Rupiah Ditutup Melemah ke Level Rp14.313 per USD
Kurs Rupiah ditutup melemah di level Rp14.313 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp14.249 per USD. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp14.290 hingga Rp14.330 per USD.
Kurs Rupiah ditutup melemah di level Rp14.313 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp14.249 per USD. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp14.290 hingga Rp14.330 per USD.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, para ekonom terus melakukan identifikasi mengenai perkiraan pertumbuhan ekonomi di Kuartal Ketiga 2021 yang kemungkinan masih cukup bagus. Walaupun banyak perbedaan angka yang di berikan oleh para ekonom dan pemerintah semata-mata untuk mengetahui secara pasti bahwa ekonomi masih tumbuh positif.
-
Apa yang dimaksud dengan nilai tukar Dolar Singapura dan Rupiah? Nilai tukar antara Dolar Singapura dan Rupiah mencerminkan perbandingan nilai antara mata uang Singapura (SGD) dan mata uang Indonesia (IDR).
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Kapan Indonesia mendevaluasi nilai tukar rupiah untuk pertama kalinya? Pada 7 Maret 1946, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 29,12 persen, dari Rp1,88 per USD1 menjadi Rp2,65 per USD1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Bagaimana nilai IDR ditentukan? Perubahan nilai IDR dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik, seperti inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan faktor-faktor global seperti kondisi pasar internasional.
"Gelombang Covid-19 yang terjadi di awal kuartal ketiga 2021 mendorong kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi seiring pengetatan mobilitas masyarakat di Kuartal tersebut," ujar Ibrahim dalam riset harian, Jakarta, Rabu (3/11).
Secara keseluruhan 2021, pihaknya memproyeksikan ekonomi akan tumbuh 3,8 persen, karena adanya kemungkinan risiko akan terjadinya lonjakan kasus di akhir tahun dan pembalikan arah di triwulan keempat sulit terjadi. Walaupun aktivitas ekonomi mengalami peningkatan sejak pelonggaran pembatasan sosial di Agustus 2021.
"Lonjakan pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan terbatas seiring risiko lonjakan kasus masih membayangi hingga akhir tahun ini," katanya.
Selanjutnya
Melihat dinamika pertumbuhan ekonomi saat ini, Pemerintah perlu selalu diperhatikan bahwa pandemi belum sepenuhnya berakhir. Sehingga penerapan protokol kesehatan tetap harus menjadi perhatian, meski aktivitas ekonomi terus berlangsung guna mencegah adanya gelombang susulan pandemi yang bukan hanya akan menyerang sektor kesehatan namun juga sistem ekonomi secara keseluruhan.
Menjaga kewaspadaan akan risiko penyebaran Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan dan mempercepat tingkat vaksinasi merupakan kunci untuk mengejar tingkat pertumbuhan kembali ke level pra-pandemi di kisaran 5,1 persen- 5,4 persen di 2022.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya tingkat pertumbuhan ekonomi kembali ke level pra-pandemi di 2022 akan tergantung dari seberapa sukses pemerintah dan masyarakat mencapai kedua hal tersebut, terlepas dengan berbagai ketidakpastian yang muncul.
"Apalagi Indonesia di 2022 akan memegang estapet sebagai presidensi G-20 dan secara kebetulan bersamaan dengan terjadinya krisis kesehatan yang sedang berlangsung akibat pandemi Covid-19. Hal ini menjadi momentum yang tepat untuk pemerintah Indonesia mengatur ulang fokusnya dalam agenda pembangunan jangka panjang, sembari memfasilitasi diskusi antar pemimpin negara terkait pemulihan global yang lebih kuat dan merata," tandasnya.
(mdk/bim)