Putri Sri Sultan Bongkar Jenis Batik yang Dilarang Pakai di Keraton, Ada Doa & Makna
Berikut video penjelasan putri Sri Sultan mengenai jenis batik yang dilarang digunakan di Keraton.
Bagi sebagian besar orang tentu sudah tidak asing dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau lebih dikenal dengan sebutan Keraton Yogyakarta. Bangunan bersejarah ini merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Saat ini Keraton Yogyakarta masih dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Ada begitu banyak cerita di balik dinding Keraton Yogyakarta. Selain itu juga ada berbagai macam aturan yang diterapkan di dalam Keraton. Salah satunya tentang jenis batik yang dilarang dikenakan saat di Keraton. Penasaran dengan jenis batik yang dilarang dipakai di Keraton Yogyakarta?
-
Mengapa museum batik Yogyakarta dibangun? Museum Batik Yogyakarta beralamat di Jalan Doktor Sutomo No. 13A, Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta. Museum ini dinyatakan sebagai museum batik pertama dan terlengkap di Yogyakarta pada tahun 1973 dan diresmikan pada tahun 1979. Pada tahun 2001, museum ini mendapatkan sertifikat dari UNESCO sebagai warisan kultur dunia. Keberadaan museum batik Yogyakarta ini telah mengangkat derajat Kota Yogyakarta dengan diberikannya nama Kota Batik oleh WCC pada tahun 2014 lalu. Dikutip dari Liputan6.com, Museum Batik Yogyakarta dibangun oleh pasangan Hadi Nugroho dan R. Ng. Jumima Dewi Sukaningsih. Museum itu dibangun karena keprihatinan para pengrajin batik dengan munculnya batik printing. Saat itu, kehadiran batik printing sangat terlihat.“Karena itu nilai batik di tengah masyarakat mulai memudar. Batik bukan hanya selembar kain, tapi di dalamnya ada makna, doa, simbol, dan ada pula harapan,” kata Pemandu dan Pembatik Museum Batik Yogyakarta, Didik Wibowo, dikutip dari liputan6.com.
-
Kapan motif batik kawung diciptakan? Mengutip iwarebatik.org, motif kawung diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram Islam (1593-1645).
-
Apa yang dirancang Sri Sultan Hamengku Buwono I di Keraton Yogyakarta? Arsitektur dari Keraton Yogyakarta juga sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bahkan, semua hiasan dan juga tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang tinggi.
-
Apa saja yang diciptakan oleh KRT Wiroguno untuk Keraton Yogyakarta? Sebagai seorang seniman, KRT Wiroguno telah berjasa besar bagi Keraton Yogyakarta. Semasa hidupnya ia menciptakan lebih dari seratusan gending, merancang kostum Langendriya, menggeluti foto painting hitam putih, dan berbagai kesenian lainnya. Berkat berbagai hal tersebut, layak rasanya apabila ia disebut sebagai salah satu seniman besar Keraton Yogyakarta.
-
Apa yang dimaksud dengan "Abhimantrana" dalam pameran Keraton Yogyakarta? Dilansir dari Jogjaprov.go.id, pameran ini mengangkat istilah “Abhimantrana” yang berarti upacara, doa-doa, dan pepujian.
-
Apa saja motif batik khas Kuningan yang terkenal? Sejumlah motif batik telah diproduksi galeri tersebut. Seluruhnya mengangkat ikon khas Kabupaten Kuningan mulai dari kuda Windu, bokor emas, lembah Gunung Ciremai, gedung Perjanjian Linggarjati, Kagungan dan lain sebagainya.
Melansir dari akun YouTube didikninithowok, Kamis (28/1), simak ulasan informasinya berikut ini.
Jenis Batik yang Dilarang
Di balik dinding Keraton Yogyakarta terdapat berbagai kisah yang menarik. Tak hanya kisah, aturan-aturan juga diberlakukan di sana. Salah satunya tentang jenis batik yang dilarang digunakan di dalam Keraton.
"Nyuwun sewu (permisi), saya boleh tanya? Kalau pas ada Ngarso Dalem (Sri Sultan) itu ada batik yang enggak boleh digunakan oleh tamu enggak? Ada enggak Gusti?," tanya Alit Jabang Bayi, pembawa acara.
