Demurrage Beras Bulog Diduga Terindikasi Kesalahan Alur Administratif
Asosiasi Geber BUMN menduga ada kesalahan alur administrasi dalam proses impor beras oleh Perum Bulog.
Dugaan penggelembungan harga beras impor yang dilakukan Perum Bulog masih belum menemukan titik terang. Kali ini, giliran Koordinator Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Achmad Ismail meyakini skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar disebabkan oleh adanya kecurangan alur adminstrasi dan kewenangan yang dilakukan Perum Bulog pimpinan Bayu Krisnamurthi.
- Mekanisme Impor Beras Bulog-Bappanas Dipertanyakan Buntut Dugaan Demurrage Rp294 Miliar
- Dugaan Demurrage Beras Bulog, Pakar Sebut Ada Mekanisme yang Salah
- Segini Jumlah Beras Impor yang Masuk Indonesia Periode Januari-Mei 2024
- Beras Bulog Kena Biaya Demurrage, Ini Penjelasan Kepala Badan Pangan Nasional
Keyakinan Ais sapaanya didasari oleh klaim Dirut Perum Bayu Krisnamurthi yang mengaku telah menerapkan praktek transparan dalam mekanisme lelang impor beras namun menyisahkan denda impor beras dengan nilai Rp294,5 miliar.
“Kasus demurrage beras itu mengindikasikan adanya fraud atau kecurangan di perusahaan Bulog lewat alur administratif berikut kewenangan yang menyertainya,” kata Ais di Jakarta, Jumat,(26/7).
Ais menambahkan, munculnya denda impor beras dengan nilai Rp294,5 miliar juga disebabkan sistem anti fraud yang membentengi Perum Bulog sudah tidak berfungsi. “Sehingga ada pihak tertentu yang leluasa memanfaatkannya,” kata Ais.
Ais mencurigai adanya kerjasama pihak eksternal dan internal yang berkolaborasi untuk mencari keuntungan pribadi sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp294,5 miliar akibat demurrage tersebut.
“Adanya dampak kerugian dari fraud lewat alur itu harus segera ditindak lanjuti melalui perbaikan sistem tatakelola dan penegakan hukumnya,” kata Ais.
Sehingga Ais menekankan perlunya evaluasi alur importasi beras secara total dengan menutup celah-celah potensi fraud dan korupsi.
“Mengedepankan transparansi dan akuntabilitas serta integritas utamanya di kalangan pegawai Bulog,” kata Ais.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah menjelaskan mekanisme lelang impor. Hal ini dilakukan sekaligus untuk membantah isu penggelembungan harga impor beras yang kini tengah menyeret perusahaan pelat merah tersebut. Bayu menyebut mekanisme lelang terbuka diawali dengan pengumuman terbuka Perum Bulog akan membeli sejumlah beras.
"Lalu akan ada pendaftaran peminat lelang yang jumlahnya antara 80 sampai 100 perusahaan eksportir penjual," kata Bayu Sabtu (20/7) lalu.
Bayu mengatakan beberapa perusahaan, terutama yang baru, biasanya akan mundur karena persyaratan yang ketat tersebut. Sehingga, yang kemudian benar-benar ikut lelang sekitar 40-50 perusahaan.
Hanya saja, pernyataan tersebut dianggap tidak sesuai fakta dengan dokumen hasil evaluasi sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri atau impor pada tanggal 17 Mei 2024 yang ditandatangani Plh Kepala SPI Arrahim K. Kanam.
Dalam dokumen tersebut disebutkan ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit. Sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Sekedar informasi, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu (3/7).
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari beberapa waktu lalu di depan Gedung KPK, Jakarta.