Rp 560 T Bakal Dikeluarkan China Perkuat Keamanan Siber
Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China mengklaim telah mengeluarkan 'rancangan rencana aksi tiga tahun' untuk mengembangkan industri keamanan siber.
Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China mengklaim telah mengeluarkan 'rancangan rencana aksi tiga tahun' untuk mengembangkan industri keamanan siber.
Reuters, Selasa (13/7), melaporkan, sektor ini kemungkinan bernilai lebih dari 250 miliar yuan (USD38,6 miliar) atau sekitar Rp 560 triliun pada tahun 2023.
-
Siapa saja yang melakukan serangan hacker ke negara-negara tersebut? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Apa yang dilakukan para hacker terhadap toko penjara? Para peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
-
Kenapa negara-negara tersebut sering menjadi sasaran hacker? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
Draf tersebut muncul ketika otoritas China meningkatkan upaya untuk merancang peraturan dalam mengatur penyimpanan data, transfer data, dan privasi data pribadi dengan lebih baik.
Sepanjang akhir pekan kemarin, Administrasi Cyberspace China mengusulkan rancangan aturan yang menyerukan semua perusahaan teknologi dengan lebih dari 1 juta pengguna untuk menjalani tinjauan keamanan sebelum mendaftarkan diri ke luar negeri.
Berawal dari Penyelidikan Didi Chuxing
Peraturan itu mencuat setelah penyelidikan dari raksasa ride-hailing lokal Didi Chuxing yang diduga melanggar undang-undang privasi data.
Administrasi Cyberspace China bahkan telah memerintahkan semua toko aplikasi smartphone untuk berhenti menawarkan aplikasi Didi Chuxing setelah ditemukan mengumpulkan data pribadi pengguna secara ilegal.
Sumber: Liputan6.com
Reporter: Iskandar