Menilik Efektivitas Kenaikan Cukai Rokok dalam Menekan Jumlah Perokok
Pemerintah resmi menaikan tarif cukai rokok rata-rata 12 persen mulai 1 Januari 2022. Kenaikan ini bertujuan mengendalikan dampak negatif dari konsumsi rokok, terutama dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Pemerintah resmi menaikan tarif cukai rokok rata-rata 12 persen mulai 1 Januari 2022. Kenaikan ini bertujuan mengendalikan dampak negatif dari konsumsi rokok, terutama dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan ini memang harus dilihat dari sisi kesehatan dalam rangka pengendalian konsumsi. Apalagi rokok menjadi komoditas kedua tertinggi dari sisi pengeluaran rumah tangga sesudah beras.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
-
Bagaimana Djarum berhasil menjadi perusahaan raksasa di industri rokok? Tiga tahun berikutnya, Djarum berinovasi dengan meluncurkan Djarum Filter, merek rokok pertama yang diproduksi secara mekanis. Kesuksesan ini menjadi pijakan untuk diperkenalkannya Djarum Super pada tahun 1981. Saat ini, Djarum bukan hanya menjadi perusahaan raksasa, tetapi juga menjadi pilar industri rokok dengan lebih dari 75 ribu karyawan yang berdedikasi.
-
Dimana industri rotan di Cirebon berlokasi? Deretan produk rotan berbentuk kursi kuda, miniatur sepeda, tudung saji sampai ayunan anak menghiasi toko-toko di sepanjang jalan Desa Tegal Wangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
-
Bagaimana Mendag memastikan pasokan tembakau dan cengkih untuk industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
-
Mengapa industri tembakau dianggap vital bagi perekonomian Indonesia? Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
"Di kota beras 20,3 persen dan rokok 11,9 persen, dari total pengeluaran. Di desa, 24 persen pengeluaran untuk beras dan langsung diikuti rokok 11,24 persen, dibandingkan dengan komoditas lain bagi masyarakat terutama kelompok miskin," ujarnya konferensi pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022.
Berdasarkan catatan, selama 2014-2020, cukai rokok telah naik sebanyak lima kali dengan kenaikan tertinggi terdapat pada 2020 mencapai sekitar 23 persen. Pada 2013 cukai rokok naik sebesar 8,5 persen kemudian pada 2015 sebesar 8,72 persen, dan 2016 sebesar 11,19 persen. Adapun kenaikan cukai rokok pada 2017 sebesar 10,54 persen dan 2018 sebesar 10,04 persen.
Sementara tahun pemilu cenderung bebas dari kenaikan cukai rokok. Hanya saja pada 2009 cukai rokok naik dengan rata-rata 7 persen, sedangkan pada 2004, 2014, dan 2019 cukai rokok tidak naik.
Kebijakan pemerintah menaikan tarif cukai rokok hampir terjadi setiap tahun rupanya berhasil mengendalikan jumlah konsumsi rokok. Hal ni terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana jumlah perokok di bawah usia 18 tahun dalam tiga tahun terakhir berhasil dikendalikan.
Pada 2018 misalnya. Jumlah presentase perokok di bawah 18 tahun secara nasional mencapai 9,65 persen. Angka ini berhasil dikendalikan pada 2018 menjadi 3,87 persen. Sedangkan di 2020 angkanya turun tipis dan menjadi 3,81 persen.
Jika dirincikan, jumlah perokok laki-laki pada 2018 mencapai 18,41 persen. Kemudian menurun di 2019 sebesar 7,39 persen. Lalu pada 2020 turun tipis 7,26 persen. Sementara untuk jumlah perokok perempuan di 2018 mencapai 0,44 persen. Menurun di 2019 menjadi 0,15 persen. Namun justru terjadi kenaikan di 2020 menjadi 0,17 persen.
Kurangi Perokok Anak, Pemerintah Diminta Larang Penjualan Rokok Ketengan
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mendorong, agar pemerintah membuat kebijakan menjual rokok batangan atau ketengan.
Cara ini dinilai akan membuat masyarakat kalangan tertentu, utamanya perokok anak atau remaja sulit mendapatkan akses terhadap rokok. Sebab saat ini, rokok bisa dibeli karena harganya masih terjangkau dengan uang saku anak-anak.
"Rokok di kita ini sangat murah dan aksesnya mudah, kenaikan tarif cukai akan efektif kalau di backup dengan kebijakan pengendalian rokok," kata Tulus.
Dia menilai kenaikan tarif cukai 12 persen belum efektif. Alasannya dari sisi pemasaran produk masih menyisakan banyak masalah. Harga yang diatur Kementerian Keuangan hanya untuk rokok per bungkus isi 20 batang. Sementara tidak ada aturan untuk industri rokok untuk mengatur jumlah batang rokok per bungkus.
Akibatnya, tidak sedikit produsen yang memutar otak agar harga rokok per bungkus lebih murah dengan mengurangi jumlah batang rokok dalam satu kemasan. Celah yang dimanfaatkan ini membuat harga rokok yang dijual menjadi lebih terjangkau dari ketentuan yang dibuat pemerintah.
"Jadi di sisi retail masih murah, mana ada barang kena cukai yang harganya semurah permen. Hanya satu di dunia (ada di Indonesia)," kata dia.
