5 Persoalan yang melekat pada buruh Indonesia
Padahal, sumbangsih mereka kepada pemilik modal cukup besar, melebihi apa yang diharapkan.
Sebagai entitas dalam lingkaran aktivitas ekonomi, buruh memegang peranan begitu penting. Tanpa buruh, aktivitas industri dan proses produksi tidak mungkin dapat berjalan.
Namun demikian, kelompok buruh hingga saat ini masih menghadapi beragam persoalan pelik. Mereka seperti tidak memiliki kemampuan untuk mengakses kehidupan yang lebih layak.
-
Apa makna di balik perayaan Hari Buruh atau May Day? Hari Buruh atau May Day diperingati setiap tanggal 1 Mei di seluruh dunia. Momen tersebut dapat menjadi wujud apresiasi untuk perjuangan kaum buruh di berbagai negara. Hari Buruh atau May Day juga menjadi simbol perjuangan untuk demokrasi, kemerdekaan dan persamaan di seluruh dunia.
-
Dimana peringatan May Day pertama di Indonesia dan Asia diadakan? Peringatan May Day pertama di Indonesia dan Asia dimulai dari Surabaya lewat Serikat Buruh Kung Tang Hwe Koan.
-
Siapa pelopor aksi May Day pertama di Indonesia dan Asia? Mengenal Serikat Buruh Kung Tang Hwe Koan, Pelopor Aksi May Day Pertama di Indonesia dan Asia Pada 1884 sekelompok buruh di Amerika serikat merasakan kondisi kerja yang tak menguntungkan.
-
Kapan peringatan May Day pertama di Indonesia dan Asia dimulai? Peringatan May Day pertama di Indonesia dan Asia dimulai dari Surabaya lewat Serikat Buruh Kung Tang Hwe Koan.
-
Apa yang di tuntut oleh para buruh dalam demonstrasi pada tanggal 1 Mei 1886? Tanggal 1 Mei 1886, Serikat Pekerja di Amerika demonstrasi besar-besaran menuntut 8 jam kerja setiap hari serta kenaikan upah layak.
-
Dimana demo buruh terjadi? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
Persoalan yang mendera kaum buruh bahkan mencapai titik nadir. Keberlanjutan hidup kaum ini bahkan hampir terancam.
Padahal, sumbangsih mereka kepada pemilik modal cukup besar, melebihi apa yang diharapkan. Alih-alih mendapat imbal balik yang layak, mereka justru mendapat tekanan dari pemilik modal.
Setidaknya, merdeka.com merangkum beberapa persoalan yang hingga saat ini masih harus dihadapi kaum buruh Indonesia. berikut paparannya.
Outsourcing
Sistem outsourcing atau alih daya masih dijalankan di Indonesia. Dalam sistem ini, buruh berada di bawah naungan sebuah agen, untuk dipekerjakan pada perusahaan tertentu.
Perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing harus membayar tarif yang ditetapkan agen. Sehingga, buruh menerima penghasilan bukan dari perusahaan pengguna jasa, melainkan dari agen penyalur,
Hal ini berdampak pada terabaikannya hak-hak buruh, seperti jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan sebagainya. Upah pokok pun bisa jadi lebih rendah dibanding Upah Minimum Regional (UMR) sesuai daerah setempat, lantaran ditentukan oleh agen penyalur.
Pemerintah pun masih memberi ruang untuk praktik outsourcing. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah hanya membolehkan lima jenis pekerjaan yang diberlakukan secara outsourcing, yaitu cleaning service, keamanan, transportasi, catering, dan jasa migas pertambangan.
Namun pada faktanya aturan tersebut tidak dipenuhi oleh pemilik modal. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa pabrik besar yang memberlakukan outsourcing, salah satunya pada industri otomotif, manufaktur, dan tekstil.
Upah murah
Upah merupakan inti dari aktivitas kerja. Dari sudut inilah seseorang mampu melanjutkan hajat hidup.
Tetapi, upah ternyata juga menjadi masalah. Masih banyak perusahaan yang memberlakukan upah murah.?
Idealnya, upah buruh harus mengalami kenaikan sebanding dengan inflasi tahunan. Tetapi, pemilik modal mengabaikan hal tersebut.
Alhasil, kaum buruh tetap kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Upah yang mereka terima tidak sebanding dengan harga kebutuhan yang melambung tinggi.
Seperti yang diceritakan oleh Susanti (36). Dia sudah bekerja selama 14 tahun di sebuah perusahaan kontraktor kemasan kosmetik di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Meski telah menerima upah sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta, tetap saja tidak dapat mencukupi kebutuhannya bersama suami dan ketiga anak masih kecil.
"Belum cukup lah (kenaikan UMK). Meski sudah naik, tetap saja belum cukup," ungkap dia saat ditemui di Kawasan Industri Pulogadung.
Dengan upah itu, Susanti harus membayar sejumlah tanggungan seperti rumah kontrakan. Selain itu, dia juga harus membayar jasa tukang momong lantaran anaknya ada yang masih balita.
"Juga susu, segala macam (kebutuhan lain)," kata dia.
