Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?
Pemerintah telah menghitung sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan antara insentif yang diberikan dengan penerimaan negara.
Pemberian insentif pajak di IKN ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023.
Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?
Pemerintah Obral Insentif Pajak di IKN Nusantara, Penerimaan Negara Bakal Anjlok?
- PR Prabowo-Gibran Usai Dilantik: Perkuat Penegakan Hukum Terkait Pajak untuk Tingkatkan Penerimaan Negara
- Perluasan Basis Pajak Berlanjut, Pemerintah Incar Pendapatan Pajak Rp2.490 Triliun di 2025
- Bagaimana Nasib Rencana Kenaikan Pajak 12 Persen Prabowo-Gibran? Ini Kata Sri Mulyani
- Negara Terima Pajak Rp624,19 Triliun, Ini Daftar Sumber Terbesarnya
Pemerintah menggelontorkan banyak insentif pajak bagi pembangunan IKN di Kalimantan Timur. Tak hanya kepada investor, tapi juga bagi para pekerja semisal pembebasan Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 21.
Pemberian insentif pajak di IKN ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.
Lantas, apakah penerimaan negara berbasis pajak bakal berkurang drastis?
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menilai, pemerintah memang harus menyeimbangkan antara insentif pajak di IKN dengan potensi penerimaan dan menjadi potensi penerimaan baru.
Sebab, dia tak memungkiri bahwa keringanan tersebut ada yang bersinggungan dengan penerimaan negara berbasis pajak.
Yon lantas mencontohkan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), atau yang lebih besar lagi super deduction sumbangan berupa pengurangan penghasilan bruto maksimal 200 persen.
Sehingga tidak ada pembatasan yang dibebankan sepanjang tidak menyebabkan rugi pada tahun pemberian sumbangan.
"Ini kan pas prinsipnya kalau ada orang katakanlah dari Jakarta atau dari Surabaya mau menyumbang untuk pembangunan IKN sesuai dengan keinginan IKN, ini boleh kalau buat wajib pajak di luar untuk dikurangkan jadi super deduction," ujar Yon Arsal dalam sesi bincang virtual bersama Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Jumat (29/12).
"Tentu ini menjadi, dalam tanda kutip menggerus basis pajak yang sudah ada. Karena kan harusnya dia bayar di Jakarta atau Surabaya, sekarang ada bagian penghasilannya yang tidak dibayarkan karena ada sumbangan di sana," ungkapnya.
Namun, pemerintah telah menghitung sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan antara insentif yang diberikan dengan penerimaan negara.
Menurut dia, Direktorat Jenderal Pajak sudah mengukur apakah dengan pemberian insentif seperti ini kapasitas fiskal pemerintah masih cukup memadai atau tidak.
"Menurut asesmen kita diberikan fasilitas sampai 2035. Lalu ada juga yang tax holiday yang 20-30 tahun. Tapi kalau super deduction, DTP, itu kurang lebih sampai 2035. Sampai dengan angka ini kita merasa bahwa hitungan kita fiskal masih bisa cukup baik," terangnya.
Lebih lanjut, Yon juga menyebut insentif yang tidak bersinggungan dengan penerimaan negara berbasis pajak, semisal tax holiday.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru bakal turut mendorong investor untuk menciptakan aktivitas ekonomi baru di IKN.
"Sekarang di sana kan belum ada aktivitas ekonomi yang signifikan. Kita menarik sesuatu yang baru masuk di sana. Jadi kan kalau kita ditanya ada potensi pajak yang hilang, kalau sesuatu yang belum ada sekarang, baru ada nanti, berarti kan kita tidak bisa sebut sebagai potensi pajak yang hilang," tuturnya.
"Justru menumbuhkan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada, jadi sumber baru. Nanti mudah-mudahan ekonominya berkembang, nanti jadi sumber penerimaan pajak yang baru di masa mendatang," pungkas Yon Arsal.