Donald Trump atau Kamala Harris Tidak Pro-Palestina, Pengamat Sebut Bantuan AS ke Israel Akan Tetap Mengalir
Pandangan kedua calon presiden AS mengenai konflik Israel-Palestina dipastikan tidak akan berubah.
Warga Amerika Serikat (AS) saat ini sedang menunggu hasil akhir dari pemilihan presiden (pilpres) 2024, yang akan menentukan siapa yang akan memimpin mereka selama empat tahun ke depan. Menurut hasil penghitungan sementara, capres Republik, Donald Trump, unggul dari Kamala Harris yang diusung Demokrat. Trump juga telah menyampaikan pidato deklarasi kemenangannya di Florida pada Rabu (6/11).
Presiden baru AS akan mempengaruhi kebijakan luar negeri negara tersebut, termasuk dukungan mereka terhadap perang genosida Israel di Gaza yang masih berlangsung sampai saat ini.
Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja, menyatakan siapapun yang terpilih menjadi presiden AS, tidak ada yang akan mendukung Palestina.
"Siapa pun yang terpilih, dua-duanya tidak pro-Palestina. Dua-duanya sama sekali tidak pro-Palestina. Dua-duanya juga tidak ada niat untuk menghentikan bantuan ke Israel" ungkapnya kepada Liputan6.com pada Senin (4/11).
Menurut Dinna, Trump cenderung lebih vokal dalam menyuarakan pendapatnya mengenai Israel, sedangkan Harris lebih berhati-hati.
"Trump mungkin bisa teriak ke (PM Israel Benjamin) Netanyahu, bilang 'Jangan paksa kita' atau 'Jalan sendiri saja dengan idemu, kita nggak mau terang-terangan backing'. Sementara Kamala Harris tidak bisa," kata Dinna.
Pernyataan ini menunjukkan bagaimana dinamika politik dapat mempengaruhi hubungan luar negeri, terutama dalam konteks isu Palestina dan Israel.
Pengaruh Kelompok Kanan
Meskipun Harris sering kali menekankan niatnya untuk menghentikan oerang dan mendorong terjadinya gencatan senjata, kenyataannya tidak ada langkah konkret yang diambil. Dinna menjelaskan, keputusan untuk melakukan gencatan senjata sepenuhnya berada di tangan Israel.
"Israel itu sudah berapa kali, dari berpuluh-puluh tahun saya ikuti isu Israel, setiap kali dia bilang mau gencatan senjata itu susahnya setengah mati," ujarnya.
Menurutnya, jika Israel berada di kubu kanan, maka semua pihak harus mengikuti arah kebijakan tersebut. Dinna juga mengungkapkan saat ini posisi Israel didominasi oleh kelompok radikal yang memiliki agenda untuk menghapuskan Palestina.
"Di dalam negeri Israel itu posisinya sudah sangat solid. Secara umum, publik Israel masih memandang positif Netanyahu," tambah Dinna.
Ia menambahkan, di dalam negeri mereka, sikap masyarakat tidak menunjukkan perubahan dan bahkan menjadi lebih ekstrem karena adanya pengaruh dari kelompok kanan yang dominan.