Ini Kunci Percepatan Penggunaan Energi Tenaga Surya di Indonesia, Termasuk Aturan Baru Kementerian ESDM
VP Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PLN, Rahmi Handayani memaparkan pengalaman implementasi sistem kuota perdana yang terjadi pada Juli lalu.
Pemerintah Indonesia telah meningkatkan target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi 23 persen pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2030. Sebagai bagian dari komitmen ini, regulasi terkait energi surya terus dikembangkan, termasuk penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Untuk mendukung visi besar pemerintah Indonesia menuju transisi energi, ATW Solar berkolaborasi dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menggelar Indonesia Solar Vision Forum 2024.
- Mendukung Strategi Pemerintah Kurangi Polusi Jakarta dan Mempercepat Transisi ke Energi Terbarukan
- Masalah utama kendaraan listrik di Indonesia masih terkait dengan infrastruktur.
- Ternyata Tak Mudah Bangun Pembangkit Nuklir di Indonesia, Ini Dia Sejumlah Hambatannya
- Pertamina Patra Niaga Bareng Kementerian ESDM Cek Kesiapan Layanan Energi di Banyuwangi dan Bali
Acara ini hadir sebagai forum edukasi dan diskusi yang bertujuan memperjelas berbagai aspek terkait PLTS Atap, mulai dari regulasi hingga manfaat finansial dan lingkungan. Acara ini juga menjadi wadah bertemunya pemerintah, pelaku industri, dan pemasok teknologi tenaga surya dalam mendorong sinergi menuju adopsi energi surya yang lebih luas.
Muhamad Alhaqurahman Isa, perwakilan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), yang menjelaskan perubahan utama dalam regulasi tersebut. Dia menyoroti sistem kuota PLTS yang lebih fleksibel.
"Pemerintah tidak lagi membatasi kapasitas PLTS yang hendak dipasang selama ketersediaan kuota sistem masih ada," katanya.
VP Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PLN, Rahmi Handayani memaparkan pengalaman implementasi sistem kuota perdana yang terjadi pada Juli lalu.
Dia menjelaskan tingginya animo masyarakat terhadap PLTS Atap, dengan data yang menunjukkan bahwa dari 900 Mega-watt kuota PLTS yang dibuka, hanya tersisa 85 Mega-watt pada akhir Juli, atau kurang dari 10 persen dari kuota yang tersedia.
"Sisa 85 MW akan ter-carry over ke tahun 2025,” terang Rahmi.
Tingginya tingkat pemenuhan kuota ini menegaskan respons positif terhadap sistem terbaru untuk PLTS Atap dari pelaku industri, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mada Ayu Habsari, Ketua AESI.
Dia memaparkan bahwa inovasi dalam pembiayaan, seperti skema zero front-investment, menjadi salah satu pendorong utama yang memudahkan pelaku industri untuk beralih ke PLTS Atap.
Kolaborasi Berbagai Sektor
Pendekatan ini, menurut Mada, tidak hanya meningkatkan daya tarik PLTS Atap tetapi juga memperkuat kepercayaan sektor industri terhadap potensi energi surya sebagai solusi jangka panjang.
Direktur ATW Solar, Juan Davis, menekankan pentingnya kolaborasi dari berbagai sektor untuk mendorong percepatan adopsi energi surya di Indonesia.
"Salah satu tema utama yang terus muncul sepanjang hari ini adalah kolaborasi. Transisi menuju energi terbarukan membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan asosiasi. Forum seperti ini membuktikan bahwa kemitraan yang kuat dapat membantu kita mengatasi tantangan dan mendorong kemajuan nyata di sektor energi surya.
"ATW Solar berharap dapat terus berpartisipasi dalam mendukung terciptanya sinergi yang kuat dalam upaya mempercepat adopsi energi surya dan mencapai target bauran Energi Baru dan Terbarukan.
Inisiasi forum seperti ini diharapkan menjadi jembatan yang mempertemukan regulator, implementator, dan pelaku industri sehingga dapat mendorong kolaborasi antarsektor demi masa depan energi yang berkelanjutan di Indonesia.