan robot ini? Selain mengemudikan robot, implan otak dapat membantunya menghindari rintangan, melacak target, dan mengatur penggunaan lengannya untuk menggenggam sesuatu.
-
Bagaimana robot ini dikendalikan? Sel induk yang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari otak manusia digunakan untuk mengembangkan robot ini.
-
Bagaimana robot itu 'bunuh diri'? Penduduk setempat bahkan mengatakan robot itu melompat ke bawah. Meskipun alasan perilaku robot tidak diketahui, hal ini sedang diselidiki.
-
Bagaimana robot gajah itu bergerak? Meskipun hanya merupakan replika mekanis, Mechanical El mampu menampilkan gerakan yang menyerupai gerakan gajah sungguhan, mulai dari langkah-langkah lamban hingga gerakan kepala yang realistis.
-
Siapa yang mengembangkan robot ini? Para peneliti di Universitas Tianjin di Tiongkok telah menciptakan robot yang dikendalikan oleh sel otak manusia.
-
Apa yang membuat robot bisa berjalan seperti manusia? Analisis intensif terhadap sirkuit saraf ini, khususnya yang mengendalikan otot-otot pada fase mengayun kaki, mengungkap elemen penting dari strategi efiisiensi energi.
Dilansir dari ScienceFocus, Selasa (14/3) penelitian ini berhasil diselesaikan oleh para peneliti Swiss Federal Institute of Technology Lausanne (EPFL). Sebelumnya, Profesor Aude Billard, kepala Laboratorium Algoritma dan Sistem Pembelajaran EPFL dan José del R. Millán telah bekerja sama untuk membuat program komputer yang dapat mengontrol robot menggunakan sinyal listrik dari otak pasien.
Mereka menggunakan teknologi machine-learning untuk membaca sinyal dari otak pasien dan diterjemahkan ke dalam artikulasi lengan robot. Algoritma menerjemahkan sinyal otak saat pasien melihat kesalahan, menyimpulkan secara otomatis ketika otak tidak menyukai tindakan tertentu.
Penelitian ini menggunakan lengan robot dan kaca sebagai bahan uji coba. Lengan akan bergerak menuju kaca dan otak pasien akan merespon apakah mereka merasa itu terlalu dekat atau terlalu jauh. Proses ini diulang sampai robot memahami rute optimal untuk preferensi individual pasien.
Melalui algoritma machine-learning yang digunakan dalam penelitian ini, robot dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang variabilitas untuk memprediksi sinyal otak dalam situasi tertentu. Misalnya, preferensi jarak ketika bergerak melewati gelas atau, dalam keadaan praktis, seberapa dekat pasien tetraplegia di kursi roda bersedia untuk sampai ke orang lain di jalan.
Di sinilah teknologi ini menonjol dari alat bantu disabilitas lain. Dengan membiarkan algoritma memahami sinyal dari otak pasien, ia dapat menafsirkan perasaan individu tersebut secara lebih akurat. Namun, ini membutuhkan konsistensi dari waktu ke waktu agar deteksi terbukti signifikan secara statistik.
Reporter magang: Safira Tiur Margaretha
(mdk/faz)