Wanita Pemetik Daun Teh, Sosok Perkasa di Balik Segarnya Aroma Teh Kemuning
Teh menjadi ramuan dengan rasa dan aroma yang nikmat selama berabad-abad. Salah satunya Kebun Teh Kemuning, Karanganyar. Di balik ketenarannya, terdapat para buruh petik teh yang rela berjuang memanen daun teh di ketinggian. Mereka rela bergaji rendah hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mendaki bukit menuruni lembah, berbondong-bondong berjalan dan beriringan di antara pepohonan teh yang rindang. Mereka, buruh pemetik daun teh yang didominasi oleh wanita. Di pundak mereka semua beban panen daun teh begitu melimpah. Pohon teh tumbuh subur di lereng Gunung Lawu. Tidak lain ialah Perkebunan Teh Kemuning yang telah ada hampir 2 abad lamanya.
Di balik pesona keindahannya, terdapat para pemetik daun teh yang berjuang mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sehari bekerja, buruh pemetik daun teh mampu mengangkut hingga 50 kilogram daun dari kebun. Perjuangan mereka dihargai Rp 400 per kilogram untuk satu ikat daun teh. Beban kerja mereka tak sebanding dengan perjuangan yang penuh resiko.
-
Siapa yang pertama kali menemukan teh? Menurut legenda, teh pertama kali ditemukan lebih dari 4000 tahun yang lalu di Tiongkok oleh Kaisar Nun Shen.
-
Kapan Kebun Teh Panglejar mulai ditanami teh? Namun kopi yang ditanam di sini mengalami kemunduran yang cukup parah. Kemudian pada 1893 hingga 1911, kebun itu mulai ditanami tanaman teh.
-
Apa keunikan dari warung kerek Mantarena? Keharusan berteriak sendiri karena adanya jarak yang jauh, antara konsumen dan pemilik kedai yang terpisah aliran sungai. Para pemilik usaha kemudian menyediakan ember yang ditarik (kerek) dengan tali untuk kegiatan jual belinya. Aktivitas unik ini selanjutnya mulai dikenal luas masyarakat dengan sebutan warung kerek Mantarena.
-
Kapan Kaisar Cina menemukan teh? Sejarah teh dimulai dengan kejadian tak terduga pada tahun 2737 SM, ketika seorang Kaisar Cina menemukan daun jatuh ke dalam air yang sedang direbus, menciptakan minuman yang memukau dengan rasa dan manfaat kesehatannya.
-
Apa itu Padang Mangateh? Padang Mangateh merupakan hamparan padang rumput mirip savana yang menjadi sentra peternakan yang sudah ada sejak zaman kolonial.
-
Kenapa Padang Mangateh di bangun? Awalnya, fokus dari peternakan ini untuk hewan jenis kuda.
Bahaya selalu mengancam para pemetik daun teh di Kemuning. Terlebih mereka yang bekerja mayoritas lanjut usia. Jatuh terpeleset menjadi hal biasa bagi para buruh petik daun teh.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Lokasi perkebunan ini berada di Kelurahan Kemuning, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Tepat di lereng bagian barat Gunung Lawu. Para wanita pemetik daun teh selalu berusaha berangkat sepagi mungkin untuk menuju ke perkebunan. Hawa dingin sudah pasti menusuk tulang, terlebih jika cuaca sedang dilanda kabut pekat.
Dari kejauhan hanya kepala dan tangan mereka yang kelihatan. Di balik pepohonan teh, mereka memilah daun teh yang sudah layak petik. Kualitas udara di sini sangatlah bagus, segar dan jauh dari polusi. Sebagai penghuni ketinggian, hawa dingin bukanlah menjadi halangan bagi mereka.
Keringat bercucuran dari pelipis dahi. Kalori mereka terbakar dengan berjalan, menanjak, dan menuruni bukit. Mengumpulkan sedikit demi sedikit daun yang sudah dikumpulkan.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Saat memetik, sering kali mereka menggunakan sarung tangan. Menghindari ranting yang bisa saja melukai tangan. Selain itu juga dapat mengurangi resiko kapalan atau kulit tangan mereka menjadi keras. Di punggung mereka terikat keranjang untuk menampung sementara daun teh yang telah dipetik.
Daun teh inilah yang nantinya menjadi ladang rupiah bagi mereka. Satu ikat jaring daun teh ini memiliki berat kurang lebih 50 kilogram. Menyamai berat satu sak semen bahan bangunan. Bedanya, daun teh ini harus diangkat oleh para pemetik dan dihantarkan kepada pengepul.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Tubuh mereka membungkuk, terlihat jelas beban berat pada daun teh yang mereka petik. Tudung penutup kepala bahkan mereka pakai untuk menenteng daun teh yang berlebih. Dengan hati-hati mengantarkan lembaran daun berharga ini untuk dijadikan sesuap nasi.
Rata-rata wanita pemetik daun teh ini mampu memperoleh Rp 20 ribu untuk setiap 50 kilogramnya. Pemetik teh bukanlah menjadi pekerjaan idaman warga sekitar. Hanya merekalah yang buta aksara, dan lanjut usia yang bersedia menggeluti buruh petik daun teh ini.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Kebun teh seluas 437 hektare ini sebelumnya dikelola oleh berbagai pihak. Mulai dari kolonial Belanda, Keraton Mangkunegaran, hingga Militer Republik Indonesia. Kini Kebun Teh Kemuning dikelola oleh PT Rumpun Sari Kemuning yang berada di bawah perkebunan. Kebun Teh Kemuning juga menjadi lokasi wisata alam favorit. Disuguhkan panorama alam yang menakjubkan berlatar Gunung Lawu nan gagah menjulang.
Berbagai kedai teh terkenal juga turut meramaikan dan mempopulerkan teh Kemuning. Seduhan nikmat kaya manfaat ini berasal dari para wanita pejuang pemetik daun teh. Mereka rela mendaki dan menuruni bukit, dengan tumpukan daun teh yang menggunung dan upah mereka yang seadanya.
(mdk/Ibr)