Pengusaha Terlanjur Kenakan PPN 12 Persen Diminta Kembalikan Lebih Bayar ke Konsumen, Begini Caranya
Pengusaha dapat mengembalikan kelebihan pajak sebesar 1 persen kepada konsumen.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang-barang mewah yang dikonsumsi oleh kalangan atas, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024, merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas daya beli masyarakat kelas menengah.
"Kebijakan ini juga memberikan ruang bagi industri nasional untuk tetap kompetitif sekaligus mendorong keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang inklusif," ujar Arsjad dalam keterangannya pada Minggu, (5/1).
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasminta, menjelaskan bahwa pengusaha yang telah menerapkan tarif PPN 12 persen dapat mengembalikan kelebihan pajak sebesar 1 persen kepada konsumen, sesuai dengan aturan pelaksanaan yang masih dalam tahap penyusunan oleh Pemerintah.
"Dalam pelaksanaannya, pengusaha memahami sepenuhnya mengenai perubahan tata cara penghitungan dan pembuatan faktur seperti yang diatur dalam PMK Nomor 131 tahun 2024. Kami juga mengapresiasi Pemerintah yang memberikan masa transisi selama tiga bulan ke depan untuk persiapan," kata Suryadi.
Suryadi menambahkan bahwa dunia usaha menyadari pentingnya pemasukan negara melalui pajak, terutama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sebesar 8 persen. Oleh karena itu, Kadin Indonesia sebagai mitra pemerintah, bersama dengan seluruh asosiasi industri, siap untuk berkolaborasi dalam mengkaji dan mewujudkan kebijakan perpajakan yang efisien dan efektif demi mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional.
Presiden Prabowo Subianto juga menyampaikan bahwa keputusan pemerintah mengena PPN 12 persen akan dikenakan khusus pada barang dan jasa mewah. Artinya, tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya tetap sesuai dengan tarif yang berlaku sejak 2022, yaitu sebesar 11 persen.
DJP mengeluarkan peraturan baru mengenai faktur pajak yang berkaitan dengan masa transisi dan kelebihan bayar PPN
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengeluarkan regulasi mengenai petunjuk teknis penerbitan faktur pajak sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pemerintah menyadari adanya aspirasi dan masukan dari masyarakat, yang menunjukkan perlunya pelaku usaha untuk mengikuti ketentuan yang diatur dalam PMK 131 Tahun 2024.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian sistem administrasi Wajib Pajak dalam menerbitkan Faktur Pajak serta proses pengembalian pajak jika PPN yang dipungut adalah 12 presen padahal seharusnya 11 persen.
"Untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha tersebut, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025," ungkap Dwi dalam keterangan resmi yang dirilis pada Sabtu (4/1).
Ia juga menambahkan bahwa ketentuan baru ini memberikan masa transisi selama tiga bulan, yaitu dari 1 Januari 2025 hingga 31 Maret 2025.
Dalam masa transisi ini, terdapat beberapa pengaturan yang harus diperhatikan: Pertama, pelaku usaha diberikan kesempatan untuk menyesuaikan sistem administrasi Wajib Pajak dalam penerbitan faktur pajak sesuai dengan ketentuan PMK 131 Tahun 2024.
Kedua, faktur pajak yang diterbitkan untuk penyerahan selain barang mewah dengan mencantumkan nilai PPN terutang sebesar:
a. 11% dikali dengan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual), atau
b. 12% dikali dengan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual), akan dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi.
Dwi menegaskan bahwa jika terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% dari yang seharusnya 11% tetapi telah dipungut 12%, ada pengaturan yang mengatur hal tersebut.
Pengaturan tersebut antara lain:
a. Pembeli dapat meminta pengembalian kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% kepada penjual.
b. Atas permintaan pengembalian kelebihan PPN tersebut, Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual diwajibkan untuk melakukan penggantian faktur pajak.
Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan pelaku usaha dapat lebih mudah dalam menyesuaikan administrasi mereka dan menghindari sanksi yang tidak perlu.
Pemerintah memberikan waktu transisi selama satu bulan untuk penerapan PPN 12% pada barang mewah
Pemerintah telah menetapkan masa transisi untuk penerapan tarif PPN sebesar 12% bagi barang-barang mewah.
Ketentuan mengenai masa transisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Menurut Pasal 5 PMK tersebut, tarif pajak 12% untuk barang mewah akan mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2024.
"Secara prinsip kami memberikan atau meluangkan waktu transisi," ujar Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta, pada Kamis (2/1).
Suryo menambahkan bahwa masa transisi ini ditujukan untuk membantu pengusaha barang mewah dalam menyesuaikan faktur pajak mereka, dari yang awalnya menggunakan tarif PPN 11% menjadi 12%.
"Karena faktur pajak yang dibuat wajib pajak sebagian besar sudah berada dalam dokumen digital secara sistem. Sehingga waktu ubah sistem kami beri rentang waktu yang cukup bagi teman-teman wajib pajak untuk siapkan sistemnya," jelas Suryo.
Di sisi lain, tidak ada masa transisi untuk tarif PPN barang non-mewah, karena tarif tersebut tetap 11% sesuai keputusan Presiden Prabowo Subianto pada akhir Desember 2024.