Capres AS Bukan Cuma Harris & Trump, Ternyata Ada Sosok Kandidat Wanita Yahudi Anti Israel & Pendukung Palestina
Berikut sosok capres AS anti Israel dan pendukung Palestina dalam dalam Pilpres Amerika Serikat 2024.
Amerika Serikat kembali menggelar pesta demokrasi terbesarnya di tahun 2024 ini. Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat sendiri berlangsung pada Selasa (5/11) waktu setempat.
Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kandidat-kandidat Calon Presiden Amerika Serikat tersebut. Di antaranya adalah Kamala Harris dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik.
- Ahli Ungkap Arah Kebijakan Donald Trump di Timur Tengah dan Kemerdekaan Palestina Setelah Terpilih Jadi Presiden AS
- Donald Trump atau Kamala Harris Tidak Pro-Palestina, Pengamat Sebut Bantuan AS ke Israel Akan Tetap Mengalir
- Donald Trump Menang Pilpres, Reaksi Warga Arab Amerika di Luar Dugaan
- Dua Sisi dari Mata Uang yang Sama, Donald Trump dan Kamala Harris di Mata Warga Palestina
Namun, sebenarnya bukan hanya Harris dan Trump saja yang menjadi kandidat dalam Pilpres Amerika Serikat. Ada kandidat-kandidat dari partai lain maupun independen yang turut serta dalam Pilpres Amerika Serikat.
Salah satunya ada sosok kandidat wanita Yahudi yang ternyata anti Israel dan pendukung Palestina. Lantas siapakah dia?
Melansir dari berbagai sumber, Selasa (5/11), simak ulasan informasinya berikut ini.
Kandidat Presiden dari Partai Hijau
Salah satu kandidat Presiden Amerika Serikat, selain Harris dan Trump adalah Jill Stein. Ia merupakan kandidat dari Partai Hijau. Keberadaan Stein dalam bursa Calon Presiden Amerika Serikat memberikan angin segar, khususnya pembela kebebasan Palestina.
Bagaimana tidak, Stein sekali lagi maju sebagai kandidat presiden dalam upaya mengakhiri perang kejam yang akan dilakukan oleh Partai Demokrat dan Partai Republik. Apalagi mengetahui ancaman perang yang mendesak dan implikasinya yang lebih luas ini.
Mengingat, genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina di Gaza didanai oleh dolar pembayar pajak Amerika Serikat, seperti dilansir dari The Palestine Chronicle.
Kecamannya yang terus-menerus terhadap pemerintahan Joe Biden– Kamala Harris menggambarkan bahwa tidak semua orang Yahudi adalah Zionis dan tidak semua Zionis adalah Yahudi. Oleh karena itu, pembebasan Palestina adalah inti dari kampanye Stein untuk Manusia, Planet, dan Perdamaian.
Kampanye Stein ini kemudian mendapatkan dukungan yang signifikan di kalangan pemilih muslim Amerika yang anti-genosida. Melansir dari Quds News Network, sebuah jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengungkapkan adanya kesamaan statistik antara Stein dan Harris, dengan 42% pemilih Muslim mendukung Stein dan 41% mendukung Harris.
Meningkatnya dukungan di kalangan pemilih Muslim, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidaksetujuan Muslim Amerika terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Gaza ini mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi terhadap posisi kandidat arus utama mengenai genosida Israel di Gaza.
"Kami memiliki dua kandidat yang lebih jahat, tidak ada kejahatan yang lebih kecil. Kita berada pada titik kritis. Rasanya kami sekarang lebih dekat daripada sebelumnya," ujar Jill Stein.
Zionisme Biang Kerok Penderitaan Warga Palestina
Meskipun seorang Yahudi, Stein tidak lantas mendukung genosida yang dilakukan oleh Israel. Ia dengan keras justru membela Palestina untuk meraih kebebasannya.
Apalagi diketahui pasangan Stein sebagai cawapres adalah seorang Muslim, yang menambah kredibilitas advokasi Stein untuk pembebasan Palestina. Dalam wawancaranya dengan The Palestine Chronicle, Stein pun membeberkan perjuangan menentang genosida dan penjajahan yang dilakukan terhadap Palestina dan Gaza.
Ia mengatakan bahwa sungguh luar biasa melihat para penentang genosida dan pembela hak asasi manusia Palestina pada dasarnya adalah pembela kemanusiaan, dan mereka telah memperjelas bahwa ini bukanlah konflik agama.
Menurutnya, sejak awal ada Suara Yahudi Untuk Perdamaian (Jewish Voice For Peace) bersama para mahasiswa di kampus yang melakukan protes genosida Israel di Gaza. Di Universitas Columbia, terdapat komunitas besar Seder untuk Paskah (Seder for Passover) di perkemahan solidaritas Gaza.
Lebih lanjut, Stein menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi, Muslim, Kristen, ateis dan humanis sama-sama memiliki tujuan yang sama demi kemanusiaan. Sehingga, gagasan bahwa menentang genosida adalah antisemit, menurutnya adalah hal paling antisemit yang mungkin bisa dikatakan seseorang.
Menurutnya, persoalan di Palestina bukanlah konflik agama tapi biang kerok sesungguhnya adalah zionisme, yang merupakan ideologi politik yang pada dasarnya bertujuan untuk memindahkan orang-orang dari tanah mereka dan mengklaimnya.
"Sejak awal, ini tentang pembersihan etnis dan pembantaian yang dilakukan terhadap orang-orang Palestina bahkan sebelum Negara Israel didirikan," katanya.
