Hitung-Hitungan PPN 12 Persen, Ternyata Kenaikan Dirasakan Masyarakat Capai 20 Persen dalam 4 Tahun
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen jika diakumulasi dalam 4 tahun terakhir (2020-2025) sebenarnya naiknya 20 persen bukan 2 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menjelaskan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen jika diakumulasi dalam 4 tahun terakhir (2020-2025) sebenarnya naiknya 20 persen bukan 2 persen.
Untuk lebih jelas menghitung besaran kenaikan pajak yang dirasakan masyarakat, berikut cara menghitungnya. Tahun 2010, saat PPN ditetapkan 10 persen, maka untuk barang senilai Rp300.000, masyarakat harus membayar pajak Rp30.000. Sehingga total yang dibayarkan Rp330.000.
Tahun 2022, saat PPN naik menjadi 11 persen, maka perhitungannya adalah, harga barang Rp300.000 ditambah pajak Rp33.000 menjadi Rp333.000. Jika tahun depan PPN ditetapkan naik menjadi 12 persen, maka perhitungannya harga barang Rp300.000 ditambah pajak Rp36.000 menjadi Rp336.000.
Dengan gambaran di atas, dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 hingga 2025 nanti, kenaikan besaran pajak yang harus dibayar konsumen sebesar Rp6.000 untuk barang seharga Rp300.000.
Dari studi kasus di atas bisa dihitung persentase kenaikan pajak sebenarnya yang dibayar masyarakat bukanlah 2 persen (dari 10 persen ke 12 persen). Melainkan 20 persen. Besaran persentase tersebut diperoleh dari perhitungan 6.000/30.000x100 = 20persen.
"Dari 10 persen ke 11 persen kemudian ke 12 persen total kenaikan nya 20 persen," kata Bhima.
Bhima mengatakan, kenaikan tarif PPN yang sangat tinggi bahkan dibanding akumulasi kenaikan inflasi tahunan maupun pertumbuhan upah riil pekerja. Efek kenaikan PPN 12 persen akan langsung naikan inflasi umum, berbagai barang akan lebih mahal harga nya.
Proyeksi inflasi 2025 bisa mencapai 4,5-5,2 persen year on year.
Kelas menengah sebelumnya sudah dihantam kenaikan harga pangan, dan sulitnya cari pekerjaan, kedepan masih ditambah penyesuaian tafif ppn 12 persen.
"Khawatir belanja masyarakat bisa turun, penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, sampai kosmetik bisa melambat. Sasaran ppn ini kelas menengah dan diperkirakan 35% konsumsi rumah tangga nasional bergantung dari konsumsi kelas menengah," katanya.
Imbas Lain Dirasakan
Dia mengatakan, imbas lain tentu dirasakan pelaku usaha sendiri karena penyesuaian harga akibat naiknya tarif PPN berimbas ke omzet dan pada akhirnya ada penyesuaian kapasitas produksi hingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan menurun. Khawatir tarif PPN naik bisa jadi PHK di berbagai sektor.
"Pemerintah harus memikirkan kembali rencana kenaikan tarif ppn 12 persen karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang dominan disumbang dari konsumsi rumah tangga," katanya.
Bhima menjelaskan, pola konsumen juga akan berubah. opsinya pertama, preferensi belanja barang yang lebih murah harganya. opsi kedua, menunda pembelian barang sekunder dan tersier.
Opsi ketiga, belanja di warung atau ritel informal yang tidak dikenakan tarif PPN. Kalau opsi kedua dan ketiga terjadi, potential loss dari penerimaan pajak akan besar. Jadi kenaikan tarif PPN akan memicu lonjakan aktivitas underground economy.
Jelas kenaikan tarif PPN bukan solusi naikan pendapatan negara. Jika konsumsi melambat maka pendapatan negara dari berbagai pajak termasuk ppn justru terpengaruh. Sebaiknya rencana penyesuaian tarif PPN dibatalkan. Kalau mau dorong rasio pajak perluas dong objek pajaknya bukan utak atik tarif.
"Menaikan tarif pajak itu sama dengan beburu di kebun binatang alias cara paling tidak kreatif. Pemerintah sebaiknya mulai membuka pembahasan pajak kekayaan (wealth tax) dengan potensi Rp81,6 triliun per tahun, pajak anomali keuntungan komoditas (windfall profit tax) dan penerapan pajak karbon sebagai alternatif dibatalkannya PPN 12 persen," tutupnya.