Bos BI soal Rupiah Melemah per 17 November 2021: Aliran Masuk Modal Asing Terbatas
Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 17 November 2021 mencatat depresiasi sebesar 1,35 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebut nilai tukar Rupiah pada 17 November 2021 melemah 0,53 persen secara point to point dan 0,56 persen secara rata-rata dibandingkan dengan level Oktober 2021.
"Pelemahan nilai tukar Rupiah disebabkan oleh aliran masuk modal asing yang terbatas di tengah persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik dan terjaganya pasokan valas domestik," kata Perry dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (18/11).
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Apa yang dimaksud dengan nilai tukar Dolar Singapura dan Rupiah? Nilai tukar antara Dolar Singapura dan Rupiah mencerminkan perbandingan nilai antara mata uang Singapura (SGD) dan mata uang Indonesia (IDR).
-
Kenapa Bank Indonesia mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Bagaimana nilai IDR ditentukan? Perubahan nilai IDR dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik, seperti inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan faktor-faktor global seperti kondisi pasar internasional.
Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 17 November 2021 mencatat depresiasi sebesar 1,35 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan Filipina.
Oleh karena itu, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Perry juga membahas terkait perbaikan ekonomi domestik yang diperkirakan terus berlangsung secara bertahap. Kinerja ekonomi kuartal III 2021 tercatat tumbuh positif sebesar 3,51 persen (yoy), meskipun lebih rendah dari capaian kuartal II sebelumnya sebesar 7,07 persen (yoy) seiring pembatasan mobilitas untuk mengatasi varian delta Covid-19.
“Perkembangan tersebut ditopang oleh tetap tingginya ekspor, di tengah tertahannya konsumsi rumah tangga dan investasi,” ujarnya.
Kinerja Positif Lapangan Usaha
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kinerja positif Lapangan Usaha (LU) Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, serta kinerja ekonomi wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Kalimantan, dan Sumatera.
BI memperkirakan kinerja ekonomi meningkat pada kuartal IV-2021, didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal Pemerintah, maupun peningkatan konsumsi dan investasi.
Hal ini tercermin dari kenaikan indikator hingga awal November 2021 seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat lebih tinggi pada tahun 2022, didorong pula oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan sektor-sektor ekonomi yang lebih luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)