Remaja Jomblo Lebih Sehat Mental Dibanding yang Pacaran? Begini Penjelasan Psikolog
Anak-anak yang dengan sadar memilih untuk tidak berpacaran memiliki kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berpacaran.
Belakangan ini, video yang menampilkan Kepala SMKN 1 Dawuan di Subang, Jawa Barat, R. Eris Garini, menjadi viral karena membahas tentang pacaran dalam konteks upacara. Dalam video yang telah ditonton sebanyak 2,4 juta kali tersebut, Eris mengatakan anak-anak yang sadar memilih untuk tidak berpacaran memiliki kondisi mental yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menjalin hubungan.
"Anak-anak yang memilih secara sadar untuk tidak berpacaran di usia sekolah, mentalnya lebih sehat. Lihat teman-teman kalian yang pacaran, bawaannya ngeluh saja. Mentalnya enggak sehat, jangan sayang ya, jangan bodoh seperti itu," ujar Eris dalam video yang diunggah di akun Tiktok SMKN 1 Dawuan, seperti yang dikutip pada Senin (25/11/2024).
- 10 Cara Efektif Meningkatkan Kesehatan Mental di Usia 30-an, Menjalankan Pola Hidup Sehat Jadi Salah Satunya!
- Marah Tapi Bisa Bikin Bahagia? Ini Penjelasan Menurut Psikolog dari Segi Kesehatan Mental
- Tak Hanya Terkait Kesehatan Jiwa, Ketahui Hal Apa Saja yang Bisa dan Perlu Dikonsultasikan pada Psikolog Terkait Perkembangan Anak
- Bagaimana Cara Mengenali Apakah Kondisi Kesehatan Mental Kita Sedang Tidak Baik
Menanggapi pernyataan tersebut, psikolog anak Seto Mulyadi menjelaskan keadaan mental remaja yang berpacaran tidak bisa digeneralisasi. Ia berpendapat jika remaja yang menjalin hubungan tetap mampu berkonsentrasi pada pelajaran dan bersosialisasi dengan baik, maka kondisi mental mereka tetap terjaga.
"Artinya konteksnya bukan di pacarannya itu," jelas Kak Seto kepada Health Liputan6.com melalui telepon pada Sabtu (23/11/2024).
Di sisi lain, remaja yang tidak berpacaran juga tidak selalu memiliki kondisi mental yang baik. Misalnya, ada remaja yang tidak berpacaran tetapi tidak terlibat dalam aktivitas lain, cenderung mengurung diri dan hanya menghabiskan waktu dengan ponsel pintar, hal ini pun tidak baik untuk kesehatan mental mereka.
"Kalau tidak melakukan kegiatan apa-apa berarti juga malah enggak sehat. Dia tetap egois, hanya sibuk dengan gadget-nya, tidak belajar, tidak mau berusaha untuk masa depannya ya sama saja. Jadi tidak begitu saja dibanding-bandingkan," tambahnya.
Kondisi Mental Remaja Dipengaruhi Berbagai Faktor
Masalah mental yang dialami remaja tidak hanya disebabkan oleh status pacaran mereka.
"Kalau remaja belum punya pacar tapi tetap kreatif dan semangat belajar itu bagus. Sebaliknya, meski tidak punya pacar tapi malah mabuk-mabukan, narkoba, dan sebagainya ya apa bedanya jadi tidak bisa dipukul rata," jelas Kak Seto.
Dalam pandangan yang sama, Haniva Hasna, seorang praktisi parenting dan kriminologi, menekankan bahwa keadaan mental remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
"Remaja tidak pacaran bisa jadi memiliki kondisi mental yang lebih baik, tapi hal ini bergantung pada banyak faktor seperti pola asuh dan hubungan dengan orangtua, hubungan sosial, konsep diri dan kepercayaan diri yang baik," kata Iva.
Menurutnya, tidak semua remaja yang berpacaran mengalami gangguan mental dan tidak semua remaja yang tidak berpacaran otomatis memiliki mental yang sehat. Iva melanjutkan, remaja yang tidak terlibat dalam hubungan pacaran cenderung terhindar dari konflik emosional dengan pasangan. Mereka lebih fokus pada pengembangan diri, memiliki risiko patah hati yang lebih rendah, menjalin relasi sosial yang lebih beragam, serta dapat lebih memperhatikan identitas diri mereka.
Jika Pacaran Dibangun dengan Cara Positif dan Sehat
Dalam video yang menjadi viral, Eris mengungkapkan menjalin hubungan asmara di usia remaja merupakan keputusan yang kurang bijak. Ia berpendapat hubungan yang tidak sehat bisa menimbulkan berbagai masalah.\
"Fokus nak yah punya cita-cita, kalau kalian sibuk pacaran tercapai enggak tuh cita-citamu? Enggak akan tercapai karena sejak pacaran aja udah dibelenggu oleh pacarmu, enggak boleh bergaul, selalu harus laporan, cape hidup begitu, paham sayang?" ujar Eris.
Menanggapi hal ini, Kak Seto memberikan pandangannya bahwa pacaran dapat dilihat dari berbagai perspektif.
"Dari sudut pandang mana, dalam Islam disebut pacaran itu tidak benar karena mendekatkan pada dosa dan sebagainya. Tetapi memang yang paling penting ada definisi, artinya kalau berteman secara khusus sih boleh-boleh saja," jelasnya.
Dengan kata lain, jika remaja memaknai pacaran sebagai bentuk pertemanan yang sehat dan positif, maka hal tersebut bisa diterima.
"Seseorang pada masa-masa remaja kan butuh teman dekat, butuh sahabat, tapi juga sahabat itu jadi tempat curhat yang mengurangi stres, membagi masalah. Asal itu dilakukan secara sehat dalam arti tidak melampaui batas atau melanggar norma-norma agama, itu ada unsur-unsur positifnya," tambah Kak Seto.
Pacaran Tidak Sehat Dapat Memberikan Dampak Negatif
Menurut Kak Seto, video yang disampaikan oleh Eris menunjukkan contoh hubungan pacaran yang tidak sehat.
"Nah yang disampaikan dalam video itu adalah contoh (pacaran) yang berlebihan, yang hanya tergantung pada satu orang terus, lalu tidak mau bergaul dengan yang lain, egois, melarang, harus lapor, akhirnya ketergantungan yang berlebihan itu memang menjadi negatif," katanya.
Oleh karena itu, Kak Seto menekankan pentingnya menjaga nuansa persahabatan dalam sebuah hubungan. Selama hubungan tersebut tetap memiliki batasan, norma, dan memungkinkan kedua belah pihak untuk bergaul dengan teman-teman lain tanpa saling melarang, maka hubungan tersebut dapat dianggap sehat secara psikologis.
Di sisi lain, pacaran yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
"Remaja jadi tidak fokus, uring-uringan, atau menjurus pada hal-hal yang lebih jauh, yang belum saatnya," pungkas Kak Seto.
Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi remaja untuk memahami batasan dalam hubungan agar tidak terjebak dalam ketergantungan yang berlebihan. Dengan demikian, menjaga keseimbangan dalam hubungan pacaran sangatlah krusial untuk perkembangan psikologis yang positif.