BPKH Ungkap Hal Penting untuk Menjaga Keberlanjutan Keuangan Haji
Idealnya calon haji berangkat menanggung 70 persen dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH/Bipih) dan BPKH menanggung sisanya dari nilai manfaat.
Biaya haji Indonesia yang selama ini menjadi biaya terendah se-Asia Tenggara salah satunya merupakan hasil subsidi silang dan investasi dana haji.
BPKH Ungkap Hal Penting untuk Menjaga Keberlanjutan Keuangan Haji
BPKH Ungkap Hal Penting untuk Menjaga Keberlanjutan Keuangan Haji
- Pemerintah Ungkap Biaya dan Kuota Haji 2025 Sudah Ditentukan, Menag Beri Bocoran
- BPKH Ajak Masyarakat Rencanakan Haji Sejak Muda, Begini Caranya
- Di Depan Pansus, BPKH Akui Pembagian Kuota Haji Tak Sesuai Kesepakatan DPR dan Kemenag
- BPK Temukan Persoalan dalam Laporan Keuangan Badan Pengelola Keuangan Haji
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebut bahwa keadilan biaya yang dibebankan kepada masing-masing calon haji menjadi kunci guna menjaga keberlanjutan keuangan haji.
"Hal yang harus dipahami adalah perlunya menjaga keberlanjutan keuangan haji. Saat ini nilai manfaat hasil investasi yang dihasilkan alokasinya masih lebih besar digunakan untuk mensubsidi jemaah yang berangkat saat ini," kata Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep Jayaprawira dikutip dari Antara.
Acep mengungkapkan, biaya haji Indonesia yang selama ini menjadi biaya terendah se-Asia Tenggara salah satunya merupakan hasil subsidi silang dan investasi dana haji.
Dia melanjutkan, rasio ideal subsidi adalah 70-30. Artinya, idealnya calon haji berangkat menanggung 70 persen dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH/Bipih) dan BPKH menanggung sisanya dari nilai manfaat.
"Sebagai contoh, jika biaya penyelenggaraan haji adalah Rp100 juta, maka calon haji akan membayar Rp70 juta bersumber dari setoran awal dan setoran lunas serta nilai manfaat dari virtual account masing-masing, Sehingga BPKH menanggung sisanya Rp30 juta," katanya.
Acep menyebutkan rasio penggunaan nilai manfaat terhadap biaya haji yang terjadi selama ini belum ideal. Sehingga keadilan dalam pendanaan haji belum terwujud secara utuh.
Dia menilai kualitas dan efisiensi penyelenggaraan haji yang lebih baik bisa tercapai dengan dukungan pendanaan yang memadai.
Di sisi lain, saat ini BPKH memiliki beberapa tantangan dalam mengelola dana haji, di antaranya masalah regulasi yang mengikat dan berdampak pada ruang gerak yang terbatas sehingga BPKH bertindak secara hati-hati dengan perhitungan yang matang.
"Menurut Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2014, jika terjadi kerugian, pengurus BPKH harus menanggung secara bersama-sama atau istilahnya tanggung renteng, sehingga pilihan investasi yang dilakukan harus mengutamakan keamanan dana jamaah," tuturnya.
Oleh karena itu, Acep menekankan perlunya revisi UU 34/2014 untuk memberikan fleksibilitas lebih besar kepada BPKH dalam mengelola investasi dan membentuk pencadangan kerugian.
"Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa dana yang dikelola memberikan manfaat maksimal bagi jamaah haji dan umat Islam secara keseluruhan," kata Acep Jayaprawira dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema "Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji" yang diikuti secara daring di Jakarta.