Komisioner BP Tapera soal Keuntungan Ikut Tapera: Cicilan KPR Lebih Murah Rp1 Juta
Kewajiban pekerja PNS maupun swasta yang telah memiliki rumah dalam rangka program gotong royong untuk mengejar kesenjangan jumlah rumah.
Heru mencontohkan, bagi peserta KPR komersial yang mengambil satu unit rumah senilai Rp300 jutaan akan dikenakan cicilan Rp3,1 juta per bulan.
Komisioner BP Tapera soal Keuntungan Ikut Tapera: Cicilan KPR Lebih Murah Rp1 Juta
Komisioner BP Tapera soal Keuntungan Ikut Tapera: Cicilan KPR Lebih Murah Rp1 Juta
- BP Tapera Sebut Masyarakat Salah Paham, Begini Hitugan yang Tepat untuk Iuran Tapera
- Manfaat Tapera Cuma Buat Gaji Maksimal Rp8 Juta, Minta Diperluas Jadi Rp12 Juta
- Pekerja Sudah Punya Rumah Kenapa Wajib Ikut Iuran Tapera?
- Menteri Basuki: Iuran Tapera Bukan Uang Hilang, Bisa Digunakan untuk Beli Rumah dan Jaminan Hari Tua
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho mengklaim cicilan KPR melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) lebih hemat dibandingkan KPR komersial. Bahkan, nilai penghematan KPR melalui Tapera berkisar Rp1 jutaan.
"Jadi, perhitungan kami terdapat selisih angsuran sebesar Rp1 juta per bulan jika mengambil satuan rumah (Tapera)," kata Heru
dalam Konferensi Pers tentang Tapera di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Jumat (31/5).
Heru mencontohkan, bagi peserta KPR komersial yang mengambil satu unit rumah senilai Rp300 jutaan akan dikenakan cicilan Rp3,1 juta per bulan. Perhitungan ini dengan asumsi bunga KPR komersial rata-rata 11 persen.
Sedangkan, jika pekerja mengambil angsuran KPR Tapera dengan nilai rumah yang sama cukup mengangsur Rp2,1 juta per bulan. Keuntungan lainnya peserta Tapera juga akan mendapatkan imbal hasil dari hasil pemupukan dana diakhir kepesertaan.
"Jadi, peserta akan memperoleh benefit pengembalian tabungan peserta hasil pemupukannya hanya dengan Rp2,1 juta, sedangkan kalau angsuran Rp3,1 juta kalau komersial, itu angsuran doang," tegasnya.
Heru menyebut, kewajiban pekerja PNS maupun swasta yang telah memiliki rumah dalam rangka program gotong royong untuk mengejar kesenjangan jumlah (backlog) di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
"Nah ini juga konsepsi dari Undang-Undang nomor 4 tahun 2016, jadi bapak kepala Staf Presiden (Moeldoko) sudah menyampaikan kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia masih sangat tinggi," ungkapnya.
Dia mencatat, saat ini terdapat 9,95 juta keluarga di Indonesia yang tidak memiliki rumah. Sementara, kemampuan pemerintah membangun rumah dengan berbagai skema subsidi dan fasilitas pembiayaan menyediakan kurang lebih 250.000 unit.
Di sisi lain, terdapat 700.000 sampai 800.000 keluarga baru yang belum punya rumah per tahun. Sehingga, pemerintah kesulitan untuk mengatasi persoalan kesenjangan ketersediaan rumah di Indonesia.
"Jadi, kalau hanya mengandalkan pemerintah saja itu nggak akan ngejar, sampai kapan backlog (perumahan) sampai selesai," tegas Heru.
merdeka.com