PHK sepihak
Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ternyata masih menghantui kaum buruh. Padahal, PHK sepihak telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kasus ini seperti dialami oleh delapan orang buruh PT Kencana Sehati, Semarang. Alih-alih memperjuangkan hak berupa kenaikan upah dan pemberian tunjangan, mereka malah mendapat PHK.
"Pemecatan terhadap delapan karyawan dinilai menyalahi aturan dan sepihak. Mereka di-PHK karena memperjuangkan hak-hak normatif," ujar Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo dalam orasinya di depan pabrik PT Kencana Sehati di Semarang-Kendal Km 12, Wonosari, Semarang.
Heru mengungkapkan selama ini buruh hanya mendapat gaji sebesar Rp 700.000 hingga Rp 750.000. Mereka juga tidak mendapat Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) juga uang lembur dibayar tidak sesuai ketentuan UU.
"Oktober 2012 Akhmad Soleh dan rekannya melapor ke Disnakertrans Kota Semarang, terkait belum dipenuhinya UMK dan Jamsostek," kata Heru.
Pelaporan itu sampai ke pihak pengelola PT Kencana Sehati. Bukan mendapat tanggapan yang diharapkan, Sholeh malah mendapat keputusan PHK pada tanggal 3 Desember 2012, disusul tujuh karyawan lain pada 28 Desember 2013.
Kesejahteraan mahal harganya
Kesejahteraan tampaknya masih menjadi barang mewah bagi buruh. Ini lantaran apa yang didapat buruh tidak sebanding dengan apa yang sudah dilakukan kepada pemilik modal.
Masih banyak pemilik modal yang "pelit" dalam membayar buruh. Para pemilik modal melempar tanggung jawab pemenuhan kesejahteraan buruh kepada pemerintah.
"Harus ada peran serta pemerintah seperti menyediakan rumah murah, kesehatan murah, dan pendidikan murah," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi beberapa waktu lalu.
Pemerintah juga punya peran dalam menjaga tekanan inflasi. Sebab, faktor inflasi termasuk salah satu yang menentukan dalam penghitungan besaran kenaikan UMP.
"Misal kalau bilang tuntutan itu karena inflasi, memang itu tugas pengusaha? Bukan. Itu tugas pemerintah untuk menjaga inflasi," tegasnya.
Menurutnya, terdapat kesalahan paradigma berpikir masyarakat terkait upah. Selama ini buruh menilai upah sebagai satu-satunya jawaban atas persoalan kesejahteraan. "Buruh lihatnya upah itu hidup mati dia. Menurut saya ini sudah salah," jelas Sofjan.
Intimidasi pemilik modal
Tindakan pemilik modal terhadap buruh terkadang masih semena-mena. Bahkan tindakan yang diambil sering melanggar hak asasi para buruh.
Salah satu contoh nyata adalah union busting (pemberangusan serikat pekerja), seperti yang dilakukan oleh perusahaan vendor pembuat sepatu bermerek internasional Nike, PT Chang Shin Indonesia kepada Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia.(PPMI).
Awalnya terdapat empat serikat pekerja di lingkungan PT Chang Shin Indonesia. Tetapi, keempat serikat pekerja itu dianggap tidak mewadahi kepentingan sebagian buruh.
Para buruh yang beridentitas muslim lantas memilih bergabung dengan PPMI. Tetapi, mereka justru mendapat banyak tekanan dari pihak pengelola.
"Setelah kami bergabung dengan PPMI, kami mendapat banyak intimidasi. Alasan mereka, PPMI bukan serikat pekerja yang legal. Mereka menyuruh kami untuk bergabung dengan serikat yang ada," ujar Ketua PPMI PT Chang Shin Indonesia, Ato.
Hal itu dikuatkan oleh anggota PPMI PT Chang Shin Indonesia Acep Firman Sanjaya. Dia mengatakan, selaku vendor Nike, Chang Shin Indonesia justru melanggar kode etik (Code of Conduct/COC) pekerja perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
"Padahal di dalam COC Nike dijamin adanya kebebasan berserikat dan berkumpul. Selain itu, COC juga menyatakan setiap pekerja berhak untuk mendapatkan kesejahteraan," ungkap Acep.
Lebih lanjut, Acep menyatakan perusahaan tempatnya bekerja telah melakukan tindakan diskriminatif dan menggunakan isu SARA untuk melakukan praktik union busting. Dia memperkuat pendapatnya dengan banyaknya intimidasi dari pihak pengelola kepada anggota PPMI.
"Padahal pernah ada serikat pekerja lain melakukan sweeping dibiarkan saja," pungkas dia.
Baca juga:
Ini 10 tuntutan buruh pada para capres
Ini 4 obral janji Prabowo saat May Day
Menengok aksi May Day para buruh di belahan dunia
Peringati May Day, buruh di Yogyakarta asyik dangdutan
Ini harapan tukang becak Solo di Hari Buruh
13 Tuntutan dikabulkan Soekarwo, buruh nyalakan kembang api
Usai orasi di GBK, Prabowo 'lupa' teken kontrak politik buruh