ESDM: Hilirisasi itu tidak mudah karena tak menarik
"Masalahnya (hilirisasi) tidak mudah dilakukan, karena tidak menarik, kurang insentif atau apa itu kita tidak tahu."
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot, mengakui sektor pertambangan, khususnya hilirisasi masih menjadi masalah hingga saat ini. Padahal, pemerintah telah melakukan berbagai upaya termasuk memberi insentif guna mewujudkan hilirisasi, mengolah hasil tambang dalam negeri.
"Masalahnya (hilirisasi) tidak mudah dilakukan, karena tidak menarik, kurang insentif atau apa itu kita tidak tahu," ujarnya dalam diskusi Launching Buku Soetaryo Sigit di Gedung Tempo Scan, Jakarta, Senin (8/11).
-
Di mana tepatnya penemuan mineral tersebut? Survei baru yang dilaksanakan The Nippon Foundation bekerja sama dengan Universitas Tokyo menemukan bahwa dasar laut di sekitar pulau Minami-Tori-shima menampung sekitar 610.000 metrik ton kobalt dan 740.000 metrik ton nikel.
-
Kenapa Le Minerale dituduh berbahaya? Kabar ini sendiri muncul setelah beredar konten di media sosial TikTok yang menyebutkan kalau Le Minerale memiliki kandungan bromat yang melebihi batas aman, sehingga berisiko memicu tumor dan kanker.
-
Di mana tambang batu bara Ombilin terletak? Tambang Bawah Tanah Tambang Batu Bara Ombilin terletak di Kota Sawahlunto, di sepanjang pegunungan Bukit Barisan.
-
Dimana lokasi Tambang Batu Bara Ombilin? Inilah tambang Ombilin yang berlokasi di lembah Bukit Barisan.Tambang yang dikelilingi bukit Polan, Pari, dan Mato ini jaraknya sekitar 70 kilometer dari ibukota Sumatera Barat, Padang.
-
Apa itu Timba Pring? Timba Pring merupakan alat angkut air tradisional khas warga Indramayu Bambu sudah dimanfaatkan manusia sebagai alat untuk bertahan hidup sejak ribuan tahun silam.Unsur pohonnya bisa digunakan secara penuh, mulai dari rebung yang bisa dimasak, batang bambu untuk bangunan sampai daunnya untuk pupuk. Bahkan, warga Indramayu di masa lampau juga memanfaatkan bambu untuk dijadikan alat angkut air bernama Timba Pring.
-
Apa yang rutin diuji oleh Le Minerale? Febri kemudian menegaskan walau kadar bromat ini masih dikecualikan dalam SNI, namun sebagai bagian komitmen Le Minerale untuk menghadirkan air mineral yang aman dan sehat untuk masyarakat Indonesia, Le Minerale melakukan uji kadar bromate secara rutin dan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
Selain itu, permasalahan lainnya yang membuat hilirisasi menjadi sulit adalah perihal teknologinya. Bambang menilai sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki teknologi yang canggih dan mendukung dalam hilirisasi pertambangan di Indonesia.
"Hilirisasi itu bagaimana meningkatkan engine of growth. Teknologi Indonesia untuk pertambangan yang advance kita belum punya," tuturnya.
Tidak hanya itu, proses pengolahan mineral dengan kapasitas besar juga belum ada di Tanah Air. Lebih parahnya, masih banyak pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter yang masih mangkrak dan melakukan ekspor mineral.
"Processing yang Made in Indonesia yang mengolah (mineral) cukup besar itu tidak ada. Produk hasil smelting itu kita ekspor juga, memang ada satu dua, seperti Krakatau Steel dia memproduksi Stainless steel, Tembaga. Tapi itu hanya 25 persen dalam negeri, sisanya ekspor, anoda slime, bauksit nikel, itu semuanya ekspor," jelas dia.
Dia berharap, pada 2025 mendatang, permasalahan-permasalahan hilirisasi yang terjadi saat ini bisa terselesaikan. Nantinya produk olahan dari smelter tidak lagi banyak dialokasikan untuk ekspor melainkan ke dalam negeri.
"Kalau itu terjadi tentu akan menjadikan kita bagus dalam perekonomian," tutupnya.
Baca juga:
Sulitnya izin di daerah bikin pemanfaatan panas bumi RI rendah
Tentukan harga panas bumi, ESDM gandeng Inggris dan Selandia Baru
Asosiasi: Sudah 34 tahun tapi baru bangun PLTP 1.500 MW
Pemanfaatan panas bumi Indonesia masih rendah, ini alasannya
Pertamina dinilai mampu 'ngebor' minyak di laut dalam