5 Ancaman Indonesia atas perilaku Google tak bayar pajak
Peningkatan penyelidikan lebih mendalam terhadap Google, akan dilakukan paling cepat pada akhir bulan ini.
Pemerintah telah menyadari perusahaan-perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia seperti Google, Twitter, Yahoo dan Facebook tak pernah membayar pajak. Padahal, keempatnya terdaftar sebagai badan usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Atas dasar itu, Direktorat Jenderal Pajak bakal melakukan pemeriksaan mendalam. Google terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Tiga. Dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 2011.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Apa yang digambarkan dalam patung gajah Pasemah? Dalam satu batu ini menggambarkan tiga kehidupan. Pertama hewan gajah, lalu dua manusia dan hewan yang diduga babi rusa saat tengah dilahirkan gajah.
-
Siapa Mbah Joget? Dilansir dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, Mbah Joget sendiri merupakan seorang penari atau ronggeng pada masa kolonial Belanda.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Di mana patung gajah Pasemah ditemukan? Penamaannya berasal dari lokasi penemuan awal patung gajah tersebut, yakni di dataran tinggi Pasemah, Sumatera Selatan.
Sedangkan, Yahoo sudah terdaftar di KPP Tanah Abang Tiga sebagai Badan Hukum dalam negeri. Dengan status PMA sejak 2009. Lalu, Facebook terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing (Bandora). Ini sebagai representative office dari Facebook Singapore sejak 2014.
Twitter sendiri tercatat di KPP Badora sebagai representative office sejak 2015. Bertindak sebagai dependent agent dari Twitter Asia Pasifik Singapura sehingga tercatat sebagai BUT.
Akan tetapi, Google mengembalikan surat pemeriksaan pajak yang dilayangkan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus Ditjen Pajak, Muhammad Hanif, menuturkan bahwa ihwal kejadian itu, pihaknya mencoba mengirimkan surat terkait pemeriksaan pajak pada bulan April ke manajemen Google, namun ditolak.
Peningkatan penyelidikan lebih mendalam terhadap Google, akan dilakukan paling cepat pada akhir bulan ini. Tak hanya Google saja, pemerintah juga telah meminta kepada tiga perusahaan raksasa internet seperti Yahoo, Twitter, dan Facebook untuk diperiksa mengenai laporan pajak.
Dikatakannya, pemerintah meyakini bahwa Google memiliki utang pajak penghasilan dan pertambahan nilai atas miliaran dolar. Jumlah itu merupakan pendapatan yang mereka hasilkan dari iklan digital di Indonesia. Sementara itu, pihak Google mengatakan, akan tunduk pada aturan yang pemerintah Indonesia.
"Kami terus bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwenang setempat dan membayar semua pajak yang berlaku," kata juru bicara Google Indonesia.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), perputaran uang iklan digital dari Indonesia itu bernilai sebesar USD 800 juta atau setara dengan Rp 10,6 triliun pada tahun lalu. Namun sayangnya, Indonesia tak kecipratan berkah dari pajak transaksi iklan digital mereka.
"Google memiliki kantor di Indonesia, namun transaksi digitalnya tidak melalui kantor itu," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara.
Atas penolakan ini, banyak ancaman yang dilancarkan Indonesia agar Google ikut aturan perpajakan RI. Berikut 5 ancaman yang dirangkum merdeka.com:
Indikasi pidana
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebut Google terindikasi melakukan tindak pidana usai menolak pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan usai Google mengembalikan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) dari Ditjen Pajak.
"Sebulan lalu mereka ingin coba lakukan action dengan melakukan pemulangan surat perintah pemeriksaan, artinya mereka menolak untuk diperiksa," kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Jakarta, Muhammad Haniv dalam acara Ngobrol bareng santai Wartawan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (15/9).
Atas penolakan tersebut, kata Haniv, menjadi bukti awal pemeriksaan (Buper). "Kami investigasi karena menolak untuk diperiksa adalah indikasi pidana," tuturnya.
Selain menolak diperiksa, lanjutnya, Google juga menolak penetapan status Badan Usaha Tetap (BUT). Haniv mengatakan pihaknya belum mengetahui alasan Google melakukan pemberontakan dari Ditjen Pajak.
"Ya tidak tahu mungkin mereka negosiasi atau dapatkan input dari mana jadi mereka nyatakan menolak untuk diperiksa dan menolak dinyatakan sebagai BUT," jelasnya.
Meski demikian, perusahaan teknologi informasi global lainnya sejauh ini masih bersifat baik dan tidak melakukan penolakan. "Yahoo, Facebook, Twitter masih berlanjut," tutupnya.
Blokir operasional Google
Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun mengapresiasi langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang gigih berupaya memeriksa kewajiban perpajakan perusahaan Google Indonesia. Menurutnya, semua pihak perlu menyemangati DJP agar tak surut langkah dalam mengejar kewajiban pajak raksasa teknologi informasi asal Amerika Serikat itu.
