SBY danai rapat triliunan, benih kangkung justru impor
Kadin menilai tekad swasembada pangan SBY tidak didukung oleh ketersediaan anggaran.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengkritik sikap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menganggarkan dana rapat hingga Rp 18 triliun pada 2014, dan menyisakan hanya miliaran saja untuk program pengadaan benih. Ini salah satu pemicu impor pangan yang marak 10 tahun terakhir.
Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Utama Kajo menyatakan, Presiden Terpilih Joko Widodo tidak boleh meneruskan tradisi anggaran semacam itu. APBN 2015 sebisa mungkin harus lebih berpihak pada sektor pertanian, seperti sudah dijanjikan selama kampanye.
"Kita kalau cuma mau swasembada pangan bisa kok, tapi negara harus hadir di situ. Selama ini bagaimana di pertanian? Negara ya ada, banyak balai-balai benih berdiri. Tapi mereka tak bisa memasok benih murah ke petani, karena enggak ada anggarannya," kata Kajo dalam diskusi di Jakarta, Jumat (19/9).
Kadin mencatat benih-benih beberapa komoditas pangan strategis terpaksa didatangkan dari luar negeri. Kajo mencontohkan ribuan ton bibit kangkung yang terpaksa didatangkan dari Thailand. Demikian pula bibit kentang. Kebutuhannya mencapai 115.000 ton per tahun, tapi Balai Benih Kementerian Pertanian maksimum hanya sanggup memasok 20 persennya.
"Cari 80.000 ton bibit kentang dari mana? Kalau mau bagus ya impor, kalau enggak kentang baru panen dipotong-potong lagi kecil-kecil buat ditanam-tanam lagi."
Mengutip laman Kementerian Pertanian, alokasi bantuan sosial buat penyediaan benih tanaman pangan sebesar Rp 31,17 miliar. Bila dibandingkan, RAPBN 2015 disusun SBY menganggarkan rapat pemerintah menelan dana Rp 18,1 triliun. Sedangkan untuk 2014, biaya rapat termasuk perjalanan dinas mencapai Rp 15,5 triliun.
Ketidakadilan alokasi anggaran itu menurut Kadin wajib dibereskan Jokowi. Di luar itu, temuan benih lokal harus didukung pemerintahan baru.
Kajo menceritakan keberhasilan kelompok tani di Cirebon menciptakan benih padi yang lebih hebat dari BUMN PT Sang Hyang Sri. Ketiadaan anggaran membuat Dinas Pertanian setempat tidak mampu membantu upaya para petani itu memperluas sebaran benih mereka.
"Kalau Sang Hyang Sri bisa menghasilkan 220 bulir, mereka bisa bikin 440 bulir, tapi pemerintah tidak mengakui," keluhnya.