Asril Das, Tukang Cukur dari Lubuk Linggau Menjadi Bos Percetakan di Tanah Rantau
Asril Das lahir pada 10 Oktober 1954. Dia berasal dari keluarga sederhana, tidak kaya atau miskin. Sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD), bakat bisnis Asril mulai terlihat. Dia pernah menjual rokok menggunakan keranjang telur di tengah keramaian. Kegiatan seperti itu dia lakoni sesekali.
Tidak semua orang kaya saat ini mendapatkan harta kekayaan dari hasil warisan orang tua. Asril Das, pria kelahiran Jorong Lubuk Agung, Sumatera Barat, menjadi raja percetakan berasal dari tukang kebun cabai.
Asril Das lahir pada 10 Oktober 1954. Dia berasal dari keluarga sederhana, tidak kaya atau miskin. Sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD), bakat bisnis Asril mulai terlihat. Dia pernah menjual rokok menggunakan keranjang telur di tengah keramaian. Kegiatan seperti itu dia lakoni sesekali.
-
Bagaimana kata-kata inspiratif pengusaha muda membantu dalam membangun bisnis? "Memulai perlu keberanian, membesarkan perlu ilmu. Itulah kuncinya dalam berbisnis."
-
Bagaimana cara mendapatkan inspirasi? Salah satu cara menemukan inspirasi yang paling mudah adalah bertemu dan berdiskusi dengan banyak orang. Saling berbagi dan bertukar pikiran tentu akan membuka wawasan dan juga ide-ide yang unik.
-
Apa pesan utama yang ingin disampaikan oleh kata-kata inspiratif pengusaha muda? "Alasanku menjadi pebisnis karena mau membuka banyak lapangan kerja dan banyak bermanfaat buat orang lain."
-
Apa yang bisa dilakukan untuk menjadi orang sukses? Orang yang sukses cenderung berpandangan positif terhadap segala hal.
-
Apa kunci sukses dalam hidup? Kamu adalah kesuksesan sejati jika kamu dapat mempercayai diri sendiri, mencintai diri sendiri, dan menjadi diri sendiri.
-
Apa yang dikatakan oleh kata-kata motivasi bisnis tentang keberhasilan? Kesuksesan datang dari rasa ingin tahu, konsentrasi, ketekunan, dan kritik diri.
Hingga masuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP), Asril menjadi tukang cukur demi mendapatkan uang. Langkahnya didukung penuh oleh sang ayah. Asril menilai, dukungan tersebut sebagai modal seorang ayah kepada sang anak.
Saat masuk jenjang sekolah menengah akhir (SMA), Asrul membuka kios kecil untuk cukur rambut sekaligus berjualan rokok dan permen.
Lulus SMA
Tahun 1974, Asril lulus dari SMA, kemudian melanjutkan pendidikan ke IKIP Bandung dengan mengambil fakultas ekonomi. Harapannya, agar setelah lulus kuliah, dia bisa bekerja di bank. Namun, harapan itu tidak terealisasi.
Sebagai anak rantau, Asril nekat membuka usaha dengan modal yang dia punya saat itu Rp40.000. Uang tersebut merupakan akumulasi sisa uang saku yang diberikan orang tua saat merantau.
Usaha awal Asrul tidak langsung membuka toko percetakan. Dia terlebih dahulu memupuk keterampilan di bidang percetakan. Salah satunya, menerima jasa ketik. Sesekali dia menjual buku ke teman-teman di kampusnya.
Bisnis berjualan buku Asril menuai hasil, di tahun 1978 dia memiliki kios buku di Cikapundung Bandung. Tahun itu juga dia memiliki toko buku eceran di jalan Sunda Bandung. Kawasan itu hingga tahun 1998 terkenal sebagai pusat toko buku.
Dia pun dikenal sebagai grosir buku keliling mulai dari Bandung, Bogor, Cirebon, Cianjur, dan Tasikmalaya.
Kios Dipindahkan
Tahun 1980 kios-kios buku Cikapundung dipindahkan oleh Pemerintah Kota Bandung ke Palasari. Di daerah ini usaha buku Asril makin berkembang, dengan rumah makan bareh solok, toko buku eceran, toko buku grosir, dan line usaha grosir buku sampai ke Kota Yogjakarta, Solo, Surabaya, Bali, Mataram, Makasar, Kendari, Menado, Palu, Gorontalo , Kalimantan, dan Sumatera.
Asril kemudian memberi nama toko bukunya dengan "Lubuk Agung" sebagai pengingat asal muasal Asril sang perantau yang mampu membuka bisnis di perantauan.
Asril memiliki prinsip bahwa 'Tiada Kesuksesan Tanpa Kerja Keras'.
"Saya menyadari betul tiada orang lain yang akan memikirkan masa depan kita kecuali diri sendiri. Namun hidup hemat bukan berarti pelit," kata Asril dikutip dari majalah in trust.
Di awal tahun 2001 Asril Das pun membentuk perkumpulan cendekiawan dan pemuka Minang untuk urug rembuk di Bandung agar dapat beradaptasi di masa milenial saat itu.
(mdk/idr)