Kampanye Anti-Rokok dari Remaja Putri Bisa Jadi Cara Efektif Cegah Munculnya Remaja Perokok
Upaya menekan kemunculan pelajar perokok bisa dilakukan dengan kampanye antirokok yang efektif.
Peningkatan jumlah perokok di kalangan remaja di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun menjadi kelompok perokok terbanyak dengan 56,5 persen, diikuti oleh kelompok usia 10-14 tahun sebesar 18,4 persen. Fakta ini menegaskan pentingnya upaya yang lebih strategis dan efektif dalam mencegah bertambahnya jumlah remaja perokok.
Menurut dr. Mega Febrianora, Sp.JP(K), FIHA, FAPSC, CRFC, seorang spesialis jantung dan pembuluh darah, kampanye anti-rokok bisa menjadi salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah bertambahnya perokok di kalangan remaja.
-
Bagaimana cara mencegah paparan asap rokok pada anak? Jadi yang pertama kali harus dilakukan adalah membuat lingkungan bebas dari asap rokok. Larang merokok di dalam rumah atau mobil, dan hindari juga mengizinkan anak menghirup asap rokok pasif.
-
Bagaimana cara berhenti merokok? 'Dan kita tahu cara melakukannya, dengan menaikkan pajak rokok dan meningkatkan dukungan penghentian,' lanjutnya.
-
Apa saja tips berhenti merokok? Berikut sejumlah cara cepat dan mudah untuk berhenti merokok selamanya.
-
Siapa yang bisa bantu berhenti merokok? Siapkan dukungan dengan mendiskusikan metode berhenti merokok bersama dokter Anda, seperti kelas berhenti merokok, konseling, atau obat-obatan yang membantu mengurangi keinginan merokok.
-
Mengapa remaja yang merokok lebih awal lebih rentan masalah pernapasan? Salah satu penyebab utama mengapa remaja yang merokok lebih dini lebih mungkin mengalami gejala gangguan pernapasan adalah karena mereka cenderung merokok lebih lama dibandingkan orang yang mulai merokok pada usia yang lebih tua. Selain itu, paru-paru remaja yang masih dalam masa perkembangan lebih rentan terhadap kerusakan akibat zat berbahaya dalam rokok.
-
Kenapa anak terpengaruh rokok? Jika orang tua merokok, anak mungkin akan meniru kebiasaan tersebut.
"Coba buat 'campaign' baru, misalnya, 'Keren tanpa merokok' dan itu dilakukan oleh para remaja," ujar Mega dalam diskusi daring bertajuk "Merdeka Dari Asap Rokok" yang digelar oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta dilansir dari Antara.
Salah satu aspek penting yang disoroti Mega adalah peran remaja putri dalam kampanye ini. "Apalagi kalau yang melakukan anti rokok itu remaja putri. Karena remaja putri kan incaran remaja putra. Mereka juga sedang masa puber. Itu mungkin cara paling taktikal ya," katanya.
Mega berpendapat bahwa kampanye yang digerakkan oleh remaja sendiri, khususnya oleh remaja putri, dapat menjadi pendekatan yang lebih taktis dan efektif dibandingkan dengan sekadar melarang atau memberikan informasi tentang bahaya merokok.
Melarang atau memberikan informasi mengenai dampak negatif merokok, menurut Mega, sering kali tidak cukup efektif. Banyak remaja yang semakin tertarik untuk mencoba rokok justru karena dilarang.
"Membuat kampanye atau tren baru tentang hidup tanpa rokok dapat menjadi cara yang bisa dicoba," tegasnya. Dengan pendekatan yang lebih positif dan kreatif, kampanye anti-rokok dapat menarik perhatian remaja dan mendorong mereka untuk menjauhi rokok.
Selain kampanye yang melibatkan remaja, peran sekolah dan keluarga juga sangat penting dalam mendukung upaya ini. Lingkungan yang menormalisasi kebiasaan merokok dapat membuat remaja merasa bahwa merokok adalah sesuatu yang wajar, terutama di kalangan laki-laki.
"Apabila seorang remaja hidup di lingkungan yang menormalisasi kebiasaan merokok, maka akan lebih sulit untuk membuat remaja tak mencoba rokok," ungkap Mega.
Mega juga mengingatkan para remaja agar tidak terjerumus dalam lingkaran pertemanan yang tidak sehat. Fenomena "social smoker" atau merokok hanya dalam konteks sosial di kalangan remaja saat ini menjadi salah satu tren yang perlu diwaspadai.
"Masih banyak lingkungan pertemanan yang positif. Misalnya, sekarang lagi tren grup lari 'kan. Itu lebih sehat daripada ikut-ikutan tren merokok," tambah Mega.
Selain upaya preventif melalui kampanye dan edukasi, peraturan juga memainkan peran penting dalam mengendalikan jumlah perokok di kalangan remaja. Mega mencatat bahwa beberapa peraturan baru telah diberlakukan dengan harapan dapat menurunkan jumlah perokok, termasuk peningkatan usia minimal untuk merokok dari 18 tahun menjadi 21 tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.