Banyak Kapal Hindari Laut Merah, Pendapatan Negara Mesir Ambruk
Pembangunan Terusan Suez dimulai pada awal tahun 1859.
Sumber pendapatan Mesir terancam anjlok seiring lalu lintas di Terusan Suez menurun. Ini disebabkan kondisi Laut Merah yang masih belum seutuhnya kondusif.
- Temuan Bangkai Kapal Bajak Laut dari Abad ke-16 Ungkap Harta Karun dan Keganasan Kehidupan Perompak di Laut
- Serangan Rudal Yaman Usir Kapal Perang Terkuat AS dari Teluk Aden
- Kisah Pelayaran Kapal Arimbi, Kirim Gas Elpiji ke Pelosok Negeri
- Ternyata di Laut Indonesia Masih Banyak Ranjau Peninggalan Perang Dunia II, ini 2 Kapal Perang Canggih Baru Milik TNI AL Siap Memburunya
Melansir Reuters, pendapatan tahunan Terusan Suez turun hampir seperempat pada tahun keuangan terakhirnya.
Beberapa pengirim barang beralih ke rute alternatif untuk menghindari serangan Houthi yang bersekutu dengan Iran di Laut Merah.
Osama Rabie, kepala otoritas terusan Mesir mengatakan, pendapatannya turun menjadi USD7,2 miliar pada tahun keuangan 2023-24 dari sebelumnya berhasil membukukan pendapatan USD9,4 miliar pada tahun sebelumnya.
Sejak November, kelompok Houthi telah menyerang kapal-kapal komersial di Laut Merah dan Samudera Hindia untuk menunjukkan dukungan terhadap kelompok militan Palestina Hamas dalam perjuangannya melawan Israel.
Rabie mengatakan, jumlah kapal yang menggunakan kanal tersebut turun menjadi 20,148 pada tahun 2023-24 dari 25,911 pada tahun sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, Terusan Suez adalah sumber utama mata uang asing bagi Mesir, dan pihak berwenang telah berupaya meningkatkan pendapatannya dalam beberapa tahun terakhir, termasuk melalui perluasan pada tahun 2015.
Pembangunan Terusan Suez dimulai pada awal tahun 1859, di ujung kanal paling utara pelabuhan Said, Mesir.
Sebagai tahap awal, pembangunan Terusan Suez dimulai dengan melakukan penggailan. Saat itu, 1,5 juta budak dipekerjakan untuk menggali Terusan Suez. Lama pekerjaan untuk menggali yaitu 10 tahun.
Pembangunan Terusan Suez oleh pemerintah Mesir itu tak berjalan mulus. Investor asal Inggris, Prancis, dan Amerika keberatan dengan adanya Terusan Suez. Alasannya, proyek tersebut mengeksploitasi pekerja, hingga diyakini puluhan ribu pekerja meninggal selama pengerjaan Terusan Suez.
Kelancaran proyek Terusan Suez terus terganggu ketika gejolak politik di wilayah tersebut berdampak negatif terhadap pembangunan kanal. Mesir diperintah oleh Inggris dan Perancis pada saat itu, dan terjadi beberapa pemberontakan melawan pemerintahan kolonial.
Masalah semakin pelik dengan keterbatasan teknologi konstruksi pada saat itu, yang menyebabkan total biaya pembangunan Terusan Suez membengkak hingga USD100 juta, lebih dari dua kali lipat perkiraan awal.
Kendati demikian, Terusan Suez berhasil dibangun. Ismail Pasha, Khedive Mesir dan Sudan, secara resmi membuka Terusan Suez pada 17 November 1869.
Kapal pertama yang melintasi kanal adalah kapal pesiar kekaisaran Permaisuri Prancis Eugenie, L’Aigle, diikuti oleh kapal laut Inggris Delta.