Selain Indonesia, ini 5 negara ngos-ngosan kejar pajak Google
Indonesia nyatanya bukan negara satu-satunya yang berupaya keras untuk menarik pajak dari Google. Beberapa negara juga pernah mengalami hal yang sama. Bahkan, hingga saat ini negara-negara tersebut belum mampu menundukkan perusahaan raksasa itu untuk membayar pajak di negaranya.
Google kini tengah marak dibincangkan di seluruh Tanah Air. Sebab, di tengah gencarnya pemerintah mengumpulkan dana repatriasi melalui program Tax Amnesty, perusahaan multinasional milik Amerika Serikat ini justru membangkang untuk membayar pajak.
Hal ini diketahui manakala pihak Google memulangkan surat perintah pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Padahal, Google terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Tiga, dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 2011.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Apa yang digambarkan dalam patung gajah Pasemah? Dalam satu batu ini menggambarkan tiga kehidupan. Pertama hewan gajah, lalu dua manusia dan hewan yang diduga babi rusa saat tengah dilahirkan gajah.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Di mana patung gajah Pasemah ditemukan? Penamaannya berasal dari lokasi penemuan awal patung gajah tersebut, yakni di dataran tinggi Pasemah, Sumatera Selatan.
-
Apa artinya "kajian"? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengkaji artinya belajar, mempelajari, memeriksa, memikirkan, menguji, atau menelaah.
-
Siapa Mbah Joget? Dilansir dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, Mbah Joget sendiri merupakan seorang penari atau ronggeng pada masa kolonial Belanda.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan Google terindikasi melakukan tindak pidana usai menolak pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan usai Google mengembalikan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) dari Ditjen Pajak.
"Sebulan lalu mereka ingin coba lakukan action dengan melakukan pemulangan surat perintah pemeriksaan, artinya mereka menolak untuk diperiksa," kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Jakarta, Muhammad Haniv di Jakarta, Kamis (15/9).
Dengan demikian, peningkatan penyelidikan lebih mendalam terhadap Google, akan dilakukan paling cepat pada akhir bulan ini. Tak hanya Google saja, pemerintah juga telah meminta kepada tiga perusahaan raksasa internet seperti Yahoo, Twitter, dan Facebook untuk diperiksa mengenai laporan pajak.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), perputaran uang iklan digital dari Indonesia itu bernilai sebesar USD 800 juta atau setara dengan Rp 10,6 triliun pada tahun lalu. Namun sayangnya, Indonesia tak kecipratan berkah dari pajak transaksi iklan digital mereka.
Nyatanya, Indonesia bukan negara satu-satunya yang berupaya keras untuk menarik pajak dari Google. Beberapa negara juga pernah mengalami hal yang sama.
Bahkan, hingga saat ini negara-negara tersebut belum mampu menundukkan perusahaan raksasa itu untuk membayar pajak di negaranya. Berikut merdeka.com rangkum 5 negara yang bermasalah dengan Google terkait perpajakan.
Inggris
Sejak tahun 2005, Google sudah menunggak untuk membayar pajak kepada pemerintah Inggris. Namun, setelah dilakukan penyelidikan selama enam tahun oleh lembaga pajak Inggris, HMRC (Her Majestyâs Revenue and Customs), Google akhirnya setuju untuk membayar 130 juta poundsterling atau sekitar Rp 2,6 triliun.
Seperti dilansir BBC, HMRC melancarkan penyelidikan setelah meletusnya kontroversi tentang rendahnya pajak yang dibayarkan Google. Perusahaan tersebut hanya membayar pajak sebesar 20,4 juta poundsterling pada tahun 2013, padahal nilai penjualan Google tahun itu mencapai 3,8 juta poundsterling.
Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Muhammad Haniv mengungkapkan, sampai saat ini, satu-satunya negara yang berhasil memajaki perusahaan internet global seperti Facebook, Yahoo, Google dan Twitter hanyalah Inggris. Â Sementara itu, salah satu negara yang tengah memperjuangkan untuk menarik pajak dari perusahaan IT global, seperti yang dilakukan Indonesia, adalah Prancis.
"Di belahan dunia negara yang berhasil pajaki Google dan lain-lain baru Inggris. Negara seperti Prancis lakukan hal yang sama (seperti Indonesia), mereka seize dokumennya dan hasilnya belum hasilkan yang diinginkan," ujarnya saat ngobrol santai bareng wartawan di kantor pusat DJP, Jakarta, Kamis (15/9).
