Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Tetap Gagah Meski Global Melambat
Inflasi di berbagai negara saat ini, terutama negara maju sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Inflasi di berbagai negara saat ini, terutama negara maju sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Tetap Gagah Meski Global Melambat
Ekonomi Indonesia Tetap Gagah Meski Global Melambat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan aktivitas ekonomi nasional tahun 2023 terus terjaga.
Namun dampak perlambatan global perlu diwaspadai.
Sri Mulyani menjelaskan inflasi di berbagai negara saat ini, terutama negara maju sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Meski begitu, tingkat suku bunga belum menunjukkan aba-aba akan diturunkan dalam jangka pendek.
"Ini tentu merupakan suatu situasi di mana kinerja ekonomi dari masing-masing negara tersebut pasti akan terpengaruh oleh suku bunga yang higher for longer," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (20/9).
Sebagai informasi, kebijakan suku bunga di Amerika Serikat saat ini berada di posisi 5,5 persen. Di Eropa 5,5 persen dan di Inggris 5,25 persen.
Tingkat inflasi tersebut masih jauh di atas ditargetkan negara-negara tersebut.
Sementara itu, di negara pasar berkembang lain seperti Brazil, Meksiko, Afrika Selatan, kenaikan suku bunganya melonjak.
Bahkan kenaikan suku bunga di Brazil ada di level 13,75 persen.
Kemudian, suku bunga di Meksiko juga naik drastis di level 11,25 persen. Sama halnya dengan Afrika Selatan di kisaran 8,25 persen.
Jika dibandingkan, suku bunga Indonesia masih terbilang kecil yakni 5,75 persen.
"Jadi, dalam hal ini Indonesia policy rate 5,75 persen, karena inflasi kita relatif cukup moderat di 3,3 persen," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan tingkat inflasi di Indonesia sudah cukup baik.
Salah satunya didukung komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) yang terkoreksi.
Tetapi inflasi dari harga pangan mengalami kenaikan 2,4 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan untuk tetap waspada terhadap berbagai potensi yang bisa berdampak pada pertumbuhan di Tanah Air.
"Namun, kita tetap harus waspada, karena harga pangan volatile food menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tajam pada bulan Agustus, yakni kontribusinya di 2,4 persen," ujar Sri Mulyani.
Dilihat dari sisi eksternal, neraca perdagangan Indonesia tetap membukukan surplus 40 bulan berturut-turut.
Padahal kinerja ekspor mengalami kontraksi yang tajam yaitu turun 21,2 persen dibandingkan tahun lalu.
Kemudian diikuti dengan impor yang mengalami koreksi tajam turun 14,8 persen dibandingkan tahun lalu pada level bulan Agustus impor sebesar USD18,88 miliar.
"Sehingga surplus neraca perdagangan Agustus sebesar USD3,12 miliar," jelas Menkeu.
Adapun akumulasi surplus neraca perdagangan dari bulan Januari hingga Agustus tercatat sebesar USD24,34 miliar.Angka ini mengalami penurunan yang cukup tajam dibandingkan akumulasi surplus neraca perdagangan pada periode yang sama di tahun 2022 yakni USD34,89 miliar.
"Ini yang harus kita waspadai, karena tentu ketahanan dari sisi eksternal akan sangat menentukan stabilitas dari perekonomian kita di dalam jangka pendek dan menengah," pungkasnya.