Buruh Ancam Unjuk Rasa dengan Massa Lebih Banyak, Ternyata Ini Tuntutannya
Peraturan ini berpotensi meningkatkan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri hasil tembakau.
Ribuan buruh tembakau mengancam akan melanjutkan aksi unjuk rasa jika pihak-pihak yang terlibat dalam industri rokok tidak diikutsertakan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Kebijakan ini mendorong penerapan kemasan rokok polos tanpa merek yang ditolak oleh berbagai kalangan, termasuk ratusan ribu buruh yang merasa terdampak.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Kudus, Agus Purnomo menyatakan bahwa peraturan ini berpotensi meningkatkan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri hasil tembakau.
Ia pun mendesak pemerintah untuk mencabut PP 28/2024 dan membatalkan RMPK.
"Sudah banyak yang di-PHK pada hari ini, jangan sampai kalian buat regulasi yang memberatkan kita. Tolong perhatikan kami, kami juga memiliki hak, jangan sampai pekerjaan kami dihilangkan yang digunakan untuk menghidupi diri kami," ujar Agus dikutip dari laman Liputan6.com di Jakarta, Kamis (24/10).
Agus menegaskan kembali bahwa jika PP 28/2024 dan RMPK tetap dilaksanakan tanpa melibatkan buruh tembakau serta pihak terkait, maka unjuk rasa yang lebih besar akan terjadi.
"Bila Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak mendengar juga, kita akan turun dengan kekuatan penuh," tambahnya.
Pendapat serupa disampaikan oleh Andreas Hua, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, yang mengingatkan Kemenkes agar tidak bersikap egois dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada tenaga kerja di sektor tembakau.
Andreas menekankan pentingnya memperhatikan aspek ketenagakerjaan dan industri dalam penyusunan RPMK dan PP 28/2024.
"Saya hanya ingin menegaskan bahwa jangan memikirkan ego diri sendiri, perhatikan juga faktor ketenagakerjaan dan industri, karena kami hidup dari industri. Uangnya mau, tapi rokoknya tidak," tegasnya.
Ia menyatakan bahwa massa buruh akan kembali turun ke jalan dalam jumlah yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak diindahkan. Meskipun telah melakukan beberapa upaya untuk berdialog dengan Kemenkes, respons yang diharapkan belum juga diterima.
Aksi Demonstrasi
Dia menyampaikan bahwa pada saat demonstrasi, hanya sebagian kecil dari massa yang terdiri dari pekerja di sektor tembakau, makanan, dan minuman yang hadir.
Namun, jika suara mereka tidak diperhatikan, jumlah peserta yang datang bisa meningkat secara signifikan. "
Yang hadir saat ini hanya satu persen. Sekali lagi bila aspirasi kami tidak didengar, kita akan datang lagi dengan gelombang yang lebih besar," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP KSPSI), Jumhur Hidayat, juga menekankan pentingnya peran buruh dalam proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah.
Ia berpendapat bahwa dalam setiap keputusan, pemerintah harus melakukan analisis yang mendalam, terutama mengenai dampak keputusan tersebut terhadap pekerja.
"Setiap kebijakan seharusnya mempertimbangkan nasib pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut," ungkap Jumhur saat berorasi di hadapan ribuan orang.
Jumhur juga menekankan bahwa sektor tembakau memiliki kontribusi yang signifikan dalam menciptakan lapangan kerja bagi banyak individu. Jika industri ini tertekan oleh regulasi yang tidak tepat, konsekuensinya akan sangat dirasakan oleh para pekerja yang bergantung padanya.
Faktor Pemicu PHK
Dia juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kebijakan yang berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang ia anggap sebagai tindakan yang merugikan karena menghilangkan hak dasar individu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Kebijakan yang tidak berpihak kepada tenaga kerja harus dilawan, karena PHK yang terjadi adalah sebuah tindak kejahatan. Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak, dan pemerintah seharusnya memahami hal ini sebelum mengambil keputusan yang akan berdampak luas," ujar Jumhur.
DPP KSPSI telah sepakat dengan seluruh serikat buruh untuk terus menentang kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil. Ia menekankan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk mempertahankan industri tembakau, tetapi juga untuk melindungi hak-hak tenaga kerja yang mungkin terpengaruh oleh kebijakan yang tidak adil.
Di sisi lain, Ketua Umum PP FSP RTMM SPSI Sudarto AS menyatakan bahwa sebelum aksi unjuk rasa yang berlangsung pada 10 Oktober lalu, mereka telah melakukan berbagai upaya untuk berdialog dengan Kemenkes. Namun, dalam proses tersebut, Kemenkes tidak memberikan respons terhadap aspirasi para buruh.
"Kami sudah berkali-kali mengirim surat, mencoba audiensi, bahkan meminta pemerintah untuk berdialog, tapi semuanya tidak direspons. Karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk turun ke Jakarta," tegasnya.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dialog antara pemerintah dan buruh untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak. Dalam situasi seperti ini, komunikasi yang efektif menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan menciptakan solusi yang saling menguntungkan.