Perancis
Penyidik pajak menggerebek markas Google di Paris karena diduga melakukan berbagai penipuan dan pencucian uang. Pejabat Pengadilan rendah mengatakan perusahaan raksasa perangkat lunak tersebut diduga menghindari pajak, dengan tidak menyatakan sepenuhnya mengenai kegiatan yang dilakukan di Prancis.
Dilansir The Guardians, pemerintah Prancis akan menyelidiki apakah Google merupakan badan usaha dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sebab, perusahaan ini mengaku bahwa kantor pusatnya berada di Dublin, sedangkan di Prancis hanya sebagai kantor pemasaran.
"Pencarian ini merupakan bagian dari penyelidikan awal dibuka pada 16 Juni 2015 yang berkaitan dengan tindakan penipuan keuangan dan pencucian diatur penipuan uang, menyusul keluhan dari otoritas pajak Prancis," kata Jaksa keuangan negara (PNF) Perancis.
Permasalahan antara Google dan petugas pajak di Prancis sendiri terjadi pada tahun 2011. Pada bulan Februari, pemerintah Prancis mencatat pajak yang belum dibayarkan Google sebesar 1,6 miliar euro.
Spanyol
Pada Juni lalu, Penyidik Pajak di Spanyol telah menggerebek kantor Google di Madrid. Sebab, perusahaan multinasional tersebut diduga membayar pajak rendah.
Dilansir dari The Guardian, otoritas pajak menduga Google tidak menyatakan beberapa kegiatan di Spanyol. Bahkan, pembayaran PPN dan pajak yang dilakukan atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan atau orang-orang di Spanyol yang tidak terdaftar sebagai penduduk di negara ini.
"Kami mematuhi hukum pajak di Spanyol, seperti di negara lain di mana kami beroperasi. Kami bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwenang di Madrid untuk menjawab pertanyaan mereka, seperti biasa," kata juru bicara perusahaan internet di Spanyol.
Itali
Pemerintah Italia mencatat Google telah menunggak pajak sebesar 227 juta euro dari tahun 2009 hingga 2013. Dengan adanya bukti tersebut, perusahaan raksasa tersebut akan dikenakan denda yang besar.
Namun, seorang juru bicara Google justru menampik akan hal itu. "Google sesuai dengan undang-undang pajak di setiap negara di mana kami beroperasi. Kami terus bekerja dengan otoritas terkait," katanya dilansir Reuters.
Pada tahun 2014, Google telah membayar pajak kepada pemerintah Italia sebesar 2,2 juta euro dari pendapatan sebesar 54,4 juta euro. Otoritas Komunikasi Italia memperkirakan, pendapatan perusahaan tersebut dari negara pizza ini bisa 10 kali lebih besar dari pajak yang dibayarkan.
Australia
Tak hanya Indonesia, Australia juga merasa kesal dengan sikap Google yang enggan menyetorkan pajaknya. Untuk menyiasatinya, negara ini tengah menggodok Undang-Undang baru yang bisa memaksa perusahaan yang bermarkas di California, Amerika Serikat tersebut membayar pajak.
Dikutip dari theaustralian.com.au, Jumat (16/9), aturan yang dinamai Undang-Undang Antipengelakan Multinasional (Multinational Anti Avoidace Law/MAAL), atau dikenal Google Tax, itu membidik perusahaan-perusahaan teknologi besar, yakni Google dan Apple, yang menjual produknya di Australia dan membayar pajaknya.
Namun, kebijakan ini rupanya mendapatkan perlawanan keras dari kedua perusahaan tersebut. Mereka diketahui telah menyewa agensi akuntan agar bisa menghindari pajak.
Deputi Komisioner Kantor Pajak Australia (The Australian Tax Office/ATO), Mark Konza memperingatkan perusahaan-perusahaan itu untuk patuh dan tidak melawan pemerintah. Dia yakin, jika kasus itu diangkat ke pengadilan tetap tidak akan menang.
"Kami terkejut saat mengetahui ada skema mencolok untuk merusak parlemen dalam meloloskan MAAL. Saya melihatnya dalam sebuah presentasi skema ini yang digunakan akuntan wajib pajak. Ketika wajib pajak melihat bertapa seriusnya kami menggolkan ini, mereka telah menjauh dari skema itu karena mereka sadar telah bertindak terlalu jauh dan ATO juga serius untuk melawan," ujar Konza.
Tindakan yang dilakukan pemerintah Australia ini dilakukan setelah dua minggu lalu Irlandia berhasil menagih bajak sebesar USD 19 miliar atau Rp 249,28 triliun. Nilai tersebut membuat Australia bersemangat mendapatkan pemasukan pajak dari perusahaan teknologi.
Â
(mdk/idr)