Benarkah PPN 12 Persen Hanya Menyasar Barang Mewah?
Batasan nilai barang yang dianggap mewah sering kali tidak sesuai dengan daya beli masyarakat pada tingkat menengah ke bawah.
Pemerintah mengklaim, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen hanya menyasar pada barang-barang mewah. Kebijakan ini akan secara efektif berlaku pada 1 Januari 2025.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai istilah barang mewah sendiri masih membingungkan. Hingga saat ini, pemerintah belum mengungkap definisi barang mewah yang dimaksud secara jelas, dan apa saja yang termasuk dalam kategori ini.
Dalam konteks pajak, barang mewah biasanya mencakup produk seperti kendaraan bermotor premium, perhiasan, barang elektronik mahal, dan properti dengan nilai tertentu. Akan tetapi, batasan nilai barang yang dianggap mewah sering kali tidak sesuai dengan daya beli masyarakat pada tingkat menengah ke bawah.
Dalam situasi inflasi atau kenaikan harga barang, produk yang sebelumnya dianggap sebagai kebutuhan sekunder dapat dengan mudah masuk ke kategori barang mewah.
Misalnya, beberapa barang elektronik seperti ponsel kelas menengah atas yang sering digunakan untuk bekerja atau pendidikan kini bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi.
"Hal ini menunjukkan bahwa definisi barang mewah cenderung kabur dan dapat bergeser seiring waktu, yang pada akhirnya menyulitkan masyarakat menengah ke bawah," ujar Achmad dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/12)
Dengan ini, ia menekankan kenaikan PPN menjadi 12 persen tetap memberikan efek domino terhadap barang dan jasa lain.
Salah satu efek yang sering diabaikan dari kebijakan seperti ini adalah dampak tidak langsung terhadap barang dan jasa lain yang terkait dengan barang mewah tersebut.
Sebagai contoh, peningkatan PPN untuk kendaraan bermotor mewah dapat memengaruhi industri pendukung seperti layanan perbaikan, asuransi, hingga suku cadang.
Jika produsen dan penyedia jasa di sektor ini menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif pajak, maka masyarakat menengah yang menggunakan produk atau layanan tersebut juga akan terdampak.
Selanjutnya, kenaikan PPN 12 persen pada tahun depan juga diyakini akan tetap menekan daya beli. Meskipun tarif PPN yang lebih tinggi secara teori ditujukan untuk barang-barang yang dianggap tidak esensial, dalam praktiknya, dampak tersebut merambat ke hampir semua lapisan masyarakat.
Achmad menyebut kenaikan harga barang mewah dapat memicu kenaikan harga barang lain di pasar. Hal ini terutama terlihat pada sektor yang memiliki rantai pasok panjang, seperti industri makanan, konstruksi, dan transportasi.
Ia mencontohkan, barang elektronik yang dianggap mewah seperti laptop atau ponsel pintar kini menjadi kebutuhan penting, terutama bagi masyarakat kelas menengah yang menggunakannya untuk bekerja atau belajar.
Jika harga barang-barang ini naik akibat pajak, maka kelompok masyarakat menengah ke bawah akan kesulitan untuk mengakses teknologi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
PPN 12 Persen Membuat Kelompok Menengah Ikut Menjadi Korban
Kebijakan PPN yang tinggi untuk barang mewah sebenarnya menciptakan risiko bagi kelompok menengah yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidupnya.
Misalnya, mereka mungkin menyewa kendaraan premium untuk acara tertentu, membeli barang elektronik berkualitas tinggi untuk pekerjaan, atau menggunakan layanan hotel yang dikenakan tarif lebih tinggi karena dianggap sebagai barang mewah.
Dengan kenaikan tarif pajak, pengeluaran mereka untuk kebutuhan ini akan meningkat, mengurangi kapasitas mereka untuk menabung atau berinvestasi.
Ia mengingatkan, dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen ini akan dirasakan oleh kelompok ekonomi kecil melalui mekanisme ekonomi yang disebut “spillover effect”.
Di mana, ketika barang-barang yang terkait dengan barang mewah mengalami kenaikan harga, biaya hidup secara keseluruhan juga meningkat.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan.
Pertama, Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah.
Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah.
Kedua, kebijakan pajak progresif. Daripada menggunakan tarif flat sebesar 12 persen untuk semua barang mewah, pemerintah dapat memberlakukan tarif pajak progresif berdasarkan nilai barang.
Semakin tinggi nilai barang, semakin besar tarif pajaknya. Menurutnya, pendekatan ini akan lebih adil dan tidak terlalu membebani kelompok masyarakat menengah.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan, pemberlakukan pemungutan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen hanya untuk barang/jasa yang berkategori mewah. Dia menyebut, hal itu merupakan amanat undang-undang.
"Kan sudah diberi penjelasan, PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan. Tapi selektif hanya untuk barang mewah," kata Prabowo saat di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12).
Prabowo menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak akan diperlakukan kepada rakyat kecil. "Untuk rakyat lain kita tetap lindungi. Sudah sejak akhir 23 (2023) Pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut, untuk membela membantu rakyat kecil. Jadi kalau pun naik itu hanya untuk barang mewah," ucap dia.