Peraturan Mendag Ini Disebut Bikin Industri Tekstil Dalam Negeri Terancam
Mendag beri penjelasan kebijakan ini justru untuk mengendalikan kemudahan aktivitas impor ke dalam negeri.
Mendag beri penjelasan kebijakan ini justru untuk mengendalikan kemudahan aktivitas impor ke dalam negeri.
Peraturan Mendag Ini Disebut Bikin Industri Tekstil Dalam Negeri Terancam
Peraturan Menteri Perdagangan tentang pembatasan barang impor tak sepenuhnya menjawab masalah industri dalam negeri.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, sejak dua tahun lalu industri TPT terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, dan mulai berangsur membaik pada tahun 2022.
Namun ia mengatakan regulasi relaksasi barang impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berpotensi membuat pasar domestik didominasi oleh produk garmen dan tekstil impor.
Danang mengatakan gempuran tersebut membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Selain itu, pemangku kepentingan di industri TPT juga sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen.
"Dalam lima bulan terdapat empat kali perubahan Permendag sampai dengan Permendag 8 tahun 2024 ini," ujar Danang dilansir dari Antara, Selasa (28/5).
Pihaknya berharap pemerintah mau menerapkan kembali larangan dan pembatasan (lartas) impor, sehingga bisa menjaga iklim sektor TPT agar dapat mendominasi pasar domestik dan internasional.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyebut industri tekstil dan produk tekstil (TPT) khawatir terhadap dominasi barang impor akibat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) di regulasi Permendag 8/2024 yang tak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek).
Saat ini performa industri TPT berada pada level ekspansif, dan menunjukkan pertumbuhan positif.
Hal itu dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa subsektor industri tekstil dan pakaian jadi meningkat sebesar 2,64 persen (year on year/yoy) pada triwulan I – 2024.
Sementara itu, pada periode yang sama, permintaan luar negeri untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan volume, yaitu sebesar 7,34 persen (yoy) untuk produk tekstil, dan 3,08 persen (yoy) untuk pakaian jadi.
Oleh karena itu dengan ditiadakannya Pertek, bisa memicu penurunan kontribusi industri TPT, serta berdampak langsung pada keberlangsungan sektor tersebut.
Mendapat kritik dari sejumlah pengusaha, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan (Zulhas) pun mengeluh karena dianggap sebagai biang keladi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Perubahan Ketiga tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Padahal, kemudahan impor dan sebagainya harus memiliki pertimbangan teknis (pertek).
Dia pun mengatakan, keluhan para pengusaha terkait kebijakan dan pengaturan impor sudah tidak relevan disuarakan saat ini.
Zulhas menilai terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merupakan kebijakan untuk mengendalikan kemudahan aktivitas impor ke dalam negeri.
"Terlambat kalau ngeluhnya sekarang, enggak kemarin-kemarin ya," ucap Zulhas kepada media, Jakarta, Selasa (28/5).
Zulhas mengaku saat ini posisinya sangat sulit lantaran berjalannya Permendag Nomor 8/2024 ini. Awalnya digodoknya peraturan ini guna mengendalikan impor, namun berjalannya waktu implementasi kebijakan ini tidak mudah.
"Ya kan saya sudah sulit saya ini. Semangatnya kita waktu itu kan agar impor dikendalikan. Tetapi dalam implementasinya gak mudah gitu," ucapnya.
Zulhas menyebut implementasi yang tidak mudah itu lantaran harus ada pertimbangan teknis (Pertek), Persetujuan Impor (PI), sehingga puluhan ribu kontainer yang tertahan ketika tiba di Indonesia.
Dia melanjutkan akibat dari itu, Permendag Nomor 36 pun kembali direvisi dan menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Zulhas merasa sangat kesulitan, sebab ia dianggap menjadi biang masalah gara-gara Permendag sebelumnya.
"Ya kan? Diatur permendag. Yang kena pulung-nya kan saya. Misalnya ini produk-produk ini gak bisa masuk. Karena harus ada rekomendasi. Harus ada pertek. Harus ada lartas gitu. Akhirnya puluhan ribu (kontainer) gitu ya kan numpuk barangnya," pungkasnya.