Penuh Bahaya, Kisah Kakek Anies Baswedan Bawa Surat 'Sakti' dari Mesir ke Tanah Air
Dua tahun pascakemerdekaan Indonesia, Menteri Muda Penerangan AR Baswedan, Menteri Muda Luar Negeri H Agus Salim dan rombongan delegas berangkat ke sejumlah negara timur tengah untuk mencari dukungan dan pengakuan negara lain atas kemerdekaan Indonesia.
Ada kisah menarik dari Abdurrahman (AR) Baswedan, kakek dari Anies Baswedan saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Penuh Bahaya, Kisah Kakek Anies Baswedan Bawa Surat 'Sakti' dari Mesir ke Tanah Air
Dua tahun pascakemerdekaan RI, Menteri Muda Penerangan AR Baswedan, Menteri Muda Luar Negeri H Agus Salim dan rombongan delegas berangkat ke timur tengah untuk mencari dukungan dan pengakuan negara lain atas kemerdekaan Indonesia.
Perjalanan AR Baswedan bersama rombongan delegasi begitu sederhana. Pakaian mereka tak semewah pakaian pejabat sekarang. Mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Mesir merasa iba saat melihat kondisi mereka.
Dapat Pengakuan Mesir
Mesir adalah negara pertama yang didatangi. Tepat pada 10 Juni 1947, Menteri Luar Negeri Mesir menerima rombongan delegasi Indonesia. Singkat cerita, Mesir menyetujui untuk menandatangani surat "Pengakuan Mesir terhadap Kedaulatan Republik Indonesia".
"Begitu mendapatkan pengakuan dari Mesir, lalu diputuskan surat ini harus sampai ke Tanah Air. Karena pengakuan internasional itu menjadi kunci,"
kata Anies Baswedan mengenang cerita dari sang kakek di kantor Liputan6.com 2015 lalu.
Anies Baswedan
Akhirnya diputuskanlah delegasi yang pulang ke Tanah Air adalah AR Baswedan. Bahaya sudah pasti akan mengancam kepulangan anggota BPUPKI itu karena AR Baswedan menjadi orang yang paling dicari militer Belanda agar surat pengakuan Mesir tak sampai ke tangan Soekarno.
Perjalanan jauh yang ditempuh AR Baswedan juga harus transit di sejumlah tempat, seperti Bahrain, Karachi, Kalkuta, Rangon, dan Singapura. Menurut Anies, ongkos perjalanan dengan pesawat merupakan urunan dari mahasiswa Indonesia di Mesir. Sampai di India orang Indonesia di sana juga patungan untuk membelikan tiket pesawat.
Menunggu Lama di Singapura Hingga Kehabisan Uang
Sesampainya di Singapura, AR Baswedan memutuskan tidak langsung masuk ke Tanah Air. Dia menunggu situasi Tanah Air kondusif setelah Belanda menggencarkan agresi militernya pada 1946 yang tengah tak menentu. Apalagi pemerintahan Indonesia tengah "dipindahkan" ke Yogyakarta saat itu. Saat menunggu berminggu-minggu, AR Baswedan pun kehabisan bekal dan uang. Di situ pula, kesulitan menghadang AR Baswedan.
"Tinggalnya juga numpang-numpang. Kumpulin uang-uang, kumpulinnya juga untuk beli tiket, supaya bisa terbang sampai ke Kemayoran. Problemnya, Jakarta waktu itu masih ada Belanda. Jadi untuk masuk ada checkpoint, pemeriksaan, dan macam-macam".
Anies Baswedan
AR Baswedan pun tak hilang akal. Agar luput dari pemeriksaan, surat pengakuan itu kemudian dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam kaos kaki yang ia kenakan pada sepatunya.
Lolos dari pemeriksaan, AR Baswedan segera mencari taksi dan menuju rumah Amir Sjarifuddin yang menggantikan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Selanjutnya, ia pergi ke Yogyakarta dengan kereta api dan akhirnya bertemu Sukarno lalu menyerahkan surat pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dari Mesir tersebut.