Ada Wacana KPR 35 Tahun untuk Milenial dan Gen Z, Bakal Untung atau Malah Jadi Beban?
skema ini diharapkan menjadi solusi bagi generasi milenial dan Z memiliki hunian.
Skema ini diharapkan menjadi solusi bagi generasi milenial dan Z memiliki hunian.
Ada Wacana KPR 35 Tahun untuk Milenial dan Gen Z, Bakal Untung atau Malah Jadi Beban?
Ada Wacana KPR 35 Tahun untuk Milenial dan Gen Z
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) tengah menggodok skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan jangka waktu hingga 35 tahun.
Adanya skema ini diharapkan menjadi solusi bagi generasi milenial dan Z memiliki hunian.
Namun benarkah skema ini dapat memberikan jawaban atas sulitnya masyarakat kelompok muda memiliki hunian?
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan skema ini dapat meningkatkan permintaan KPR.
Alasannya, konsumen memiliki opsi pembayaran yang lebih panjang dan semakin terjangkau.
Dia menilai, tenor yang lebih panjang tersebut dapat memberikan kesempatan bagi konsumen muda untuk memiliki hunian dengan cicilan yang lebih terjangkau.
Namun di sisi lain, Josua berpandangan, dengan tenor pembayaran semakin panjang, maka semakin lama juga menanggung risiko kredit.
"Terlebih jika konsumen sudah memasuki masa pensiun namun masih menanggung beban KPR," ujar Josua kepada merdeka.com, Kamis (18/1).
Selain itu, Josua menilai risiko miss-match dan likuiditas juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan bank terkait dengan skema KPR jangka panjang ini.
Dia menuturkan, mayoritas pendanaan perbankan masih bersumber dari sumber pendanaan jangka pendek.
Sementara kredit yang harus disalurkan bersifat jangka panjang.
Yang jelas, Josua mengingatkan pemerintah dan perbankan untuk memperhatikan usia calon debitur saat hendak melakukan akad KPR, dan ketersediaan perumahan layak huni yang memadai.
"Umur debitur menjadi hal yang harus diperhatikan terkait dengan kemampuan debitur tersebut membayarkan angsuran, terlebih jika masa waktu KPR tersebut akan mencapai usia pensiun debitur," kata Josua.
Menurut Josua, usia calon debitur menjadi pertimbangan penting agar calon debitur tidak mengalami kondisi yang dialami masyarakat Jepang saat ini.
"Saat ini, sebagian penduduknya masih harus membayarkan angsuran KPR-nya di masa pensiun, sedangkan mereka sudah tidak bekerja secara penuh," ungkap Josua.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Nixon LP Napitupulu mendukung rencana pemerintah menelurkan skema tersebut.
Menurutnya, skema tersebut akan mempermudah sekaligus meringankan cicilan masyarakat yang ingin memiliki rumah.
"Apalagi bagi Milenial dan Gen-Z, skema ini akan menjadi jawaban untuk punya rumah sendiri sekaligus sebagai investasi masa depan,” tutur Nixon di Jakarta, Senin (8/1).
Chief Economist Bank BTN, Winang Budoyo juga menyambut positif rancangan skema KPR Flat 35 tahun tersebut.
Winang menilai adanya program tersebut akan mendongkrak sisi permintaan (demand) karena nasabah akan memiliki cicilan yang lebih rendah.
Dari sisi pembiayaan, Winang menuturkan program ini juga perlu didukung dengan skema yang menunjang kemampuan bank untuk menyalurkan pembiayaan.
"Kami melihat opsi suku bunga berjenjang akan menguntungkan bagi pihak nasabah dan bank. Karena secara historis, kemampuan nasabah cenderung akan naik seiring berjalannya waktu," ujar Winang.
Winang merinci, skema suku bunga berjenjang berarti setelah melewati periode tertentu, suku bunga dapat dinaikkan secara bertahap.
Winang mengusulkan kenaikan bertahap dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun.
"Secara historis, kami melihat bahwa dalam jangka waktu 10 tahun, kondisi perekonomian nasabah KPR sudah meningkat dibandingkan pada saat pertama kali mengambil KPR,” kata Winang.
Adapun, usulan skema KPR 35 tahun hingga saat ini masih dikaji oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian PUPR. Skema tersebut diadopsi dari skema KPR di Jepang yang sukses dengan sistem perumahannya.