Rupiah Anjlok, Menteri Erick Wanti-Wanti Utang BUMN Bisa Bengkak
Menteri Erick Thohir ingatkan BUMN yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS karena nilai tukar Rupiah terus anjlok beberapa hari terakhir.
Menteri Erick Thohir ingatkan BUMN yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS karena nilai tukar Rupiah terus anjlok beberapa hari terakhir.
- Klaim Punya Banyak Prestasi, Erick Thohir Minta Tambahan Anggaran Kementerian BUMN Rp66 Miliar di 2025
- Erick Thohir: Aset BUMN Naik dari Rp8.312 Triliun Jadi Rp10.402 Triliun
- Menteri Erick Minta BUMN Borong Dolar AS, Menko Airlangga: Itu Tidak Bijak
- Erick Thohir: Penyaluran Kredit PNM Mekaar Tembus Rp244 Triliun di 2024
Rupiah Anjlok, Menteri Erick Wanti-Wanti Utang BUMN Bisa Bengkak
Rupiah Anjlok, Menteri Erick Wanti-Wanti Utang BUMN Bisa Bengkak
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia.
Mengingat dalam beberapa hari terakhir nilai tukar Rupiah anjlok hingga ke level Rp16.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Erick mencontohkan inflasi AS sebesar 3,5 persen membuat langkah The Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick dalam keterangan tertulisnya Kamis (18/4).
Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap Rupiah. Tak terkecuali kenaikan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent yang masing-masing telah menembus USD85,7 dan USD90,5 per barel.
"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai USD100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," kata Erick.
merdeka.com
Dua hal tersebut kata Erick telah melemahkan Rupiah menjadi Rp16.000-Rp16.300 per dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Erick menilai situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya Rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi.
Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.
"Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia," ujar Erick lagi.
Oleh karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.
Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," kata Erick.
Selain itu, BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti Pertambangan MIND ID, perkebunan PTPN bisa memanfaatkan tren kenaikan harga ini untuk memitigasi tergerusnya neraca perdagangan.
Erick mengatakan BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.
"Seluruh BUMN diharapkan dapat waspada dan awas dengan memantau situasi saat ini, mengingat kemungkinan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat," kata Erick.
merdeka.com