Sukseskah pemerintah paksa pabrikan produksi mobil BBG?
Belum selesai dengan konverter kit, ESDM bikin wacana baru. Tak didukung infrastruktur SPBG memadai.
Kehadiran mobil produksi massal berbahan bakar gas (BBG) di Indonesia belum naik kelas dari sekadar wacana. Ambil contoh program pemerintah sejak 2011, yakni konversi kendaraan pribadi ke gas melalui pembagian gratis alat bernama konverter kit. Hingga mendekati akhir masa kerja kabinet, proyek ini tak kunjung tuntas.
Seharusnya mulai 2014 Kementerian Perindustrian sudah menjual secara massal alat bernama konverter kit, sehingga kendaraan yang biasa mengonsumsi premium atau solar dapat beralih ke gas.
-
Apa yang dilakukan BMKG terkait Siklon Tropis Yagi? Miming mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh informasi yang kebenarannya masih diragukan terkait dampak siklon tropis itu di wilayah Indonesia dan terus mengikuti informasi perkembangannya yang terus dipantau BMKG.Hasil analisa perkembangan kondisi cuaca dan iklim juga akan selalu diinformasikan kepada masyarakat melalui aplikasi daring infoBMKG, media sosial infoBMKG atau langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.
-
Siapa yang mendorong kolaborasi antara SKK Migas dan BPH Migas? Sementara itu, Anggota Komite BPH Migas Yapit Sapta Putra juga mendorong adanya kolaborasi antara SKK Migas dan BPH Migas dalam menjalankan program yang memberi dampak positif bagi masyarakat.
-
Dimana BPH Migas melakukan kunjungan lapangan untuk memastikan pasokan BBM? Demi memastikan keamanan pasokan BBM di Sulawesi Utara dan sekitarnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengunjungi Integrated Terminal (IT) di Bitung, Sulawesi Utara, pada Minggu (22/09/09/2024) lalu.
-
Bagaimana BPH Migas memastikan pasokan BBM untuk MotoGP? "Kami melakukan pemantauan kesiapan beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Lombok, khususnya yang lokasinya dekat dengan lokasi pelaksanaan event internasional MotoGP Indonesia 2024 akhir September 2024.
-
Apa yang menjadi fokus pengawasan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi? "Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran. Ingatlah bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat banyak," tegas Halim.
-
Bagaimana BPH Migas mengendalikan penyaluran BBM jenis tertentu di Sulawesi Utara? Sesuai dengan Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, bahwa dalam melakukan pengawasan atas JBT dan JBKP, BPH Migas dapat bekerja sama dengan instansi terkait dan/atau pemerintah daerah.
Nyatanya, program itu mandeg. Menteri Keuangan Chatib Basri sempat buka suara, awal tahun ini, mengungkap adanya gontok-gontokan antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dua instansi itu sempat saling lempar tanggung jawab soal siapa yang seharusnya mengawal proses produksi konverter kit. Kabarnya lelang akan digelar ulang tahun ini, tapi belum ada kepastian waktunya. "Dispute perindustrian dan ESDM sudah coba selesaikan. Tapi kalau bukan multiyears nanti kena masalah, makanya lelang dilakukannya tahun ini," kata menkeu.
Belum rampung dengan realisasi pemasangan massal konverter kit yang menelan anggaran Rp 3 triliun itu, Kementerian ESDM melempar wacana baru.
Pemerintah akan mewajibkan pabrikan untuk memproduksi mobil yang menggunakan bahan bakar gas (BBG). Mobil tersebut harus dipasangi converter kit agar dapat menggunakan dua jenis bahan bakar, minyak dan gas (dual fuel).
"Mobil harus sekian persen produksinya harus dual fuel (pakai) converter kit. Kita harus ada terobosan," ujar Ketua Tim Percepatan Konversi BBM ke BBG dan Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Wiratmaja Puja di Jakarta, kemarin, Kamis (27/3).
Kebijakan ini akan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri ESDM, Perindustrian, dan Perdagangan. "Sedang kita godok, semoga SKB tiga menteri lahir," kata Wira menambahkan.
Industri, dalam hal ini Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), beberapa waktu lalu sudah menyampaikan keengganan mendukung proses konversi gas.
Dimintai pendapat mengenai pengalihan teknologi ke BBG di hadapan DPR beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal Gaikindo Juwono Andrianto mengatakan pemasangan konverter kit sejak awal oleh industri butuh waktu, walau tak mustahil. Pabrikan otomotif bisa-bisa saja melansir kendaraan yang dapat memanfaatkan BBM dan BBG sekaligus untuk produksi massal.
Tapi itu berisiko dari segi bisnis, dan sebetulnya menyalahi 'kodrat' mobil yang idealnya menggunakan mesin berbahan bakar tunggal. "Karena oktannya berbeda. Pertamax 92, sementara gas 108," ujarnya.
Masalah lainnya, adalah ketersediaan infrastruktur. Mobil BBG, tentu butuh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Indonesia baru memiliki 30 unit layanan isi ulang gas untuk kendaraan bermotor. Mayoritas berlokasi di Jabodetabek.
Ini juga keluhan Gaikindo sehingga setengah hati mendukung permintaan pemerintah soal konversi BBG. "Gimana kita produksi mobil kalau bahan bakarnya enggak ada," kata Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo mengakui adanya keterbatasan infrastruktur gas yang mudah diakses pemilik mobil. Supaya wacana baru memaksa industri membikin kendaraan dual fuel berhasil, dia mendesak swasta, khususnya Hiswana Migas, terlibat membangun SPBG.
"Pemerintah tidak punya duit. Swasta di bawah Hiswana bisa. Pertamina harus mempercepat dan mempermudah perizinan pembangunan SPBU, SPBG, termasuk pembangunan Depo," ungkap Susilo.
Pemerintah meyakini industri otomotif Indonesia, yang 80 persen dikuasai pabrikan Jepang, bakal mendukung konversi ke gas. Wiratmaja Puja menegaskan, yang dibutuhkan industri supaya mau 'dipaksa' memproduksi mobil dual fuel hanyalah aturan resmi.
"Produsen mobil akan mendukung kalau ada aturan yang jelas," ujarnya yakin.
Baca juga:
Pemerintah bakal wajibkan produsen bikin mobil pakai BBG
Pengusaha mengeluh mobil murah tetap pakai BBM subsidi
Disindir Hatta, Kementerian ESDM membela diri
ESDM keluhkan Pemprov DKI lamban berikan izin lahan SPBG
Subsidi buat industri energi Indonesia sulit maju