Mengenal Frugal Living, Gerakan Hemat Lagi Viral untuk Lawan Kenaikan PPN 12 Persen Awal 2025
Kebijakan ini memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 telah memicu respon masyarakat luas. Kebijakan ini dianggap memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan akibat pandemi dan tekanan global.
Menurut Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, kenaikan pajak ini merupakan langkah membabi buta dan makin menghimpit masyarakat.
"Jangan dengan adanya kebijakan kenaikan PPN ini justru membabi buta di tengah kondisi masyarakat yang terjepit," ujar Bhima.
Bhima mengatakan, masih banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya pajak kekayaan (wealth tax) yang bisa berkontribusi Rp81,6 triliun dalam sekali penerapan. Kemudian cegah kebocoran pajak yang ada di sektor komoditas ekstraktif (underinvoicing dan miss-reporting).
"Kami berharap pemerintah jangan korbankan masyarakat kelas menengah yang hidupnya sudah terhimpit untuk biayai MBG," harapnya.
Usai rencana PPN 12 persen dipastikan bakal terealisasi pada awal tahun 2025, kritik keras makin bergema di masyarakat melalui media sosial, hingga muncul gerakan frugal living.
Apa Itu Frugal Living?
Gaya hidup frugal living yang menekankan pengeluaran bijak dan sederhana kembali menjadi sorotan publik. Konsep ini mendorong masyarakat untuk fokus pada kebutuhan esensial dan menghindari pemborosan.
Contoh penerapannya meliputi memasak di rumah alih-alih makan di luar, membeli barang bekas berkualitas, dan menghemat listrik.
Dengan menerapkan frugal living, masyarakat berharap dapat menyeimbangkan pengeluaran di tengah meningkatnya harga barang dan jasa akibat kenaikan PPN.
Di samping itu, frugal living tidak hanya membantu masyarakat beradaptasi dengan kenaikan pajak, tetapi juga sebagai bentuk edukasi tentang pengelolaan keuangan yang berkelanjutan.
Langkah seperti membuat anggaran bulanan dan memanfaatkan diskon menjadi strategi utama bagi banyak keluarga untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Dampak Ekonomi dan Kritik Kebijakan
Kenaikan PPN ini bisa memicu efek domino terhadap daya beli masyarakat. Harga barang kebutuhan pokok dan jasa diperkirakan akan naik. Ini dapat semakin mempersempit ruang gerak keuangan masyarakat kecil.
Mereka juga mengkritik waktu penerapan kebijakan ini, mengingat ekonomi domestik masih menghadapi berbagai tantangan.
Sebagai bagian dari pengamat ekonomi, Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menyarankan alternatif lain seperti penguatan pajak terhadap kelompok super kaya atau korporasi besar yang lebih mampu menanggung beban fiskal.
Langkah ini dinilai lebih adil dibandingkan memaksakan pajak konsumsi yang merata bagi semua lapisan masyarakat.
"Masih ada jalan lain untuk mencapai target 8 persen pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan masyarakat kecil," ujar Media.
Gelombang seruan untuk hidup hemat dan aksi protes di media sosial mencerminkan keresahan masyarakat terhadap kenaikan PPN 12 persen. Di satu sisi, frugal living menjadi solusi praktis untuk mengelola pengeluaran.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini menuntut pemerintah untuk lebih sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat kecil. Dengan suara yang semakin keras di dunia maya, masyarakat berharap pemerintah mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih inklusif dan adil.
Reporter Magang: Thalita Dewanty