Dia mengatakan, dunia telah mencapai konsensus mengenai cara mengatasi masalah tersebut. Termasuk keputusan Mahkamah Internasional, Dewan Keamanan PBB dan lain-lain. Masyarakat juga sudah sepakat dalam memahami apa yang perlu dilakukan.
"Kita perlu mematuhi hukum internasional dan hak asasi manusia, dan kita perlu mengakhiri tidak hanya genosida tetapi juga pendudukan serta sifat apartheid negara Zionis Israel," katanya.
Hamas Adalah Bentuk Perlawanan
Stein kemudian kembali ditanya. Kali ini soal Hamas.
Anda lahir tidak lama setelah Holocaust Nazi, jadi Anda ingat sebuah dunia di mana Israel sudah ada beberapa dekade sebelum Hamas ada. Seberapa penting sebenarnya Hamas dalam kekacauan di Palestina saat ini?
Menanggapi pertanyaan itu, Stein menyatakan Hamas hanyalah bentuk perlawanan terbaru. Menurutnya, pendudukan tanah warga Palestina oleh Israel bukanlah hal yang tidak sengaja dilakukan. Tapi dilakukan dengan cara menyiksa dan melakukan pemindahan paksa.
"Ini adalah cara hidup yang kejam dan penuh pembunuhan, jadi pendudukan akan menghasilkan perlawanan balik, seperti yang terjadi pada lembaga perbudakan. Itulah kenyataannya — orang mungkin tidak menyukainya, tetapi jika Anda tidak menyukainya, maka Anda harus memperbaiki akar penyebabnya," jelasnya.
Dia kemudian mencontohkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang muncul sebelum Hamas dan dicap teroris oleh Israel dan sekutunya. Karenanya dia menegaskan, munculnya Hamas dan organisasi perlawanan adalah bentuk perlawanan terhadap pendudukan dan pembersihan etnis.
Umat Kristen, Yahudi dan Muslim hidup bersama secara damai di Palestina yang bersejarah selama ribuan tahun. Masalah ini baru muncul setelah Zionis datang dari Eropa dan mulai menggusur warga Palestina.
"Umat Kristen, Yahudi, dan Muslim hidup berdampingan secara damai di Palestina selama ribuan tahun. Masalah ini tidak muncul hingga kaum Zionis datang dari Eropa dan pada dasarnya mulai menggusur warga Palestina," jelasnya.
Dia kembali menegaskan biang kerok dari masalah yang terjadi di Palestina adalah zionisme. Dia pun mengungkap, menurut arsip sejarah negara zionis, propaganda seputar Israel tidak benar. Sejarawan Israel memimpin dalam mengungkap materi ini dan fakta bahwa zionisme merupakan sistem penggusuran dan pembersihan etnis yang disengaja.
"Baik itu Hamas atau kelompok lain, akan ada perlawanan terhadap pendudukan dan pembersihan etnis, jadi mari kita singkirkan perlawanan itu dengan menyingkirkan pelanggaran mendasar hak asasi manusia yang menghasilkan pembelaan diri itu," katanya.
Tegaskan Tak Ada Penganiayaan terhadap Perempuan saat Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023
Stein menanggapi pertanyaan yang mengatakan bahwa dukungan tanpa kompromi terhadap pembebasan Palestina sama saja dengan memaafkan kekerasan seksual dan penindasan terhadap perempuan.
Ia menekankan bahwa hal tersebut sudah lama dibantah. Ia kembali menegaskan bahwa tidak ada bukti sama sekali yang mendukung pernyataan bahwa serangan 7 Oktober 2023 alias Banjir Al-Aqsa yang dilakukan Hamas ke Israel bagian selatan melibatkan penganiayaan sistematis terhadap perempuan atau pemerkosaan.
"Anda tahu, pelecehan terhadap perempuan benar-benar di luar kendali sekarang, di mana ribuan perempuan dan anak-anak dibantai di Gaza. Di situlah perempuan sebenarnya dianiaya dan dirusak, jadi menurut saya ini bukan tentang mencoba untuk mengabaikan kekerasan yang terjadi pada tanggal 7 Oktober," ujar Stein.
"Saya pikir mencoba untuk fokus secara sempit pada tanggal 7 Oktober adalah sebuah tindakan yang salah, dan orang-orang yang melakukan hal tersebut akan menutup mata terhadap situasi yang jauh lebih besar," tambahnya.
Mengirim Bantuan Militer ke Israel adalah Ilegal
Stein juga mendapatkan pertanyaan berkaitan dengan pernyataan yang pernah dilontarkannya. Di mana, Ia mengatakan bahwa Amerika Serikat dapat mengakhiri serangan gencar Israel dalam sekejap mata.
Stein pun ditanya bagaimana dirinya bisa menghentikan operasi aktif yang dibantu oleh banyak politisi ini.
"Untunglah rakyat Amerika menentang hal ini dalam jumlah besar. Bahwa genosida ini dilakukan oleh pemimpin kolonial kita yang menyesatkan dan bertentangan dengan keinginan dan niat rakyat Amerika merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi," jawab Stein.
Lebih lanjut, Stein mengatakan bahwa tiga perangkat hukum Amerika dilanggar dengan memberikan bantuan ke Israel. Ia menegaskan bahwa mengirim bantuan ke negara yang melanggar hak asasi manusia, mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan, dan tidak mematuhi perjanjian senjata nuklir merupakan tindakan ilegal. Disebutkan bahwa Israel sendiri melanggar Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir.
"Dalam ketiga hal tersebut, memberikan bantuan militer kepada Israel adalah tindakan ilegal," tekannya lagi.