Misbakhun menegaskan, pemerintah harus tegas menegakkan aturan agar sikap Google tidak diikuti perusahaan multinasional lainnya untuk melakukan aksi serupa.
"Tindakan tegas ini penting supaya tidak menjadi preseden buruk bagi perusahaan multinasional lainnya yang beroperasi sejenis Google untuk tidak melakukan upaya yang sama terhadap otoritas pajak Indonesia," kata Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/9).
Mantan pegawai Ditjen Pajak itu menambahkan, Google Indonesia tak bisa berkelit dari kewajiban pajak, meski statusnya hanya sebagai perwakilan Google Inc yang berbasis di California. Untuk itu, Politisi Golkar ini mengingatkan Google Indonesia untuk bersikap kooperatif kepada petugas pajak yang bekerja berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur undang-undang.
Apabila pihak Google tidak menunjukkan sikap kooperatif kepada otoritas perpajakan di Indonesia, lanjutnya, maka pemerintah harus segera melakukan upaya terpadu untuk memberikan tindakan sepadan dan pantas. Yakni dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan kepada Google di Indonesia, atau bahkan memblokir operasionalnya di seluruh wilayah NKRI.
Lebih lanjut, Dia mengatakan, sikap Google merupakan bentuk arogansi terhadap otoritas pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah jelas memiliki kewenangan untuk memungut pajak kepada entitas bisnis dari mana pun yang mendapatkan penghasilan di wilayah NKRI, sesuai dengan prinsip-prinsip aturan perpajakan yang diatur oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.
"Apa yang dilakukan oleh Google sudah mencerminkan adanya arogansi terhadap otoritas pemerintah Republik Indonesia. Karena itu, Saya mendukung penuh upaya Direktorat Jenderal Pajak melakukan tindakan yang keras terhadap Google sesuai aturan perpajakan yang ada."
Google didesak patuhi aturan perpajakan RI
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengimbau kepada Google untuk mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia, termasuk soal pajak. Hal ini demi terjadi equal treatment bisnis online nasional dan bisnis online global juga bisnis traditional dengan bisnis online di ads yang dimiliki oleh Google.
"Equal treatment di sini adalah dari sisi pajak. Kalau yang domestik terkena pajak di Indonesia, demikian pula yang global, yaitu melalui skema Bentuk Usaha Tetap (BUT)," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara dalam sebuah kesempatan.
Bagi Google sendiri, mengklaim jika Indonesia merupakan pasar yang penting untuk mereka. Namun sayangnya, saat ini aktivitas transaksi yang dilakukan Google Indonesia tidak memberikan benefit bagi Indonesia dari sisi pajak. Pasalnya, aktivitas transaksi itu diarahkan ke Google Inc yang berada di Singapura.
"Kita telah sampaikan kepada Google untuk juga memperlakukan Tax yang setara di Indonesia. Transaksi yang masuk ke revenue Google yang berasal dari Indonesia dan ads yang ditujukan untuk Indonesia juga harus membayar pajak. Kalau Indonesia dianggap sangat penting maka juga mereka harus memberikan kesetaraan dalam hal transaksi dan pajak ini," terang Plt Kepala Humas Kemkominfo, Noor Izza, kepada awak media di Jakarta, Jumat (16/09).
"Kita berharap Google akan bisa arif dalam masalah bisnis ini dan memberikan kesetaraan. Transaksi-transaksi jangan di pool di negara tertentu saja. Hal ini jelas merugikan negara-negara yang memberikan expenditure-nya ke Google," tambahnya.
Dibawa ke peradilan pajak
Menkeu Sri Mulyani mengatakan saat ini, pihaknya telah memerintahkan kepada jajaran Kementerian Keuangan untuk mempersiapkan segala dokumen terkait indikasi pelanggaran pajak yang dilakukan Google.
"Sekarang saya minta DJP untuk memberikan kajian, proposal proses pemungutan pajak untuk aktivitas seperti itu," katanya.
Apabila, Google tak kunjung bertindak kooperatif maka pemerintah akan menggunakan aturan hukum yang berlaku. Bahkan, Kemenkeu bakal membawa Google ke peradilan pajak.
"Ditjen pajak akan menggunakan pasal yang ada, kita punya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat, ada peradilan pajak," pungkas Sri Mulyani.
Dibawa ke forum internasional
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengancam bakal membawa kasus pajak Google ke pertemuan internasional. Jika diperlukan, akan dibentuk forum khusus untuk menyatukan persepsi mengenai pajak perusahaan over the top (OTT).
"Saya lihat saja di negara-negara lain kompleksitas pemungutan pajak dari aktivitas ekonomi seperti ini, akan kita sikapi. Dan kalau kita merasa perlu ada forum internasional untuk menteri keuangan-menteri keuangan bisa sepakat sehingga tidak memiliki interpretasi sendiri, ya kita akan bawa," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/9).
(mdk/idr)