Kemenkeu Tegaskan Barang Konsumsi Warga Miskin dan Kelas Menengah Bebas Kenaikan PPN
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu meyakini, reformasi pajak pertambahan nilai (PPN) mampu mendorong keadilan bagi masyarakat. Tidak hanya itu, reformasi juga diyakini mampu mengantisipasi perubahan ekonomi ke depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu meyakini, reformasi pajak pertambahan nilai (PPN) mampu mendorong keadilan bagi masyarakat. Tidak hanya itu, reformasi juga diyakini mampu mengantisipasi perubahan ekonomi ke depan.
"Reformasi PPN utamanya ingin mencapai dua hal, yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia," kata Febrio dalam keterangannya dilansir dari kemenkeu.go.id, Kamis (14/10).
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kejatuhan cicak di paha pertanda apa? Arti kejatuhan cicak yang berikutnya adalah jika kamu mengalami kejatuhan cicak tepat pada paha. Musibah yang disebabkan oleh orang lain ini bisa diketahui dari posisi cicak jatuh.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kapan PPK Pemilu dibentuk? Menurut peraturan tersebut, PPK dibentuk paling lambat 60 hari sebelum hari pemungutan suara.
-
Kapan patung-patung perunggu itu ditemukan? Namun, baru bulan lalu, muncul pecahan kecil yang tidak teridentifikasi dari genangan lumpur dan air.
-
Apa yang digambarkan dalam patung gajah Pasemah? Dalam satu batu ini menggambarkan tiga kehidupan. Pertama hewan gajah, lalu dua manusia dan hewan yang diduga babi rusa saat tengah dilahirkan gajah.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, menyampaikan bahwa Pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial adalah perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final.
Dirjen Pajak Suryo menyebut, perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran.
"Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," jelasnya.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN.
Menurut Suryo, meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut seperti halnya yang sudah mereka nikmati saat ini.
Sebagaimana diketahui, fasilitas PPN mendominasi belanja perpajakan (tax expenditure) setiap tahunnya. Pada tahun 2020 belanja perpajakan PPN mencapai Rp140,4 triliun atau sekitar 60 persen dari total belanja perpajakan sebesar Rp234,9 triliun.
Di mana sebesar Rp40,6 triliun berasal dari kebijakan pengecualian pemungutan PPN oleh pengusaha kecil (threshold PPN). Sementara itu, kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
"Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang semakin membaik serta untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," jelas Suryo.
Jika merujuk kepada tarif PPN negara-negara lain, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Sekaligus lebih rendah dari Filipina (12 persen), Tiongkok (13 persen), Arab Saudi (15 persen), Pakistan (17 persen) dan India (18 persen).
Kepala BKF: Reformasi Perpajakan di UU HPP Ikuti Dinamika Bisnis Terkini
Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 7 Oktober 2021 telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang telah digulirkan sejak tahun 1980-an.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, hampir di semua negara maju, perpajakan menjadi penopang pendapatan negara. Oleh karena itu penting untuk melakukan reformasi perpajakan termasuk di Indonesia.
"Keberhasilan reformasi perpajakan menjadi faktor di balik tingginya angka rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) di negara-negara maju tersebut," kata Febrio, dalam keterangannya, Senin (11/10).
Sebagai ilustrasi, rata-rata tax ratio di negara-negara OECD berdasarkan data World Development Indicators Bank Dunia tahun 2019 mencapai 15,87 persen PDB.
"Oleh sebab itu, reformasi perpajakan dalam UU HPP memperhatikan praktik-praktik administrasi dan kebijakan terbaik (best practices) yang berhasil di dunia, di samping mengikuti dinamika bisnis terkini," ujarnya.
Adapun basis dari reformasi perpajakan yang ideal yang dilakukan melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan.
Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan keberpihakan dalam UU HPP tercermin pada, pertama, dukungan penguatan UMKM dengan memberikan batasan peredaran bruto usaha tidak kena pajak sebesar Rp500 juta dan tetap mempertahankan diskon PPh 50 persen.
Kedua, perbaikan progresivitas PPh Orang Pribadi (OP) dengan melebarkan rentang penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5 persen dari yang sebelumnya hanya sampai Rp50 juta, dan menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun.
Ketiga, perluasan basis pajak dengan menerapkan pajak atas natura (fringe benefit), serta Keempat, mempertahankan tarif PPh badan mulai Tahun Pajak 2022 sebesar 22 persen.
Dia mencontohkan, perhitungan PPh untuk lapisan tarif terendah WP OP yang berstatus lajang/tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga dengan penghasilan hingga Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta setahun hanya akan membayar PPh Rp300.000 setahun, atau hanya 0,5 persen dari total penghasilannya dalam setahun.
Sementara itu, keadilan dan keberpihakan pada sisi PPN dilakukan dengan tetap melindungi masyarakat kecil melalui fasilitas pembebasan PPN terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.
"Masyarakat tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial," ujarnya.
Demikian keberpihakan ini konsisten dengan sisi belanja, dimana belanja Pendidikan di APBN 2022 mencapai Rp542,8 triliun, kesehatan Rp256 triliun, dan perlindungan sosial mencapai Rp429,9 triliun.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bim)