BPH Migas sebut konsumsi Premium turun karena tak lagi disubsidi
Premium juga tidak lagi disubsidi pemerintah, sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika saat ini ada yang mengonsumsi Premium, bisa jadi karena lebih murah.
Pilihan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas yang variatif dan selisih harga jual yang tidak terlalu jauh membuat konsumsi Premium terus menurun. Apalagi kesadaran masyarakat terhadap kualitas BBM dan pengaruhnya terhadap kinerja mesin makin tinggi.
"Mesin-mesin baru memberi respons kinerja yang lebih baik pada bahan bakar beroktan lebih tinggi. Masyarakat memilih BBM beroktan tinggi dipilih juga karena harganya yang tidak terlalu jauh dengan Premium," kata Komisoner Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Ibrahim Hasyim di Jakarta, Selasa (4/10).
-
Dimana BPH Migas membahas isu penyaluran BBM bersubsidi? Demikian dikemukakan Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim dalam Stakeholder Meeting mengenai Pendistribusian BBM Subsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2024).
-
Apa yang menjadi fokus pengawasan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi? "Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran. Ingatlah bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat banyak," tegas Halim.
-
Kenapa BPH Migas menekankan pentingnya pengawasan pada penyaluran BBM bersubsidi? Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) merupakan isu strategis, terutama dalam menjaga ketersediaan energi di masyarakat. Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Bagaimana BPH Migas ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran? "Pastikan seluruh CCTV berfungsi dengan baik dan merekam aktivitas penyaluran selama minimal 30 hari, hal ini penting sebagai upaya transparansi dan pengawasan lebih lanjut dalam penyaluran BBM. Selain itu, pastikan pula bahwa penyaluran BBM dilakukan sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yaitu hanya kepada konsumen pengguna yang berhak," terangnya.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
-
Apa saja yang dilakukan BPH Migas untuk memudahkan masyarakat memanfaatkan BBM subsidi? Di samping itu, dalam rangka mempermudah masyarakat dalam memanfaatkan BBM subsidi dan kompensasi, BPH Migas telah mengeluarkan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP), dan Peraturan BPH Migas Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penyaluran JBT dan JBKP pada Sub Penyalur di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar atau Terpencil.
Harga premium yang saat ini dibanderol Rp 6.450-6.550 per liter untuk wilayah di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan Jamali. Dengan begitu, harga Premium tidak selisih jauh dengan Pertalite yang dijual PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 6.900 per liter dan pertamax Rp 7.350 per liter.
Menurut Ibrahim, Premium juga tidak lagi disubsidi pemerintah, sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika saat ini ada yang mengonsumsi Premium, bisa jadi karena lebih murah.
"Bisa juga karena ketersediaannya yang lebih luas di seluruh NKRI. Di wilayah tertentu nelayan juga pakai Premium," katanya.
Ibrahim menambahkan perilaku masyarakat sekarang tidak lagi sensitif terhadap harga. Masyarakat sekarang juga sudah concern terhadap mutu dan kinerja mesin. Ini bisa dilihat dari perilaku pengguna sepeda motor yang sudah menggunakan bahan bakar beroktannya lebih tinggi, seperti Pertamax dengan kadar oktan 92 dan Pertalite RON 90.
"Tuntutan teknologi ke depan secara perlahan memang akan mendorong masyarakat untuk memilih gasoline dengan RON 90, 92 dan 95 dan perlahan meninggalkan Premium dengan RON 88," pungkasnya.
Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, konsumsi premium tercatat turun 28,75 persen. Sebaliknya, konsumsi BBM berkualitas, seperti Pertalite, dan Pertamax Series makin membesar. Bahkan, konsumsi harian Pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 telah melonjak 282 persen dibanding konsumsi pada semester I-2016.
Rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium hingga 20 September 2016 tinggal 50.000 kiloliter (KL) per hari, turun 28,75 persen dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I-2016 sebesar 70.183 KL per hari.
Di sisi lain, Pertamax Series (Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo) konsumsinya terus meningkat. Jika pada pada semester I, konsumsi rata-rata Pertamax series 9.626 KL per hari, hingga 20 September rata-rata konsumsi naik jadi 15.682 KL per hari.
Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, mengatakan tren penurunan Premium merupakan positif karena produknya juga tidak disubsidi. Pilihan masyarakat yang beralih mengonsumsi Pertalite merupakan langkah bijak karena dengan kualitas yang lebih baik, bisa diperoleh dengan biaya yang berbeda tipis dengan Premium.
"Secara perlahan Premium memang harus dikurangi peredarannya, tapi itu memang perlu keputusan politis kendati sesungguhnya Premium itu tidak lagi disubsidi, " kata Gus Irawan.
Baca juga:
Kembangkan kilang di Indonesia, Pertamina serap ilmu dari Arab Saudi
Pertamina Lubricants raih Indonesia Digital Popular Brand Award 2016
DPR minta Pertamina bangun SPBU di pesisir dan pulau terpencil
Pemerintah resmi tak ubah harga BBM periode Oktober 2016
Holding energi dinilai bakal untungkan konsumen industri
Pertamina gandeng Repsol bangun pabrik ban untuk Moto GP
Pertamina klaim masyarakat mulai beralih dari Premium ke Pertamax