Benarkah Gen Z Dominasi Penggunaan Pay Later dan Rentan Terhadap Utang? Berikut Analisa dan Datanya
Buy Now, Pay Later atau BNPL memungkinkan konsumen untuk membayar pembelian mereka dalam beberapa kali cicilan.
Layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau lebih dikenal dengan pay later kian populer, terutama di kalangan generasi muda. Gen Z, sebagai generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Gen Z sering disebut sebagai kelompok yang paling sering memanfaatkan layanan ini.
Lantas, apakah benar penggunaan pay later didominasi oleh Gen Z? Berikut ulasannya.
- Daya Beli Masyarakat Lemah, Tapi Layanan Pay Later Malah Naik
- Dikenal Bergaya Hidup Boros, Begini Cara Atur Keuangan untuk Gen Z Agar Bisa Punya Investasi
- Data OJK: 1,5 Juta Kontrak Pay Later Masyarakat Bermasalah, Berpotensi Kesulitan Lunasi Utang
- OJK Ungkap Prospek Cerah Industri "Paylater" di Masa Depan
Buy Now, Pay Later atau BNPL memungkinkan konsumen untuk membayar pembelian mereka dalam beberapa kali cicilan, terkadang tanpa bunga. Hal ini menjadikannya pilihan menarik bagi mereka yang tidak memiliki riwayat kredit atau ingin menghindari penggunaan kredit tambahan.
Melansir Forbes, Jumat (29/11), menurut Biro Perlindungan Keuangan Konsumen AS (Consumer Financial Protection Bureau), pinjaman BNPL biasanya berkisar antara USD50 atau Rp793.139 hingga USD1.000 sekitar Rp15,86 juta (kurs 15.862 per USD), yang dibagi menjadi empat termin pembayaran.
BNPL yang mulanya populer untuk pembelian online, kini telah merambah sektor lain seperti perjalanan, perawatan hewan peliharaan, bahkan bahan makanan dan bensin. Data menunjukkan bahwa tingkat penerimaan BNPL meningkat dari 69 persen pada tahun 2020 menjadi 73 persen pada tahun 2022.
Namun, di balik fleksibilitas yang ditawarkan, ada risiko yang perlu diwaspadai. Jika konsumen melewatkan pembayaran, mereka bisa dikenakan biaya keterlambatan.
Selain itu, menggunakan kartu kredit untuk membayar cicilan BNPL dapat memperburuk situasi, karena konsumen berisiko dikenakan bunga tambahan.
Di Indonesia sendiri, Gen Z juga dianggap sebagai pengguna utama pay later. Berdasarkan analisis Lokadata, meskipun layanan ini sangat diminati, Gen Z tidak sembarangan menggunakannya. Mereka cenderung memilih tenor pendek dengan durasi 1-3 bulan dan rutin menyusun perencanaan keuangan bulanan.
Benarkah Gen Z Lebih Rentan Terhadap Utang?
Meskipun popularitas PayLater terus meningkat di kalangan Gen Z, data menunjukkan bahwa mereka tidak lebih terlilit utang dibandingkan generasi lain. Dalam laporan Associated Press (AP), para ahli mencatat bahwa inflasi dan kenaikan biaya hidup telah membuat banyak orang, termasuk generasi muda, lebih bergantung pada kredit.
“Banyak orang tidak menganggap buy now, pay later sebagai utang, tetapi sebenarnya itu adalah utang,” ujar Kepala Layanan Pelanggan LendingClub, Mark Elliot, dikutip dari Forbes pada Jumat (29/11).
Sementara itu, laporan dari Federal Reserve Bank of New York menunjukkan fakta menarik. Grafik yang menganalisis tingkat utang berdasarkan generasi justru menunjukkan bahwa Gen Z memiliki tingkat utang lebih rendah dibandingkan generasi lain.
Gen Z berada di posisi paling bawah, jauh lebih kecil dibandingkan generasi milenial, Gen X, atau baby boomer.
Kenaikan Saldo Kartu Kredit
Di samping penggunaan pay later, ada satu tren yang menjadi perhatian. Data internal dari Credit Karma mengungkapkan bahwa saldo kartu kredit di kalangan Gen Z dan milenial meningkat lebih dari 50 persen sejak Maret 2022. Hal ini memicu tajuk berita seperti Fortune yang menyebut bahwa Gen Z tenggelam dalam utang.
Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan saldo kartu kredit tidak selalu mencerminkan perilaku yang tidak bertanggung jawab. Banyak faktor lain, seperti kenaikan biaya hidup.yang berkontribusi terhadap fenomena ini.
Gen Z sering kali menjadi sasaran kritik atas cara mereka mengelola keuangan. Padahal, data menunjukkan bahwa Gen Z tidak lebih terlilit utang dibandingkan generasi lainnya.
Sebaliknya, tantangan yang mereka hadapi mencerminkan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh hampir semua generasi di era inflasi tinggi ini.
Reporter Magang: Thalita Dewanty