Kurs Rupiah Melemah ke Rp14.353/USD Dibayangi Pengurangan Stimulus Bank Sentral AS
Rupiah ditutup terkoreksi 10 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp14.353 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.343 per USD.
Nilai tukar atau kurs Rupiah terhadap dolar AS (USD) yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore, melemah dibayangi sinyal pengurangan stimulus atau tapering oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
Rupiah ditutup terkoreksi 10 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp14.353 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.343 per USD.
-
Apa yang dimaksud dengan nilai tukar Dolar Singapura dan Rupiah? Nilai tukar antara Dolar Singapura dan Rupiah mencerminkan perbandingan nilai antara mata uang Singapura (SGD) dan mata uang Indonesia (IDR).
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Kapan Indonesia mendevaluasi nilai tukar rupiah untuk pertama kalinya? Pada 7 Maret 1946, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 29,12 persen, dari Rp1,88 per USD1 menjadi Rp2,65 per USD1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Bagaimana nilai IDR ditentukan? Perubahan nilai IDR dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik, seperti inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan faktor-faktor global seperti kondisi pasar internasional.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra mengatakan, isu tapering oleh The Fed masih menjadi ganjalan utama untuk penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
"Sebagaimana pengalaman beberapa tahun lalu, tapering mendorong penguatan dolar AS dan menekan rupiah cukup dalam," ujar Ariston dikutip dari Antara, Jumat (6/8).
Wakil Gubernur The Fed, Richard Clarida sebelumnya mengatakan bank sentral berada di jalur untuk memulai kenaikan suku bunga pada 2023 dengan kemungkinan pengumuman bertahap akhir tahun ini. Dia memberikan sinyal pengurangan pembelian obligasi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan tergantung pada bagaimana data tenaga kerja Negeri Paman Sam dalam beberapa bulan ke depan.
Dari domestik, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 yang positif 7,07 persen memang menjadi sentimen positif di pasar namun tidak cukup untuk menopang penguatan Rupiah.
"Mengenai PDB kuartal dua, tentu ini merupakan faktor positif tapi pasar juga mungkin sudah berekspektasi pertumbuhan kuartal ke-3 akan buruk karena pembatasan PPKM," kata Ariston.
Kasus Covid-19
Selain itu, lanjut Ariston, kenaikan jumlah kasus baru Covid-19 di dunia dan juga di Indonesia yang masih terjadi hingga saat ini karena varian delta, masih menjadi kekhawatiran pasar.
Jumlah kasus harian Covid-19 di tanah air pada Kamis (5/8) kemarin mencapai 35.764 kasus baru sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 3,56 juta kasus.
Sementara jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 masih tinggi yaitu bertambah 1.739 kasus sehingga totalnya mencapai 102.375 kasus. Meski demikian, sebanyak 2,94 juta orang telah dinyatakan sembuh sehingga total kasus aktif Covid-19 sehingga total kasus aktif mencapai 518.310 kasus.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah ke posisi Rp14.363 per USD. Sepanjang hari, Rupiah bergerak di kisaran Rp14.353 per USD hingga Rp14.375 per USD.
Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat melemah ke posisi Rp14.369 per USD dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp14.342 per USD.
(mdk/idr)