Negosiasi Perang Dagang AS-China Bikin Rupiah Terus Menguat ke Rp 14.082 per USD
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat terus menguat, terutama di perdagangan hari ini. Pagi ini, Rupiah dibuka di level Rp 14.177 per USD atau menguat dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.270 per USD.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat terus menguat, terutama di perdagangan hari ini. Pagi ini, Rupiah dibuka di level Rp 14.177 per USD atau menguat dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.270 per USD.
Mengutip data Bloomberg, Rupiah masih terus menguat hingga menyentuh level Rp 14.082 per USD.
-
Kenapa Bank Indonesia mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Bagaimana Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah tetap berjalan? Bank Indonesia pun memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan. Bahkan, Bank Indonesia sudah siap dengan skenario dalam penerapan redenominasi rupiah ini.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Siapa yang memimpin rencana redenominasi rupiah di Indonesia? Rencana penyederhanaan mata uang telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Nanang Hendarsah menyebutkan Rupiah melanjutkan penguatan yang signifikan hari ini yaitu sebesar Rp 215 atau 1,51 persen.
Dia mengatakan, penguatan Rupiah ini terjadi di tengah situasi pasar keuangan global yang diwarnai optimisme atas prospek hasil negosiasi kesepakatan sengketa dagang AS dan China, serta perubahan sikap Chairman FOMC the Fed atas lintasan suku bunga AS ke depan.
"Tidak seperti sebelumnya yang tegas akan menaikkan suku bunga dua kali di 2019, paska jatuhnya harga saham di AS, kali ini the Fed menyiratkan akan lebih fleksibel dan akan menunggu perkembangan data ekonomi ke depan, serta siap melakukan perubahan dalam kebijakan suku bunga ke depan dan dan mulai melunak atas rencana proses penarikan likuiditas dari sistem keuangan," kata Nanang di Jakarta, Senin (7/1).
Sebagaimana diketahui, sebagai bagian dari proses normalisasi kebijakan moneter pasca krisis 2018, sejak Desember 2017 the Fed dalam proses melepaskan kembali surat surat berharga yang diterbitkan swasta, dibeli the Fed untuk mengatasi krisis keuangan 2008 - 2009.
"Artinya, tengah terjadi penarikan likuiditas dari sistem keuangan. Surat berharga milik swasta yang ada pada neraca the Fed sampai saat ini baru turun ke USD 3,86 triliun per Januari 2018, dari USD 4,2 triliun yang bertahan sejak Januari 2014. Bila penarikan likuiditas dari sistem keuangan dilakukan terlalu cepat maka dapat menimbulkan keketatan dolar di seluruh dunia," ujarnya.
Dia menjelaskan, meski kondisi ekonomi AS semakin solid, namun diperkirakan tidak akan tetap kuat menahan pelemahan ekonomi global bila ekonomi Eropa, Jepang, dan China semakin kehilangan tenaga. "Memang data ekonomi AS terakhir masih menunjukkan kondisi yang solid. Data Change in Nonfarm Payrolls bulan Desember 2018 meningkat melebihi ekspektasi pasar ke level 312K (est. 184K) dari bulan sebelumnya yang direvisi naik ke level 176K (prior 155K) atau peningkatan ke level tertinggi dalam 10 bulan terakhir," ujarnya.
Namun, lanjutnya, sektor industrinya mulai melemah, terindikasi dari penurunan indek Purchasing Manager Index (PMI) dan ISM (Institute of Supply Management). Bahkan berbagai indikator manufaktur di Eropa dan China semakin menunjukkan kemerosotan sebagai indikasi perang dagang mulai menimbulkan efekk negatif.
Sentimen positif dari kesepakatan perang dagang, perubahan sikap the Fed, dan berbagai perkembangan data ekonimi tersebut mendorong terjadinya pelemahan nilai tukar USD secara broadbase, penguatan index saham global dan kenaikan yield US Treasury.
"Bank Indonesia tetap memberikan ruang bagi Rupiah untuk menguat, dan mengawal penguatan tersebut termasuk dengan membuka lelang DNDF pada pkl 8.30 dan dilanjutkan dengan intervensi bilateral melalui 8 broker secara "firm"," jelasnya.
Dia juga menjelaskan meningkatnya aktivitas BI di pasar DNDF, selain untuk memastikan kurs offshore NDF terkendali, juga sebagai dukungan penuh bagi berkembangnya pasar DNDF agar lebin likuid dan efisien.
Sudah terdapat 13 bank yang aktif di pasar intrbank DNDF, sejumlah investor asing bertransaksi untuk hedging investasi di saham, dan sejumlah korporasi termasuk satu BUMN sudah melakukan transaksi. Selain dalam dollar USD/IDR, transaksi DNDF nasabah juga sudah ada yang melakukan dalam YEN/IDR dan Euro/IDT.
"Bila transaksi DNDF ini terus berkembang dan banyak digunakan untuk hedging makan akan membantu men "smoothing" pembelian valas di dalam negeri, sehingga Rupiah bisa lebih stabil," tutupnya.
Baca juga:
Rupiah Makin Perkasa ke Level Rp 14.091 per USD
Bos BI soal Rupiah Perkasa di Rp 14.268 per USD: Kepercayaan Investor Menguat Pada RI
Rupiah Menguat ke Level Rp 14.268 per USD
Rupiah Masih Betah di Level Rp 14.400-an per USD
Bos BI Prediksi Rupiah Lebih Perkasa di 2019, Ini Pemicunya
Awal Tahun, Rupiah Masih Menguat di Level Rp 14.446 per USD