Pria Ini Jadi Dalang Krisis Moneter di Indonesia, Thailand, hingga Korea Tahun 1997
Dia merupakan spekulan mata uang, investor saham asal Budapest, Hungaria.
Dia merupakan spekulan mata uang, investor saham asal Budapest, Hungaria.
Pria Ini Jadi Dalang Krisis Moneter di Indonesia, Thailand, hingga Korea Tahun 1997
Pria Ini Jadi Dalang Krisis Moneter di Indonesia, Thailand hingga Korea
Sebelum guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia telah mengalami krisis moneter di tahun 1997. Kondisi ini ditengarai akibat dari ulah spekulan mata Uang George Soros.
Mengutip biografiku, George Soros memiliki nama lengkap György Schwartz. Dia merupakan spekulan mata uang, investor saham asal Budapest, Hungaria. Saat perang dunia I, dia pernah dipenjara.
Pria berkebangsaan Yahudi ini juga banyak mengalami kehidupan pahit di bawah rezim Nazi hingga pendudukan Soviet di negaranya.
Pada tahun 1947, Soros meninggalkan Hungaria untuk merantau ke Inggris. Tiba di negeri Elizabeth itu, hidup Soros terlunta-lunta.
Kerja apapun dilakukan demi bisa bertahan hidup. Dari sini pula mental tangguh Soros terbentuk.
Di Inggris, Soros mengenyam pendidikan di London School of Economics. Di sana, dia berkenalan secara langsung dengan filsuf Karl Popper, yang menulis buku berjudul 'The Open Society and Its Enemies'.
Sebagai lulusan sarjana ekonomi, ia kemudian mulai bekerja pada bidang keuangan. Ia memulai karier bisnisnya dengan bekerja di bank Inggris dan kemudian Amerika Serikat.
Pada tahun 1969, Soros membangun perusahaan sendiri yang bergerak di bidang investasi.
Perusahaan itu dia beri nama Double Eagle. Satu tahun kemudian, dia membangun perusahaan yang kedua bernama Soros Fund Management.
Modal Soros membangun perusahaan kedua yaitu keuntungan dari Double Eagle. Selanjutnya, nama Double Eagle diubah menjadi Quantum Fund.
Pada tahun 2012, aset awal perusahaan ini sebesar USD12 juta, dan pada tahun 2011, asetnya berkembang menjadi USD25 miliar.
Kepiawaiannya dalam ceruk investasi saham membuat rumusan teori yang dia susun semakin populer.
Teori itu memberikan gambaran yang jelas tentang aset dan nilai fundamental pasar sekuritas, serta perbedaan nilai yang digunakan untuk shorting dan swapping dalam saham.
Soros bahkan memiliki julukan 'The Man Who Broke the Bank of England' karena penjualan mata uang yang singkat atau trading mata uang senilai 10 miliar pound sterling.
Akibat aksinya ini, ia mendapat untung sebesar USD1 miliar ketika krisis mata uang Inggris yang disebut ‘Black Wednesday’ tahun 1992 .
Pada usia mendekati 50 tahun kekayaan George Soros mendekati USD100 juta. Sepertiganya merupakan kekayaan pribadi.
Kekayaannya ia dapat dari hasil trading forex atau mata uang, investasi saham serta mendirikan perusahaan keuangan.
Dia kemudian membangun sebuah yayasan bernama Open Society Institute.
Melalui yayasan itu, Soros membantu negara-negara bekas satelit Uni Soviet di Eropa Timur berdiri.
Ada juga negara-negara lain di Asia dan Amerika Latin yang dibantu melalui yayasan Soros, namun tidak semuanya berhasil.
Bak pahlawan yang memberikan bantuan secara cuma-cuma, Soros memberi bantuan pada Partai Solidaritas Buruh di Polandia, Lembaga Kemanusiaan Charter 77 di Republik Ceko.
Ia juga turut aktif pada suatu partai politik di Uni Soviet yang sangat berpengaruh.
Akan tetapi, ulah Soros sebagai spekulan menyisakan dampak besar bagi negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.
Beberapa negara yang paling terkena dampaknya adalah Korea Selatan, Indonesia, dan Thailand.
Saat itu, Soros menghimpun dana dari para investor melalui perusahaan miliknya, Quantum Fund. Dengan modal kurang dari USD1 miliar, Soros yang dikenal sebagai spekulan kelas atas ini pun berspekulasi atas baht, mata uang Thailand.
Ia yakin mata uang bath akan mengalami devaluasi yang parah terhadap dolar.
Tak berselang lama, kebijakan nilai tukar mata uang Thailand berubah. Membuat nilai mata uang baht kemudian terjun bebas hingga 60 persen melawan dolar Amerika. Quantum Fund milik George Soros mendapatkan untung yang fantastis.
Akibat runtuhnya nilai mata uang Bath, arus modal investor mengalir deras keluar dari Thailand.
Akibat aksi ini, tak berselang lama, kondisi yang sama kemudian mulai menjalar ke beberapa negara Asia lainnya seperti Korea Selatan dan Indonesia.
Para pemodal besar di negara tersebut ramai-ramai mencabut modalnya.
Hal ini pun membuat gejolak luar biasa dalam sektor ekonomi. Sehingga membuat harga bahan pokok melambung tinggi.
Akibat aksi spekulasi tersebut menyebabkan mata uang Thailand, Korea Selatan dan Indonesia menjadi rendah bahkan sampai sekarang ini terasa efeknya.
Di Indonesia, krisis moneter yang tinggi membuat Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden.
Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terdampak dari aksi spekulan Soros.
Hanya saja, dampak yang terjadi tidak lebih besar dibandingkan Indonesia. Sementara China, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh.
Kemudian, Jepang tidak terpengaruh aksi Soros, akan tetapi negara itu mengalami kesulitan ekonomi berkepanjangan.