Kenaikan Cukai Dinilai Belum Signifikan Tekan Jumlah Perokok di RI
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany mengapresiasi keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 12 persen. Meski demikian, dia menyayangkan pemerintah belum menggunakan UU Cukai dalam meningkatkan tarif cukai hasil tembakau.
Peningkatan cukai yang saat ini masih mempertimbangkan berbagai aspek. Sehingga dampaknya belum signifikan untuk mengendalikan atau menurunkan konsumsi tembakau.
Tak heran bila produksi rokok batangan terus meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan produksi hasil tembakau tahun ini mencapai 320 miliar batang rokok. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang produksinya hanya 210 miliar batang per tahun.
"Artinya dalam waktu beberapa tahun sudah ada kenaikan produksi hingga 100 miliar batang sejak UU Cukai diimplementasikan," kata Hasbullah.
Hal ini menunjukkan perjuangan untuk mengendalikan konsumsi tembakau masih belum selesai. Sehingga semua pihak, baik dari industri, pekerja hingga pemerintah harus melihat upaya pengendalian konsumsi tembakau selama ini masih belum tercapai.
Dia menegaskan kenaikan tarif cukai rokok tidak akan berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat terhadap rokok. Pekerja dan petani yang terlibat di industri ini masih bisa bekerja sebagaimana adanya. Sebab pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan melakukan berbagai pertimbangan dan mengakomodir kebutuhan semua pihak.
Meski demikian, dia menyebut, Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati menepati komitmennya mengendalikan konsumsi rokok dengan menaikkan tarif cukai. "Kalau saya tidak salah ingat, Ibu Menteri pernah janji di tahun 2005-2015 masih pro industri karena utuh duit, setelahnya baru penguatan pertimbangan kesehatan. Saya harap ini terus jadi komitmen pemerintah ke depan," imbuhnya.
Besaran Kenaikan Rokok di 2022
Sebagai informasi saja, tarif cukai rokok pada sigaret kretek mesin (SKM) I mengalami kenaikan 13,9 persen menjadi Rp985 dari yang saat ini Rp865. Sehingga kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) per bungkus isi 20 batang menjadi Rp38.100 dari yang sebelumnya Rp34.020. Minimal HJE per batang juga naik menjadi Rp1.905 dari sebelumnya Rp1.700 per batang.
Cukai rokok pada golongan SKM IIA dan SKM IIB masing-masing mengalami kenaikan 12,1 persen dan 14,3 persen. Akibatnya tarif cukai keduanya kini sama menjadi Rp600 dari semula Rp535 untuk SKM IIA dan Rp 525 untuk SKM IIB. Harga jual per bungkus isi 20 batang pada golongan SKM IIA turun menjadi Rp22.800 dari semula Rp25.500, sedangkan golongan SKM IIB mengalami kenaikan menjadi Rp22.800 dari semula Rp20.400.
Jenis rokok golongan sigaret putih mesin (SPM) I mengalami kenaikan tarif cukai 13,9 persen menjadi Rp1.065 dari semula hanya Rp935. Hal ini membuat harga jual per bungkus isi 20 menjadi Rp40.100 dari semula Rp35.800. Minimal HJE per batang pun menjadi Rp2.005 dari semula Rp1.790.
Rokok golongan SPM IIA dan SPM IIB mengalami kenaikan cukai masing-masing 12,4 persen dan 14,4 persen. Tarif keduanya kini menjadi Rp635 dari semua SPM IIA Rp565 dan SPM IIB Rp555. Harga jual ber bungkus ini 20 batang pun kini menjadi Rp22.700, mengalami penyesuaian dari Rp29.700 untuk SPM IIA dan Rp20.300 untuk SPM IIB.
Sementara itu, pemerintah memberikan keberpihakan kepada rokok golongan sigaret kretek tangan (SKT). Kenaikan rokok pada golongan ini tidak lebih dari 5 persen. Namun harga rokok tetap mengalami kenaikan. "Terjadi kenaikan yang berbeda antara pabrik yang menggunakan mesin dan menggunakan tangan," kata Sri Mulyani.
Golongan SKT IA kenaikan tarif cukai hanya 3,5 persen menjadi Rp440 dari sebelumnya Rp1.460. Harga jual per bungkus isi 20 batang menjadi Rp32.700 dari semula Rp29.200. Harga jual per batang ikut naik dari Rp1.635 dari semula Rp1.460.
Untuk golongan SKT IB mengalami kenaikan cukai Rp345 dari semula Rp330. Harga jual per bungkus menjadi Rp22.700 dari semula Rp20.300. Harga minimal eceran per batang menjadi Rp1.135 dari semula Rp1.015.
Golongan SKT II naik 2,5 persen menjadi Rp205 dari semula Rp200. Harga jual per bungkus isi 20 batang menjadi Rp12.000 dari semula Rp10.700. Minimal harga jual per batang menjadi Rp600 dari semula Rp535.
Sedangkan SKT III mengalami kenaikan cukai 4,5 persen menjadi Rp 505 dari semula Rp450. Harga jual per bungkus isi 20 batang menjadi Rp10.100 dari semula Rp9.000. Harga jual minimal per batang menjadi Rp505 dari semula Rp450.
"Ini adalah tarif cukai baru yang akan berlaku mulai bulan Januari 2021," katanya.
(mdk/bim)