Mengenal Tasripin, si Tuan Tanah Asal Semarang di Era Hindia Belanda
Warga Semarang, Jawa Tengah mungkin tidak banyak yang mengenal nama Tasripin. Namun nama Kampung Kulitan di Semarang menjadi wujud betapa kayanya Tasripin.
Mengenal Tasripin, si Tuan Tanah Asal Semarang di Era Hindia Belanda
Warga Semarang, Jawa Tengah mungkin tidak banyak yang mengenal nama Tasripin. Namun nama Kampung Kulitan di Semarang menjadi wujud betapa kayanya Tasripin.
Tasripin lahir pada tahun 1834. Dia merupakan pengusaha asli warga Semarang.
Pada era abad 19, Tasripim dikenal sebagai tuan tanah karena dia banyak membeli tanah sisa peninggalan Belanda.
Tasripin menguasai banyak sekali daerah di Kota Semarang. Sisa-sisa kejayaan Tasripin masih terlihat di kampung-kampung sekitar Jalan MT Haryono, atau orang Semarang sering menyebutnya sebagai Jalan Mataram.
Youtube InfoDex Media
-
Kenapa orang berpura-pura kaya? Perilaku ini umumnya dilakukan untuk menyembunyikan keterbatasan keuangan mereka.
-
Mengapa orang selingkuh? Penyebab selingkuh paling umum yang sering terjadi antara lain adalah kurangnya komunikasi, kurangnya intensitas hubungan intim, ketidakpuasan pasangan, kehidupan seks yang monoton, keinginan untuk balas dendam, kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi, masalah dengan komitmen, dan jatuh cinta pada orang lain.
-
Apa yang ditemukan di Kota Lama Semarang? Dari ekskavasi itu, tim peneliti tidak hanya menemukan struktur bata yang diduga merupakan bagian dari benteng Kota Lama. Namun juga ditemukan artefak berupa fragmen keramik, botol, kaca, tembikar, serta ekofak berupa gigi, tulang, tanduk hewan, dan fragmen Batubara yang jumlahnya mencapai 9.191 fragmen.
-
Apa yang terjadi pada kucing liar di Semarang? Banyak kucing liar yang hilang dan tersisa hanya satu ekor dalam keadaan mengenaskan.
-
Apa yang menjadi ciri khas orang yang gemar berpura-pura kaya? Satu hal yang membedakan orang-orang ini adalah kecenderungan mereka untuk membahas cita rasa dan gaya hidup yang dianggap elite.
-
Mengapa orang kaya menghindari utang? Utang bisa menjadi beban besar, terutama dengan bunga kartu kredit yang tinggi. Pada Februari 2024, tingkat bunga rata-rata kartu kredit mencapai 22,63 persen, yang berarti bahwa utang sebesar USD10.000 bisa berujung pada pembayaran bunga sebesar USD6.787 dalam lima tahun. Oleh karena itu, orang kaya sangat selektif dan menghindari hutang, karena mereka tidak ingin membuang uang untuk pembayaran bunga.
Tasripin dikenal sebagai pengusaha kopra, kapuk dan juga real estate.
Dia juga memiliki bisnis kulit yang dijalankan di Kampung Kulitan. Bisnis ini mulai ramai pada awal abad ke-19. Ini pula yang membuat kampung ini terkenal dengan nama Kampung Kulitan hingga saat ini.
Para pekerja ini kemudian ditempatkan pada sebuah rumah milik Tasripin yang disebut Pondok Boro.
Pondok Boro merupakan bangunan sederhana yang terletak di pinggir Kali Semarang yang dapat menampung 20 orang pekerja. Hari demi hari, jumlah pekerja yang datang semakin banyak sehingga mereka menempati aset-aset rumah lain yang dimiliki Tasripin.
Para pendatang yang menempati rumah Tasripin ini kemudian mendapat julukan sebagai Kaum Boro. Mereka menempati rumah itu secara turun-temurun.
Pakar Sejarah Semarang, Amen Budiman, mengatakan, aset tanah milik Tasripin tersebar di beberapa perkampungan Semarang yaitu Kampung Kulitan, Gandekan, Gedungbobrok, Jayenggaten, Kepatihan, Pesantren, Sayangan, Kebon Kenap, Wotprau, Demangan, Bang Inggris, Kampung Cokro, Kampung Bedug, dan lain-lain. Dalam catatan koran Bataviaasch Nieuwsblaad pada 11 Agustus 1919, nilai kekayaan aset warisan Tasripin mencapai 45 juta gulden.
Cerita tentang seorang pribumi kaya raya bernama Tasripin rupanya terdengar hingga Negeri Belanda.
Oleh Ratu Belanda Wilhelmina, dia diberikan sejumlah uang koin yang di kedua sisinya ada gambar wajah sang ratu.
Untuk mengapresiasi pemberian itu, Tasripin memasang beberapa uang koin itu di lantai rumah miliknya. Karena adanya uang koin ini, para serdadu Belanda tak pernah sekalipun menggeledah aset rumah milik Tasripin. "Waktu itu, para serdadu Belanda rutin melakukan penggeledahan pada rumah-rumah di perkampungan. Namun rumah milik Tasripin tak pernah digeledah. Sebab jika mereka masuk rumahnya sama saja dengan menghina Ratu Belanda," kata sejarawan Universitas Negeri Semarang, Ufi Saraswati.