YouTube @didikninithowok ©2021 Merdeka.com
"Kalau di Keraton sendiri memang sudah ada risblad kaya Undang-Undang nya batik larangan itu apa saja. Cuma kami tidak menerapkan itu untuk tamu. Karena kalau dulu bisa dihukum mas, kalau sekarang mau dihukum piye (gimana) kan enggak mungkin. Jadi paling cuma dimohon untuk tidak pakai (batik) Parang. Ya paling cuma sebatas itu," ungkap GKR Hayu.
"(batik) Parang, Kawung, dua itu saja sih," tambah GKR Bendara.
Penuh Doa dan Makna Tersembunyi
Bukan tanpa alasan pihak Keraton melarang orang lain dari luar memakainya. Hal ini lantaran jenis batik tersebut memiliki doa serta makna tersembunyi yang begitu dalam. Apalagi dijelaskan motif batik Parang merupakan ciptaan Garwo dari Sultan Agung.
YouTube @didikninithowok ©2021 Merdeka.com
"Jadi kalau di risblad nya itu sudah ada aturannya Parang size seberapa ke atas itu hanya Ngarso Dalem. Size berapa ke atas itu hanya boleh Kanjeng Garwo Prameswari, itu sudah ada," jelas GKR Hayu.
"Itu ada maknanya nggih Gusti, kenapa enggak boleh dikenakan?," tanya Alit lagi.
"Karena itu hanya untuk Ngarso Dalem, jadi saya pernah baca memang Parang itu yang menciptakan dulu itu Garwo dari Sultan Agung. Jadi diharapkan beliau itu seperti doa, karena dia (motif) ke atas gitu ya. Jadi dengan doa supaya lebih mulya hidupnya gitu," jelas GKR Bendara.
Jenis Parang Sri Sultan
Untuk diketahui, jenis batik Parang ada berbagai macam. Ada yang memiliki size besar dan ada pula yang kecil. Meski begitu, jenis batik Parang Barong lah yang hanya digunakan oleh Sri Sultan.
"Tapi Parang kan jenisnya macam-macam ya. Biasanya kalau untuk Ngarso Dalem itu Parang Barong," kata Didik Nini Thowok.
"Parang Barong," kata GKR Bendara.
YouTube @didikninithowok ©2021 Merdeka.com
"Jadi (motifnya) agak besar," jelas Didik Nini Thowok.
"Itu hanya digunakan Ngarso Dalem?," tanya Alit Jabang Bayi.
"Nggih (iya), dan itu memang kebanyakan warnanya putih rata-rata," tambah GKR Bendara
Masterpiece Art
GKR Bendara, putri Sri Sultan juga menjelaskan bagaimana masyarakat umum khususnya milenial harus memberikan apresiasi lebih tinggi pada batik. Putri Sri Sultan ini menegaskan jangan sampai motif tersebut digunakan di sepatu atau sebagai alas kaki. Sebab, motif Kawung sendiri sudah berusia lebih dari ratusan tahun lalu.
"Jadi untuk milenial boleh lah pakai Parang tapi mungkin untuk acara-acara tidak resmi nggih," kata Alit.
"Dan jangan dipakai di sepatu," tegas GKR Bendara.
YouTube @didikninithowok ©2021 Merdeka.com
"Oh enggak boleh nggih? Motif sepatu batik, enggak boleh pakai," tanya Alit kaget.
"Jangan karena Parang dan Kawung itu usianya sudah lebih dari Keraton, sudah lebih dari 270 tahun gitu ya. Jadi seharusnya apresiasinya itu seperti 'Masterpiece Art' gitu loh. Jadi jangan disembarang tempat, jangan dipakai di lantai, jangan dipakai di sepatu yang diinjak-injak gitu. Jadi apresiasinya harus lebih tinggi dari pada itu. Karena yang lalu kita sempat membahas tentang Kawung, ternyata motif yang mirip dengan Kawung itu ada di China, ada di Jepang. Dan itu sudah dari abad 5 gitu, jadi sudah tua sekali. Tapi kan sayang kalau misalnya dipakai di trotoar, terus dipakai di alas kaki. Harusnya itu menjadi 'Masterpiece Art' gitu loh, enggak mungkin kan Mona Lisa dipakai di sepatu gitu kan, enggak mungkin juga. Jadi apresiasinya harus ditingkatkan," terang GKR Bendara.
Video Penjelasan Putri Keraton Soal Batik
Berikut video penjelasan putri Sri Sultan mengenai jenis batik yang dilarang digunakan di Keraton.
(mdk/tan)